Berjalan dalam terpaan cahaya matahari yang mulai galak, dalam kebaya dan berselop agak tinggi, membuat penulis harus bisa menyesuaikan diri segera, antara tubuh yang mulai berkeringat sekeluarnya dari mobil berpendingin dengan langkah kaki yang cepat.
Buat penulis, mengenang detik-detik kemerdekaan di atas batu merupakan momen yang luar biasa. Ritualnya sederhana. Pakaian seadanya. Beban lebih ringan karena tidak perlu was-was akan dipersalahkan. Namun, itu bukan berarti ritualnya menjadi asal-asalan. Kebun teh yang khusyuk menjadikan momen peringatan kemerdekaan di atas batu menjadi amat berkesan.
***
Tahun ini penulis mengikuti berita mengenai peringatan Hari Kemerdekaan RI di Istana Merdeka, yang berlangsung cukup meriah. Namun, penulis juga menemukan kisah miris, di mana upacara peringatan Kemerdekaan RI berlangsung di tengah banjir rob dan di area berasap akibat kebakaran lahan.
Dari Desa Timbulsloko, Demak, Jawa Tengah, warga menyatakan: “Kami masyarakat Timbulsloko juga ingin merasakan yang namanya benar-benar merdeka. Maka kami minta, Merdekakan Kami Dari Krisis Iklim.”
Sementara dari area yang masih berasap akibat api yang melahap lahan, petugas berseragam oranye berdiri tegak, memberi hormat pada bendera merah putih yang berkibar.
Pemandangan yang kontras dan menimbulkan tanda tanya pada bendera merah putih di hati penulis. Kemerdekaan RI diraih dengan darah serta pengorbanan banyak waktu, materi, energi, dan beban psikologis. Kebijakan pembangunan di negara yang merdeka seyogyanya berpihak bagi semua rakyat, sehingga seluruh warga merasakan menjadi tuan di atas tanah mereka yang merdeka.
Bahwa ada upacara di Timbulsloko dan area berasap, muncul pertanyaan, bagaimana kita memaknai kemerdekaan selama 78 tahun dan seperti apa kita akan membawanya pada tahun-tahun ke depan. Jika segelintir orang yang berpengaruh tetap lebih merdeka dalam berbuat banyak hal sekalipun menyebabkan air banjir rob makin tinggi dan lahan makin berasap, tidakkah kita bertanya, kemerdekaan itu sebenarnya untuk siapa dan harus dimaknai seperti apa?
***
Dari “batu”, kami menelusuri kebun teh, menuju perkampungan atau sekolah di sekitarnya untuk mendapatkan suasana tambahan dalam memperingati Hari Kemerdekaan RI ke-44.
Kami berpapasan dengan sejumlah anak berseragam putih merah, berjalan kaki menuju sekolah. Kami mengikuti langkah mereka. Dari kejauhan terlihat bendera-bendera kecil merah putih dan umbul-umbul lumayan ramai di sekitar lapangan.