Lia tidak peduli apa pandangan orang mengenai dirinya dengan tubuh menjadi sangat gemuk karena membela bayinya. Juga soal air susunya yang sedikit sekali sehingga bayinya dominan minum susu formula. Atau, ketika dia memberikan kebebasan kepada anak-anaknya yang memilih mengikuti jalannya: untuk tidak terbuai pada berselfie-ria di media sosial, tidak malu membawa kue buatan rumah untuk dijual kepada teman-teman ke kampus atau sekolah, beralaskaki sederhana dan murah serta harus berbasah-basah manakala datang hujan.
Lia ingin menjadi dirinya sendiri. Karena dirinyalah yang lebih tahu tentang kondisi dan kebutuhannya. Bukan orang lain, bukan label atau predikat yang berseliweran di sekitarnya, pun para penganutnya.
Sikap Lia patut diapresiasi. Konsep "ibu yang sempurna" lebih berwarna mitos dan bisa menjerat perempuan karena rasa ketakutan yang ditimbulkannya. Ketakutan membuat perempuan menjadi tidak jujur pada dirinya sendiri dan antarperempuan bersikap saling menghakimi.
Kita mungkin bisa menjadi bertambah gemuk dan kurang cantik secara fisik, kehilangan pekerjaan di kantoran, tidak bisa melanjutkan studi, tidak bisa memberikan air susu ibu kepada anak, tidak sanggup membersihkan seluruh bagian rumah. Itu tidaklah berarti kita bukan ibu yang baik.
Melakukan segala sesuatu tanpa tekanan adalah awal menjadi diri sendiri. Kelegaan dan keikhlasan melakukan tugas seorang ibu demi bahagianya keluarga akan menjadi nilai-nilai yang baik buat diteruskan pada generasi berikutnya.
Tidak ada satupun formula yang berlaku bagi semua hal, semua kondisi, semua budaya, termasuk dalam hal mengurus anak atau menjadi ibu yang baik. ***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H