Mohon tunggu...
Erniwati
Erniwati Mohon Tunggu... Penulis - ASN Yang Doyan Nulis Sambil Makan, Humas Kanwil Kemenkumham NTB

Traveling dan dunia tulis menulis adalah hal yang paling menyenangkan. Memberi manfaat kepada masyarakat melalui edukasi adalah hobby.

Selanjutnya

Tutup

Parenting Artikel Utama

Anak Mulai Tantrum? Cek 5 Baterai Cintanya Dulu Yuk, Siapa Tahu Sudah Mulai Low

25 Juni 2024   13:39 Diperbarui: 26 Juni 2024   12:16 290
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Anak Mulai Tantrum? Jangan ikutan tantrum bun, coba cek 5 Baterai Cintanya Dulu Yuk, Siapa Tau Sudah Mulai Low bun. 

Kali ini bukan tentang anak laki-laki saja ya, namun juga si anak perempuan. Pasalnya mereka memiliki perbedaan ternyata, yang sangat fundamental meskipun lahir dari rahim yang sama.

Nah, kali ini saya ingin share ilmu dan pengalaman parenting sedikit, setelah mendengarkan teorinya dan saya praktekkan sendiri di rumah. Alhamdulillah, memang sangat membantu dalam menghadapi berbagai tingkah polah mereka di rumah secara bijak.

Lalu, apa saja sih 5 baterai cinta si buah hati ini? Jadi, kelima baterai cinta ini adalah:

  • Sentuhan Fisik 
  • Menerima Hadiah 
  • Kata-kata Peneguhan
  • Tindakan Pelayanan 
  • Waktu Berkualitas. 

Perbedaan Baterai Cinta Utama Anak-anak saya

Selalu jadi yang paling berkuasa atas ibunya, anak laki-laki saya satu-satunya ini adalah typical yang memang sangat suka dengan sentuhan kasih sayang. Sebagai seorang ibu, saya pun ternyata wajib mengamati dan menganalisa apa sih baterai utama si adek ini.


Hal ini mulai saya sadari saat mendengarkan penjelasan dari bunda Elly Risman Musa, seorang psikolog yang juga seorang spesialis pengasuhan anak. Beliau sangat sering muncul belakangan di berbagai media sosial, dimana beliau banyak memberikan ceramah terkait parenting yang baik dan benar.

Dari situ, saya pun mulai mencoba menganalisa dari berbagai tingkah polah anak-anak saya yang memang berbeda-beda dalam menunjukkan bahasa cintanya untuk saya. Saya pun tidak kesulitan menemukan bahwa ketiganya ternyata berbeda-beda baterai utamanya.

Si kakak yang saat ini berusia 17 Tahun, ternyata sangat kooperatif ketika saya menghabiskan waktu berdua dengannya, bercerita banyak hal, berdiskusi santai sambil mendengarkan lagu atau bahkan utak-atik kerajinan tangan. Biasanya sehabis menghabiskan waktu seperti ini, dia akan sangat penurut, dan lebih stabil terhadap saudaranya yang lebih kecil.

Itu artinya, si anak sulung saya ini memang baterai utamanya adalah waktu yang berkualitas. Selain memang kalimat-kalimat motivasi yang meneguhkan hatinya.

Kemudian ada si tomboy, yang anak tengah, perempuan berusia 10 Tahun yang luar biasa vokal dan pemberani. Namun ternyata dialah yang memiliki baterai utama suka memberi hadiah dan suka diberi hadiah. Padahal hadiahnya kadang cuma camilan harga 2 ribuan, baginya itu berharga. Atau ucapan terima kasih sambil disuguhi hadiah minuman jus buatan saya. 

Seketika si tomboy ini akan jadi sangat manis, bahkan tak jarang ambil sapu, membersihkan seisi rumah, ngepel pun dilakoninya sampai urusan dapur juga begitu.

Itu artinya, si tengah ini adalah anak dengan baterai utamanya yaitu diberi hadiah dan penghargaan. Sehingga ketika ia telah terisi baterai utamanya, seringkali dia memberikan saya hadiah-hadiah berupa gambar, ungkapan cinta maupun hadiah berupa perilaku manisnya. 

Beda lagi dengan si bontot, yang notabene memang paling berkuasa atas saya. Artinya, mama cuma boleh dipeluk dia, dicium dia dan cuma boleh menemani dia. Untuk anak laki-laki saya ini, ternyata baterai utamanya adalah sentuhan. Dia akan sangat lumer jika dipeluk atau saya cium. 

