Mohon tunggu...
Erniwati
Erniwati Mohon Tunggu... Penulis - ASN Yang Doyan Nulis Sambil Makan, Humas Kanwil Kemenkumham NTB

Traveling dan dunia tulis menulis adalah hal yang paling menyenangkan. Memberi manfaat kepada masyarakat melalui edukasi adalah hobby.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Bisnis Buku LKS di Sekolah Negeri, Apa Urgensinya?

3 Agustus 2024   20:36 Diperbarui: 3 Agustus 2024   20:38 279
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar : dokumentasi pribadi yang diolah di canva.com

Bisnis buku LKS di sekolah-sekolah Negeri, apa urgensinya? Pertanyaan ini membuat saya pribadi sebenarnya juga tidak habis pikir, sebagai seorang ibu dengan 3 anak yang bersekolah.

Sudah lama sebenarnya saya ingin sekali mengkritisi soal bisnis jual beli buku di Sekolah negeri, khususnya buku Lembar Kerja Siswa (LKS) yang harus dibeli tiap semester. Namun akhirnya bisa saya tuliskan malam ini, setelah tak sengaja nonton reels emak-emak berdaster di facebook.

Aksi Protes Emak-Emak Berdaster

Aksi emank-emak berdaster yang berdemo dengan membuang sejumlah buku-buku LKS ini di posting oleh media KaltimPost. Meskipun tidak saya lihat secara detil dimana lokasi kejadiannya.

The power of emak-emang memang tidak ada matinya. Bahkan sampai membawa alat-alat masak dari rumah utnuk memeriahkan aksi protes mereka terhadap kebijakan sekolah terkait buku LKS ini.

Meskipun di kolom komentar ada dua kubu yang juga berperang, yaitu kubu pro LKS dan yang menentang adanya jual beli buku-buku LKS ini. 

Dalam aksi protesnya yang saya tonton, seorang orator berdaster dari atas mobil pick up meneriakkan ketidaksetujuannya terhadap adanya bisnis jual beli buku ini. Begini kira-kira bunyinya'

"Ini tujuannya bisnis, bukan mendidik", tegasnya singkat, padat dan jelas.

Meskipun dalam aksi ini banyak sekali buku LKS yang dibuang di hadapan sejumlah Pol PP yang berjaga di lokasi, namun saya dengar komitmen para pendemo ini memang tidak ingin menimbulkan kerusakan.

Dalam caption short reels ini sendiri sudah dituliskan, bahwa 'bukannya kami tidak menghargai buku. Hanya ini sudah menumpuk dan tidak tergunakan. Karena setiap tahun tidak bisa diwariskan kepada adik kelasnya. Hari ini buku mau kami hadiahkan pada pemerintah agar mereka bisa menyumbangkan kepada warga tidak mampu'.

Urgensi LKS 

Dari pertanyaan saya yang dulu-dulu tidak pernah terjawab, sebenarnya caption dalam reels tersebut ada benarnya, dan bahkan mewakili banyak sekali orang tua murid, khususnya SD sampai SMA.

Apa sih urgensinya LKS ini? Bukankah sekolah Negeri seharusnya tidak ada lagi buku paket pelajaran yang harus dibeli? Ataukah buku paket yang disediakan pemerintah se minim itu materi ajarnya bagi siswa?

Saya ingin berbagi sedikti opini, berdasarkan beberapa buku LKS putra putri saya yang harus dibeli di sekolah. Sampai detik ini saya lihat tidak ada materi substansial atau dasar yang ditampilkan dalam LKS ini. Melainkan hanya materi latihan dalam bentuk kisah pendek dan soal-soal saja.

Pun yang lucu, ada juga soal tersebut di dalam LKS namun jawabannya harus mencari dari sumber lain juga seperti internet. Lalu pertanyaan saya, sesibuk itukah para guru sehingga tidak bisa menghadirkan alternatif yang lebih urgen.

Karena ketika kita bicara urgensi, maka kita bicara sesuatu yang sifatnya krusial dan substansi alias pokok yang sangat berdampak. Lalu apa dampaknya LKS ini bagi para murid ini sebenarnya?

