Mohon tunggu...
ERRY YULIA SIAHAAN
ERRY YULIA SIAHAAN Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis, guru, penikmat musik dan sastra

Menyukai musik dan sastra.

Selanjutnya

Tutup

Parenting Pilihan

Waspadai Jerat Predikat "Ibu yang Sempurna"

14 Mei 2023   22:03 Diperbarui: 14 Mei 2023   22:32 345
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cantik, Cerdas, "Multitask" (Sumber: IStock Photo)

Ibu yang sempurna adalah ibu yang pagi-pagi sudah bangun (lebih dulu bangun daripada suami dan anak-anak), masuk dapur, menyiapkan sarapan dan bekal untuk dibawa ke kantor dan sekolah, membereskan rumah dan tugas lain, memasak untuk makan siang dan malam, mencuci pakaian dan menyeterika.

Bahkan, kalau perlu, bisa menjahit, mahir memasak, rajin, tetapi tetap cantik, langsing, dan rapi, sehingga mengundang pujian ketika tampil sebagai ibu di depan anak dan teman-temannya dan sebagai isteri di depan komunitas suaminya.

Dapur rumah dibuatnya selalu bersih dan kinclong. Semua ruang tidur di rumah tertata rapi dan harum. Urusan kesehatan suami dan anak-anak beres di tangannya. Dia didapati pula rajin beribadah. Seandainya pun dia perempuan yang bekerja (wanita karir), dia tetap mampu memenuhi ukuran itu.

Mungkin ada yang mengatakan, "oh, itu bukan saya". Tunggu dulu. Pernahkah yang mengatakan itu merasakan hal-hal ini: Pernah atau kerap harus menekan dan mengalahkan kebutuhan, keinginan, dan kepribadiannya yang sejati demi mengejar target-target tertentu agar mendapatkan pengakuan bahwa dirinya hebat, sempurna, atau semacamnya?

Atau, di zaman digital sekarang ini, di mana media sosial menjadi media lumrah di tangan para ibu. Pernahkah kita jepret sana jepret sini, dengan gaya yang diatur dulu, kalau perlu memasang muka cerah, dengan senyum merekah, dan mengulangi bidikan kamera sampai fotonya pas dengan selera? Lalu, foto-foto itu kita pasang di facebook atau instagram misalnya, untuk kemudian bolak-balik kita pantau responnya. Entah itu sekadar tanda jempol, tanda "love", atau pujian di kotak komentar?

Jika iya, bagaimana kita merefleksikan semua itu, khususnya jika senyuman itu tidak menggambarkan kondisi sebenarnya. Juga keakraban yang kita coba kesankan melalui foto-foto itu, khususnya ketika kita bersama keluarga, bukanlah potret yang sesungguhnya?

Menjadi Diri Sendiri

Ini kisah Lia, ibu dari dua anak. Saat mengandung anak keduanya, yang sudah dinantinya sekitar tujuh tahun, Lia diketahui hamil. Awalnya, Lia tersandung saat berjalan kaki. Kemudian, dia menemukan ada flek darah pada pakaian dalamnya. Lia curiga dirinya hamil, karena sudah telat haid beberapa hari. Namun, dia perlu melakukan tes untuk memastikannya.

Hasil tes adalah positif. Lia langsung ke dokter kandungan. Dokter bertanya, apakah kandungan itu ingin dipertahankan? Kalau ya, berarti Lia harus banyak beristirahat. Bahkan untuk beberapa waktu ke depan, mesti bed-rest dan meminum obat penguat rahim.

Lia langsung memutuskan akan mempertahankan kandungannya, meskipun itu berarti dia harus menunda pendidikan pascasarjananya, banyak bolos dari pekerjaannya, dan seterusnya. Juga harus rela makan banyak-banyak agar bayi dalam kandungannya bisa bertambah berat badannya. Berat badan Lia sudah mencapai lebih dari seratus kilogram, dari yang semula sekitar enampuluh. Lia tidak berani lagi menimbang berat badannya, tetapi dia terus mengikuti saran dokter: makan banyak-banyak agar bayinya bisa bertambah berat badannya.

Bayinya lahir prematur melalui sesar. Lia memutuskan mengambil kamar di rumah sakit meskipun harus membayar. Tujuannya, agar bisa setiap hari berdekatan dengan bayinya, yang sekitar dua minggu di ruang NICU. Lia akhirnya pulang bersama bayinya dalam keadaan sehat dan penuh sukacita. Tetap bersukacita dan bersyukur, kendati kemudian dia harus melepas pendidikan pascasarjananya kala itu dan kehilangan pekerjaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun