Trending, curhat ke AI jadi solusi sebagian orang dengan berbagai alasan. Bagi saya pribadi, entah kenapa begitu membaca judul di topik pilihan ini jadi langsung stuck di satu kalimat "karena AI tak akan bercerita", apalagi menyebarluaskan curhatan kita.
Saya rasa banyak sekali alasan orang-orang di luar sana menggunakan sarana AI untuk bercerita dan menumpahkan uneg-uneg mereka. Tak bisa dipungkiri bahwa kecerdasan buatan ini mulai menjadi pilihan banyak warganet dalam berbagai bidang.Â
Apa Saja Sih Aplikasi Curhat AI?
Nah sebelum membahas banyak hal tentang alasan kenapa banyak orang menyukai curhat ke AI, ada baiknya kita tahu dulu beberapa aplikasi AI yang bisa jadi teman ngobrol warganet, antara lain :
- Replika -- Chatbot AI yang bisa menjadi teman ngobrol dan mendengarkan curhatan dengan respons emosional yang cukup baik.
- Wysa -- AI berbasis terapi yang bisa membantu mengatasi kecemasan dan stres dengan teknik psikologi positif.
- Kuki AI -- Chatbot dengan kepribadian yang bisa diajak ngobrol santai atau curhat.
- Woebot -- AI yang dirancang untuk memberikan dukungan emosional dengan metode terapi kognitif (CBT).
Kalo saya pribadi, lebih suka nanya ke AI terkait referensi tulisan sih, hehehe.
Faktor Penyebab Curhat ke AI jadi pilihan
Lalu, apa saja sebenarnya faktor penyebab banyak orang curhat ke AI? Padahal kalau di pikir-pikir AI ini kan hanya kecerdasan buatan, yang artinya dibuat melalui pemrograman dan pengembangan dari masukan para penggunanya juga.Â
Jika hal ini dibicarakan 20 tahun lalu misalnya, orang-orang akan menertawakan satu sama lain pastinya. Curhat kok sama robot, bicara kok sama robot, ga punya temen ya? Kuper kali,, begitu kira-kira yang saya bayangkan. Namun faktanya, perkembangan zaman membawa kemajuan hingga dalam benak saya nyeletuk "robot ingin bersaing dengan manusia".
Bisa jadi sih, oleh sebab itu perlu juga kita ketahui faktor penyebab banyak warganet curhat ke AI, Â yang saya rangkum dari berbagai sumber berikut ini :
- Anonimitas & Privasi, Banyak orang merasa lebih nyaman berbicara dengan AI karena tidak ada rasa takut dihakimi atau rahasia mereka tersebar.
- Selalu Tersedia 24 jam per 7 hari, dimana AI bisa diakses kapan saja tanpa batas waktu, sehingga cocok untuk orang yang membutuhkan tempat curhat di tengah malam atau saat tidak ada teman yang bisa diajak bicara, cukup modal internet dan gadget.
- Bebas dari Penilaian & Stigma, faktanya Berbeda dengan manusia, AI tidak memiliki prasangka, sehingga pengguna bisa berbagi masalah tanpa khawatir akan dikritik atau dihakimi. Namanya juga robot yak.
- Alternatif Psikolog yang Lebih Terjangkau. Sudah rahasia umum memang, Layanan konseling profesional bisa mahal dan tidak selalu mudah diakses, sehingga AI menjadi opsi awal bagi mereka yang butuh dukungan emosional sebelum memutuskan untuk mencari bantuan profesional.
- Respon Cepat & Interaktif, karena AI bisa langsung memberikan jawaban atau solusi berbasis data psikologi, meskipun tentu saja tidak bisa menggantikan peran psikolog sepenuhnya.
- Kenyamanan untuk Orang Introvert atau Sosial Anxiety, yang mana Beberapa orang merasa sulit untuk berbagi masalah dengan orang lain secara langsung, sehingga AI menjadi sarana yang lebih nyaman untuk mereka.
AI Tak Bisa Mengalahkan Empati Manusia
Wah, luar biasa ya si AI ini jika melihat banyak sekali faktor-faktor dan keunggulan yang dihadirkan dalam menyuguhkan layanan interaksi atau komunikasi sesuai kebutuhan penggunanya. Namun bagi yang sadar dia hanyalah robot, maka akan sadar pula bahwa teknologi selalu memiliki kekurangan dasar dan fundamental.
Apa itu? Jawabannya adalah empati. Apalagi? Emosi. Terus? Kejujuran. Mari kita kupas satu-satu.