Saya ingat betul di jaman kami sekolah, sampai tahun 2002 barulah buku LKS ini muncul dalam rangka mengurangi beban para guru memberikan pelatihan soal tambahan kepada siswa. Catat, tambahan bukan jadi pokok tugas siswa.

Karena saya ingat betul, bahwa para guru kami dulu akan selalu mendikte atau menuliskan soal-soal yang mereka buat sendiri berdasarkan materi lengkap dari buku paket sekolah yang disediakan. Saya melihat tujuannya adalah untuk menggali sejauh mana kemampuan kami menyelesaikan dan menguasai suatu materi.

Dan tidak ada guru yang memberikan tugas hanya berdasarkan LKS, melainkan mereka membuat soal-soal latihan maupun tugas tersebut dengan pikiran mereka sendiri. Dibuat setelah memberikan penjelasan materi di depan kelas.

Selanjutnya ketika saya pikir-pikir lagi, Apakah memang sekarang sudah tidak ada papan tulis di tiap sekolah negeri ini? Sehingga sulit menuliskan soal-soal tersebut di papan untuk di salin siswa? 

Ataukah sebegitu lelahnya para guru sekarang sehingga tidak punya waktu lagi membuat soal-soal untuk para siswa. Atau mungkin tidak bisakah seorang guru membeli satu buku LKS saja sebagai pegangannya, yang soal-soalnya relevan dengan buku paket, sehingga jawabannya bisa ditemukan dalam buku paket yang tersedia?

Bukankah dengan membaca buku paket dalam rangka mencari jawaban soal-soal ini, akan justru membuat mereka membaca materi juga. Bukankah ini cara memaksa mereka belajar paling simple?

Ah sampai sekarang, saya hampir tidak bisa menemukan dimana sih urgensinya membeli LKS ini yang harus dibeli tiap semester. 

Boros Buku, Tak Berfaedah, Tak Ramah Lingkungan

Bagi saya pribadi, dari sudut pandang saya sendiri, ini bukanlah masalah uang semata. Meskipun harus kita akui bersama, bahwa tidak semua orang tua punya kantong yang mencukupi untuk biaya sekolah anak-anaknya.

Memang Sekolah Negeri sudah tidak pakai SPP, tapi ingat, bayar seragam masih ada, beli sepatu, beli tas, beli atribut, lalu apakah harus bertambah lagi dengan beli buku LKS yang cuma terpakai 6 bulan sekali ini?

Mari kita analisa bersama, bukankah sebuah pemborosan ketika beli buku LKS misalnya 8 -10 buku tiap semester, habis semester dibuang tak terpakai lagi karena soal semua sudah terjawab.

Lalu dimana manfaat sebuah buku ketika habis pakai lalu dibuang? Bukankah kita sepakat bahwa buku seharusnya menjadi jendela dunia bagi anak-anak kita? Tak ada faedahnya ketika buku yang ratusan banyaknya ini setiap 6 bulan sekali dibuang percuma.

Tak bisa digunakan oleh adik kelas, karena entah bagaimana tiap tahunnya, selalu buku LKS yang berbeda yang datang dan dipesan. Tidak pernah sama dengan tahun sebelumnya, dan saya bertanya lagi, apa maksudnya?

Di samping itu, buku LKS yang terbuang ini juga berdampak pada lingkungan hidup, entah dalam bentuk sampah maupun akibat banyaknya penebangan pohon.

Perlu dicatat, Umumnya bahan pokok pembuat kertas adalah selulosa yang terdapat pada kayu. Semakin banyak kebutuhan kertas maka semakin banyak pula kayu yang dibutuhkan. Lalu mau berapa lama lagi siklus boros, tak berfaedah dan tak ramah lingkungan ini harus dipertahankan?

Pentingnya Kebijakan Tegas Dalam Bentuk Aturan, Stop Buku LKS

Sebelumnya saya mohon maaf apabila ada tenaga pengajar yang tidak setuju dengan opini saya, sebagai orang tua, sebagai pengajar di rumah, sebagai ASN, bahwa saya memang menentang jual beli buku LKS ini.