Selain itu sangat suka di suapin, apalagi di elus-elus sambil nonton, waduh sudahlah, perintah apa saja yang saya bisikkan akan langsung di eksekusi sambil bilang, 'sayang mamak'.

Artinya, si bontot ini baterai utamanya adalah sentuhan fisik, dan yang kedua pelayanan. Sehingga tak heran ketika baterainya sudah saya charge lagi, maka perlakuannya pun akan jadi sangat manis. Bangun tidur langsung peluk mama, cium, tanya apa yang bisa dia bantu untuk saya.

Sumber: Freepik/seventyfour 
Sumber: Freepik/seventyfour 

Indikator Baterai Cinta Mulai Low

Lalu darimana melihat baterai cinta mereka mulai Low? Sepanjang pengalaman saya, ketika baterai cinta mereka mulai low maka mereka akan menunjukkan beberapa sikap menyebalkan, bagi saya.

Seperti misalnya, si kakak yang cepat emosi dengan adik-adiknya ketika mereka berulah, atau mengerjakan tugas di rumah setengah-setengah. Ataupun si tomboy yang cepat meradang dan teriak-teriak ketika bermain dengan adiknya. Pun ketika dia harus menyelesaikan tugas rumah yang saya bebankan.

Kemudian ketika anak laki-laki ini mulai tantrum saat bermain atau ketika dimintai tolong sesuatu di rumah. Bahkan tak jarang dia mulai menyerang kakak perempuannya, hanya karena hal sepele. Ataupun merengek-rengek tidak karuan.

Semua hal ini, bagi saya menjadi indikator yang cukup mudah untuk saya analisa. Sehingga, tak jarang ketika menemukan sikap mereka mulai menyebalkan, sayapun mulai menyusun jadwal kapan bisa mengisi kembali baterai-baterai cinta mereka, khususnya baterai utama.

Mungkin terdengar agak lucu ya ibu-ibu, namun saya sendiri pun tidak menyangka, bahwa hal ini akan sangat membantu saya untuk menjadi lebih dekat dengan mereka. Mengenali apa yang sebenarnya mereka butuhkan secara naluriah, secara psikologi.

Terkhusus untuk anak perempuan saya yang sedang beranjak remaja saat ini, ternyata pengetahuan terkait 5 baterai cinta ini membuat saya jadi tidak perlu meraung-raung seperti ibu kebanyakan. Membentak-bentak tapi hasilnya mereka malah menjauh, dan hilang kepercayaan kepada kita.

Atau si tomboy yang tak takut apapun, yang harus saya tangani tanpa harus kehilangan wibawa saya sebagai seorang ibu. Alhasil , meskipun kadang saya bikin mereka sebel, namun di akhir hari semua anak-anak saya akan mencium dan memeluk saya sebelum tidur. Minimal 'good night mama sayang', dan pelukan wajib dengan kalimat mesra dari si bontot 'sayang mama'.

Menjadi Orangtua, Belajar Sepanjang Usia

Semua pengalaman ini membuat saya sebenarnya menyadari, bahwa menjadi orang tua adalah tugas belajar sepanjang usia. Belajar memahami karakteristik mereka, memahami bagaimana wawasan dan perlakuan kita. Belajar menganalisa dan mengevaluasi.

Sungguh sebuah tugas kompleks yang luar biasa. Namun banyak hal-hal yang sangat berwarna dari menjadi orang tua. Seni menyikapi perubahan masa dari tiap pertumbuhan anak-anak kita. Keterampilan memanajemen emosional, baik diri sendiri maupun ketika berhadapan dengan mereka.

Meskipun pada akhirnya, saya pribadi merasa semua ini manis dan sangat berharga. Bukankah waktu tak akan terulang kembali ketika mereka masih kecil dan muda? Lalu, tunggu apalagi bunda? Yuk mulai belajar lagi tentang parenting.

Agar anak-anak kita, minimal akan selalu ingat bagaimana baterai cinta itu kita berikan kepada mereka. Dan ketika kita tua nanti, baterai cinta itu akan mereka gunakan untuk memenuhi hari-hari tua kita dengan cara yang sama. Cara yang penuh cinta dan kasih sayang.

*Untuk buah hatiku, kalian adalah inspirasi yang memberi warna di setiap langkah hidupku. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun