Seorang mama bertanya, mengapa ya, anak-anak suka "serba mama". Apa-apa selalu "mama".
"Sssstttt.... hari ini Hari Ayah Sedunia," kata seorang mama.
Ha ... ha ... ha ... Bertambah lagi nostalgia yang bikin bahagia.
Tempat sederhana yang baru berusia sebulan itu kerap dijambangi anak muda. Sekadar duduk-duduk sambil menyeruput kopi “Mama Bangga”. Atau, menikmati yang lebih berat yang tersedia di sana.
Ketika kami serombongan tiba, beberapa di antara kami ada yang baru pertama kali ke sana. Termasuk seorang mama, yang dibuat terpana. Sejak kapan kios ini ada, pikirnya.
Mama itu tiap Jumat melewati deretan warung di samping gereja, mengantar seorang ompung (oma) sampai ke gang di dekat rumahnya. Dia tidak menyadari kalau ada kios baru di sana. Kok, bisa? Sudahlah, pikir si mama. Jangan sampai lupa ikut bahagia malam itu bersama para mama.
Ya, kami ada di "Mama Bangga". Termasuk Mama Jeremia yang seorang sintua (penatua). Kami melanjutkan bincang-bincang, tentang yang baru dan yang lama, termasuk meneruskan cerita yang belum purna ketika meninggalkan gereja.
“Jadi, bagaimana?” tanya seorang mama kepada Mama Aurelia, seperti takut ketinggalan kereta. Takut cerita itu melaju cepat bersama berlalunya pesawat, lusa.
Kata-kata, suara, tawa, teh susu, minuman bersoda, sampai kopi bermentega ada di sana. Menemani kastengel di toples yang tinggal sedikit tersisa.
Waktu memang tidak berkompromi dengan keinginan kita. Cukup lama juga kami di sana. Ada yang sudah mulai mengantuk dan memberi aba-aba ke seorang mama.