Sebagai manusia yang diciptakan dengan segala kelebihannya oleh Tuhan Yang Maha Kuasa, tentunya kita semua paham bahwa manusia dimuliakan karena diberi akal dan tentu saja perasaan. Apabila akal dan perasaan ini tidak ada, maka apa bedanya manusia dengan robot atau kecerdasan buatan sekelas AI ini?
Ya, bagaimanapun canggihnya AI, robot ini tak akan pernah bisa menyamai manusia, karena robot diciptakan oleh manusia, dimana semuanya berdasarkan program buatan, yang notabene berasal dari keterbatasan akal manusia.
Itulah sebabnya, menurut saya pribadi, tidak salah curhat ke AI dalam konteks hanya sekedar untuk didengarkan. Namun untuk percaya sepenuhnya pada penilaian dan jawaban robot, menurut saya tidaklah tepat.
Karena robot tak punya empati ketika seseorang ingin mendapatkan dukungan dalam bentuk chemistry, tidak punya emosi juga yang bisa membuat seseorang merasa benar-benar tak sendiri, atau kejujuran untuk mengakui bahwa apa yang kita katakan itu benar, tepat atau salah dan keliru.
Oleh sebab itu, meskipun AI bisa menjadi tempat curhat yang nyaman, tetap ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dengan seksama antara lain:
1. Tidak Memiliki EmpatiÂ
AI hanya bisa meniru respons emosional berdasarkan pola data, tetapi tidak benar-benar memahami atau merasakan emosi seperti manusia. Jadi bagi anda yang mungkin hanya ingin di dengarkan, sah-sah saja sih.
2. Jawaban Yang Terbatas
Namanya juga hasil programing manusia, pstinya jawaban dan kosakatanya terbatas pada hasil program yang di input dalam databasenya. Sehingga, Kadang AI memberikan respons yang terasa generik, kurang relevan, atau bahkan tidak nyambung dengan situasi yang dihadapi pengguna.
3. Tidak Bisa Memberikan Solusi yang Mendalam
AI bisa memberikan saran berdasarkan data yang relate, tapi tidak dengan data valid dari tiap-tiap orang. Faktanya pengolahan data diperlukan dalam memunculkan sebuah solusi.Â
Hal inilah yang menyebabkan AI tidak bisa menggantikan peran psikolog atau teman dekat yang benar-benar mengenal kondisi seseorang secara personal.
4. Kurang Fleksibel dalam Memahami Konteks
AI masih kesulitan memahami konteks emosional yang kompleks atau cerita yang penuh nuansa, seperti ironi, sarkasme, atau pengalaman yang sangat personal. Wajar saja, kan robot tak punya empati, emosi dan akal juga.
5. Keamanan Data & Privasi Bisa Jadi Risiko
Jika aplikasi AI tidak memiliki perlindungan data yang kuat, ada risiko informasi pribadi bisa disalahgunakan atau disimpan tanpa izin pengguna. Faktanya, apapun yang anda ketikkan, atau suara yang anda kirimkan akan masuk ke database AI tersebut. Sehingga, apabila sistem proteksinya tidak baik, bisa saja di hack ataupun disalahgunakan oleh si pengembang maupun pihak lain yang tidak bertanggung jawab.
6. Bisa Menimbulkan Ketergantungan
Beberapa orang mungkin jadi terlalu bergantung pada AI untuk curhat, sehingga mengurangi interaksi sosial dengan manusia yang sebenarnya lebih penting dalam membangun hubungan emosional yang sehat. Â
Nah, setelah membaca uraian di atas, saya sangat berharap anda yang merasa bahwa AI ini begitu canggih, cepat-cepat tersadar bahwa ini adalah kecerdasan buatan yang satu sisi bermanfaat iya, namun di sisi lain memiliki banyak resiko juga terkait privasi dan bagaimana seseorang akan mengambil keputusan yang tepat.
Anda dan kita semua harus sadar, tak ada ceritanya kecerdasan buatan manusia mengalahkan kecerdasan otak manusia yang diciptakan Tuhan. Meskipun kadang sayapun ingin bilang, bahwa curhat ke manusia tak jarang bikin ill feel dan bikin nangis.Â
Bersyukurlah bahwa empati, emosi, akal, rasa itu ada dalam diri manusia, bukankah untuk mengasah skill kita dalam menjalani setiap ujian hidup memang membutuhkan semua itu? Semoga ulasan saya ini dapat menjadi tambahan referensi, sehingga pembaca budiman lebih bijak dalam memilih lawan interaksi yang logis.
Spill dulu sedikit, sepertinya di lain kesempatan saya ingin menuliskan topik yang relate juga dengan ini, "mengapa mbah google sering ngasi fitur gratis ke penggunanya, seperti email, maps, working space, login ke banyak aplikasi cukup dengan email dsb". Penasaran ga sih kenapa?
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI