Mohon tunggu...
Erniwati
Erniwati Mohon Tunggu... Penulis - ASN Yang Doyan Nulis Sambil Makan, Humas Kanwil Kemenkumham NTB

Traveling dan dunia tulis menulis adalah hal yang paling menyenangkan. Memberi manfaat kepada masyarakat melalui edukasi adalah hobby.

Selanjutnya

Tutup

Parenting Pilihan

Eksistensi Panti Jompo, Bukan Hanya Soal Budaya tapi Nurani Manusia

4 Juni 2024   08:28 Diperbarui: 4 Juni 2024   08:53 158
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Panti Jompo, adalah tempat mengerikan untuk saya dan saya yakin bukan hanya saya. Siapa di masa tuanya yang ingin tinggal di sana, bersama orang-orang yang senasib, bukan bersama keluarganya. Maaf sebelumnya, saya tuliskan kalimat pembuka yang mungkin tidak mengenakkan, setidak mengenakkan perasaan saya ketika berkunjung 4 tahun lalu.

Benar, 4 tahun lalu saya pernah mengunjungi sebuah panti jompo dalam rangka bakti sosial. Meskipun sambil sedikit menahan nafas dari bau yang tidak sedap, namun rasa terenyuh dan ingin menangis melihat pemandangan di hadapan saya tak bisa saya sembunyikan. Ingin rasanya lari dari tempat itu secepatnya, namun tugas kantor membuat saya harus bertahan beberapa menit lagi.

Baikkah Menitipkan Orang tua di Panti Jompo?

Pertanyaan yang membacanya saja sebenarnya membuat saya miris, tentu saja TIDAK!. Bagi saya pribadi, yang masih punya seorang ibu dan hanya seorang ibu tanpa ayah, hal itu tidak akan pernah saya lakukan. Mau dilihat dari sisi manapun, agama, etika sama sekali tidak ada celah yang membuat saya ataupun yang sejalan dengan pemikiran saya mendukung hal itu.

Jika kita ingin tanya pada hati nurani, dimana baiknya menitipkan orang tua di Panti Jompo? Jika alasannya kurang ekonomi, apakah dulu mereka menghidupi kita tidak dengan banting tulang?

Jika alasannya orang tua cerewet, apakah dulu kita tidak lebih merepotkan dan berisik? Jika alasannya kita sibuk dan tidak ada yang mengurusi, bukankah kita bisa banting tulang juga untuk bayar seseorang yang bisa menemaninya ketika kita bekerja?

Maka dari semua yang saya tanyakan di atas, saya adalah seseorang yang tidak setuju dengan hal menitipkan orang tua di panti jompo selagi anaknya masih hidup dan ada. Memang keadaan tiap-tiap manusia berbeda, tapi bukankah kita punya dan diberi hati yang sama bentuknya? Punya nurani sebagai manusia juga.

Konsep Panti Jompo Bukan Budaya Kita

Konsep panti jompo bukan budaya kita. Ini adalah fakta menurut saya, karena membaca sejarahnya bahwa perawatan lansia di institusi khusus, berawal dari zaman kuno seperti  Yunani dan Romawi kuno, di mana ada institusi yang merawat orang tua yang tidak memiliki keluarga untuk mendukung mereka. Ingat, tidak memiliki keluarga.

Lalu di Eropa pada Abad Pertengahan, gereja dan biara sering kali menyediakan perawatan bagi orang tua, miskin, dan sakit. Ini sering kali dilakukan sebagai bagian dari misi amal mereka. Bagaimana dengan Indonesia?

Saya lansir dari laman haibunda.com, Jejak awal berdirinya panti jompo di Indonesia dimulai sejak zaman Kongsi Dagang Hindia Timur atau VOC, dimana saat itu VOC sudah memiliki pandangan bahwa lansia harus dirawat dan diberdayakan karena alasan rasa kemanusiaan dan keagamaan.

Selain itu, para lansia di zaman itu sebenarnya bukan pribumi melainkan bekas tentara dan pegawai VOC. Mereka kebanyakan hidup sebatang kara dan dalam keadaan miskin, sehingga agar tidak menimbulkan masalah baru, diputuskan untuk menyantuni dengan memberikan tempat tinggal bersama.

Menurut Sejarawan Hendrik E. Niemeijer dalam Batavia Masyarakat Kolonial Abad XVII (2012), panti jompo biasanya berdiri berdampingan dengan panti asuhan yatim piatu. Itulah sebabnya Rumah sakit dan rumah jompo mulai muncul, meskipun dengan fasilitas yang sangat terbatas.

Harapan ke depan

Sebagai seorang anak dan juga seorang ibu, saya tak akan pernah berharap mengunjungi panti asuhan apalagi sampai mimpi untuk ada di sana. Namun tekad itu bukan tanpa usaha dari diri saya sendiri. Sejak sekarang saya sudah mempersiapkan diri, bahkan dari puluhan tahun lalu. Saya akan menjaga kesehatan saya, saya atur pola makan, belajar banyak wawasan tentang bagaimana pola hidup sehat dan makanan sehat itu sebenarnya.

Disiplin dalam melatih kekuatan tulang, menjaga spiritual dengan mendekatkan diri kepada Tuhan, semua itu adalah bentuk upaya saya agar sebisa mungkin ketika lansia tetap aktif bergerak, tidak merepotkan siapapun apalagi sampai harus masuk panti jompo. Karena bagi saya, itu adalah tempat dimana tidak ada cinta keluarga, selain rasa kasihan dan asas moralitas semata.

Pun dengan berbagai upaya saya ke depan, saya juga sampaikan kepada pembaca budiman. Janganlah lagi anda berharap kesehatan di hari tua jika dari sekarang tak pernah peduli dengan kesehatan sendiri. Berharap makan apa saja yang penting sehat, berfikir tanpa olahraga yang penting sehat. Semua itu hanya omong kosong, karena tak mungkin kaya tanpa bekerja, punya warisanpun pasti habis jika tak dikelola. Intinya semua butuh usaha.

Mirisnya banyak orang tua yang berharap tua nanti dirawat anak hingga tak perduli bagaimana menjaga kesehatan sendiri. Padahal belum tentu juga pola asuh yang diterapkan membuat anak ini nanti nya mencintai dan perhatian kepada kita di saat lansia. Oleh sebab itu, pada pembaca budiman, ada baiknya persiapkan dari sekarang.

Negara memang menjamin kaum lansia melalui panti jompo, tapi pertanyaan saya sekali lagi, siapa yang mau berakhir di tempat itu? Orang tua mana yang ingin dititipkan di sana, jika ada keluarga hanya dijenguk sesekali saja? Meskipun dimensia atau sudah pikun, apakah nyaman di luar rumah sendiri?

Panti Jompo dan Perannya

Saya sendiri tidak ingin menjudge panti jompo sebagai tempat yang menyedihkan,  karena faktanya tempat ini juga memiliki perannya sendiri. Khususnya bagi mereka yang ditinggalkan atau tak punya keluarga. Mereka yang mungkin ditemukan hidup sendiri tanpa ada yang mengurusnya.

Melihat perkembangan saat ini, dimana konsep panti jompo telah berkembang dari akar amal dan komunitas menjadi sistem yang lebih formal dan terstruktur dimana pemerintah terus berusaha memberikan perawatan dan dukungan yang layak bagi lansia. Seperti misalnya berbagai konsep yang ditawarkan dalam merawat mereka diantaranya selain panti jompo tradisional, alternatif seperti layanan perawatan di rumah, komunitas lansia, dan fasilitas hidup mandiri yang memberikan pilihan yang lebih beragam bagi lansia dan keluarganya.

Keberadaan panti jompo juga sebagai bentuk tanggung jawab negara terhadap kelompok rentan seperti lansia ini, sehingga tentu saja harus mendapat apresiasi juga.  Di samping tentu saja para perawat dan mereka yang menjadi volunteer dalam merawat mereka yang tinggal di sana. 

Jadi tidak benar juga ketika kita berpikir bahwa panti jompo adalah tempat penelantaran, karena pada dasarnya ada mekanisme dan prosedur perawatan yang di tetapkan juga. Mungkin bila dilihat dari kacamata luar, betul ini adalah tempat dimana seorang anak menelantarkan orang tuanya, tapi jika dilihat dari dalam, ini adalah tempat dimana mereka mendapat layanan di masa tuanya.

Hati Nurani dan Moralitas

Bicara hati nurani baiknya kita yang masih memiliki orang tua mulai berfikir juga tentang moralitas. Pantaskah kita sebagai seorang anak yang dilahirkan, dirawat dengan begitu baiknya oleh orang tua kita sekian puluh tahun, kemudian tanpa belas kasihan menempatkan mereka jauh dari orang-orang yang dikasihinya? 

Dalam agama saya, Islam, seorang ibu punya kedudukan tinggi dalam kehidupan anak-anaknya. Doanya tak tertolak, doanya diijabah, doanya pembuka pintu surga, keridhaan Allah ada dalam Ridhanya, lalu mengapa kita begitu berani tak tak bernurani ingin menitipkan mereka di panti Jompo?

Kemudian kita sebagai orang tua yang memiliki anak, mulailah belajar parenting bagaimana mendidik anak. Tanamkan ke diri kita bahwa banyak hal yang harus kita ajarkan tentang tanggung jawab dan kasih sayang. Perbaiki diri kita dalam berperilaku, karena apa yang kita tunjukkan kepada anak, apa sikap perilaku yang kita tunjukkan pada mereka, akan kembali kepada kita juga di hari tua.

Nurani sebenarnya tak pernah berdusta, Moralitas juga kita semua punya. Namun kadang kesibukan dunia membuat kita lupa bahwa ada harta dan modal menuju ke surga yang kadang kita abaikan. Merekalah Orang tua kita.

Terakhir saya hanya ingin sampaikan, ini adalah murni keprihatinan saya saat mengingat bagaimana hawa menydihkan ketika berkunjung ke sebuah panti jompo empat tahun lalu. Tak bermaksud men judge siapapun yang akan membaca tulisan saya ini.  

*Untuk ibuku, apapun yang terjadi kau akan tetap di sisiku, meskipun kita kerap tak satu pandangan, kerap adu argumen namun rumahku adalah tempat terakhirmu akan bernaung. Untuk putra putriku semoga kalian selalu diterangi cahaya iman sehingga menjadi manusia-manusia yang berbakti nantinya. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun