Jadi agar tidak terbuang sia-sia, menambah sampah dan tumpukan kertas-kertas tak terpakai. Bukankah kita sebagai pendidik juga harus paham bagaimana menyelamatkan bumi dengan meminimalisir pemborosan kertas seperti ini?
Belum lagi ketika bicara ekonomi dari para orang tua yang tidak mampu, atau masyarakat ekonomi menengah ke bawah. Betapa beratnya setiap 6 bulan harus membeli buku LKS yang cuma berisi soal-soal latihan.
Persepsi Publik Yang Perlu Dipikir Lagi
Yang terakhir sekali ingin saya ulas, tentang banyak persepsi yang menurut saya perlu di telaah kembali. Seperti persepsi bahwa orang tua tidak berani berkorban demi pendidikan anak.
Bapak Ibu, saya yakin orang tua manapun yang paham pentingnya pendidikan akan berjuang untuk anak-anaknya. Bahkan tak kenal rintangan, hajar saja demi kebutuhan pendidikan putra-putrinya.
Atau ada yang melontarkan kalimat 'tidak beli tidak apa-apa, kan tidak dipaksa', Hey memang tidak dipaksa, tapi anak merasa terkucilkan. Anak pulang lalu bilang 'semua temen punya buku LKS' atau ketika ada tugas dari guru 'Ga dikasi pinjem temen'.Â
Lalu orang tua mana yang tega mendengar atau melihat anaknya dikucilkan begitu? Jadi menurut saya secara tidak langsung sebenarnya anak-anak memang wajib beli.
Hanya yang saya tidak mengerti, untuk alasan apa para pendidik, pengajar, atau pihak sekolah mengadakan pembelian atau penjualan buku LKS dengan isi yang berubah terus setiap tahunnya? Materi kurikulum kan sama ya, lalu apa hal buku LKS ini berubah wujud dan isi tiap tahunnya?
Maka tak heran para orang tua dan masyarakat atau publik memang punya persepsi yang sama "SEKOLAH BISNIS JUAL BELI LKS" itu memang ada. Kalau tidak bisnis, kenapa tidak samakan saja pesan LKS seperti tahun kemarin?
Logika saja, yang pesan kan sekolah. Kalau bicara bisnis, ada permintaan pasti ada penawaran. Atau kalau ada penawaran duluan, bukankah pihak sekolah bisa lebih bijak terkait mana yang lebih urgensi dari sebuah lembaga pendidikan?
Semua yang saya tuliskan ini adalah pertanyaan yang selalu bergema di kepala saya, pun dengan banyak orang. Semua tulisan ini saya harapkan bisa ikut mewakili isi hati kami para orang tua, karena sudah banyak juga tulisan dan keluhan soal ini di berbagai media.
Ah, akhir kata, sejujurnya saya tidak bertujuan menyalahkan apalagi menyudutkan para guru dan pihak sekolah. Melainkan kepada pihak-pihak terkait yang berwenang, dengan kerendahan hati mohon kepada anda-anda semua untuk ditelaah kembali.