Oleh sebab itu, melalui tulisan saya ini, saya ingin menyampaikan bahwa sangat penting bagi pihak-pihak berwenang untuk mengambil kebijakan tegas dalam bentuk aturan terkai buku LKS ini.

Please bapak/ibu yang berwenang di atas sana, tolong buatkan kebijakan agar STOP BUKU LKS ini segera terlaksana. Agar anak-anak kembali lagi ke materi pokok sesuai yang di sediakan pemerintah di tiap-tiap sekolah.

Kepada bapak/ibu guru pengajar, saya sangat berharap adanya keikhlasan untuk tidak membebani siswa dengan membeli buku LKS ini, pesan tiap tahun yang berbeda-beda. Padahal kalau dipikir secara logika, bukankah bisa buku LKS yang lama dijadikan bahan pemberian soal latihan yang dituliskan di papan tulis saja?

Jadi agar tidak terbuang sia-sia, menambah sampah dan tumpukan kertas-kertas tak terpakai. Bukankah kita sebagai pendidik juga harus paham bagaimana menyelamatkan bumi dengan meminimalisir pemborosan kertas seperti ini?

Belum lagi ketika bicara ekonomi dari para orang tua yang tidak mampu, atau masyarakat ekonomi menengah ke bawah. Betapa beratnya setiap 6 bulan harus membeli buku LKS yang cuma berisi soal-soal latihan.

Persepsi Publik Yang Perlu Dipikir Lagi

Yang terakhir sekali ingin saya ulas, tentang banyak persepsi yang menurut saya perlu di telaah kembali. Seperti persepsi bahwa orang tua tidak berani berkorban demi pendidikan anak.

Bapak Ibu, saya yakin orang tua manapun yang paham pentingnya pendidikan akan berjuang untuk anak-anaknya. Bahkan tak kenal rintangan, hajar saja demi kebutuhan pendidikan putra-putrinya.

Atau ada yang melontarkan kalimat 'tidak beli tidak apa-apa, kan tidak dipaksa', Hey memang tidak dipaksa, tapi anak merasa terkucilkan. Anak pulang lalu bilang 'semua temen punya buku LKS' atau ketika ada tugas dari guru 'Ga dikasi pinjem temen'. 

Lalu orang tua mana yang tega mendengar atau melihat anaknya dikucilkan begitu? Jadi menurut saya secara tidak langsung sebenarnya anak-anak memang wajib beli.

Hanya yang saya tidak mengerti, untuk alasan apa para pendidik, pengajar, atau pihak sekolah mengadakan pembelian atau penjualan buku LKS dengan isi yang berubah terus setiap tahunnya? Materi kurikulum kan sama ya, lalu apa hal buku LKS ini berubah wujud dan isi tiap tahunnya?

Maka tak heran para orang tua dan masyarakat atau publik memang punya persepsi yang sama "SEKOLAH BISNIS JUAL BELI LKS" itu memang ada. Kalau tidak bisnis, kenapa tidak samakan saja pesan LKS seperti tahun kemarin?

Logika saja, yang pesan kan sekolah. Kalau bicara bisnis, ada permintaan pasti ada penawaran. Atau kalau ada penawaran duluan, bukankah pihak sekolah bisa lebih bijak terkait mana yang lebih urgensi dari sebuah lembaga pendidikan?

Semua yang saya tuliskan ini adalah pertanyaan yang selalu bergema di kepala saya, pun dengan banyak orang. Semua tulisan ini saya harapkan bisa ikut mewakili isi hati kami para orang tua, karena sudah banyak juga tulisan dan keluhan soal ini di berbagai media.

Ah, akhir kata, sejujurnya saya tidak bertujuan menyalahkan apalagi menyudutkan para guru dan pihak sekolah. Melainkan kepada pihak-pihak terkait yang berwenang, dengan kerendahan hati mohon kepada anda-anda semua untuk ditelaah kembali.

APA BENAR BUKU LKS ini se urgen itu?

*guru adalah teladan, maka mengajarkan mereka memanfaatkan sesuatu secara efektif dan efisien adalah sebuah keharusan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun