Kuliah bukan tentang jenjang pendidikan, tapi tentang kebermanfaatan ilmunya. Kira-kira itulah yang langsung muncul di pikiran dan hati saya ketika membaca topik pilihan yang satu ini. Tentunya bukan tanpa sebab kalimat dalam judul di atas tiba-tiba tercetus di otak saya. Melintas begitu saja.
Saya Lulusan SMK
Saya flashback sedikit tentang masa lalu, dimana saya adalah seorang anak PNS golongan I saat itu.
Gaji Bapak saya pas-pasan untuk menyekolahkan kami berdua, dengan seorang adik yang masih balita. Ibu pun membantu dengan jualan makanan ringan untuk anak-anak SD ketika itu demi memperjuangkan kami tetap sekolah dan menimba ilmu dengan layak.
Sejak duduk di bangku SMP saya sudah punya tekad, bahwa saya akan masuk SMK dan akan bekerja. Pasalnya ketika itu, tahun 2002 saya lihat beberapa senior-senior saya di SD dulu sudah pada bekerja. Ketika saya tanya, katanya masuk SMK enak, bahkan saat praktik kerja Lapangan sudah di tawari kerja.
Tekad itu bukan tanpa alasan, karena saya tahu rasanya dapat uang jajan pas-pasan. Kadang tak cukup dan tahan lapar hingga pulang sekolah baru makan di rumah. Meskipun saya dapat beasiswa supersemar sedari SD atas peringkat yang selalu bisa saya pertahankan, namun tentu saja tidak enak rasanya minta-minta terus sama orangtua. Jadi, singkatnya, saya masuk salah satu SMK favorit kala itu, dengan urutan perangkingan berada di posisi urutan ke 11. Senang, karena bisa lolos seleksi pendaftaran dengan mudah.
Selama tiga tahun di SMK, banyak hal yang saya pelajari khususnya kompetensi dasar. Mulai dari administrasi tata persuratan, kearsipan, marketing, akuntansi, performance, bahasa, komputer dan banyak hal lain yang tidak didapatkan di sekolah Menengah Umum biasa. Anggaplah memang itu yang saya cari, hingga seberat apapun dan sebanyak apapun tugasnya saya paksa diri untuk meraih nilai terbaik.
Dan benar saja, lulus SMK saya pun bekerja meskipun cuma jaga konter 3 bulan dan bertualang sebagai sales di sebuah cabang perusahaan elektronik besar.
Demi mandiri dan menghidupi diri sendiri, saya tidak takut apalagi malu. Bukankah saya di sekolahkan 12 tahun lamanya memang untuk dapat survive dan sukses?
Tak Ada Niat Kuliah Tapi Lulus PNS
Sedari awal memang niat saya bekerja, tak ada keinginan kuliah sama sekali. Apalagi melihat kondisi ekonomi keluarga yang pas-pasan, tak tega rasanya harus minta kuliah. Cukup dengan ilmu yang saya punya pekerjaan apapun yang related dengan kompetensi saya, akan saya jalani. Begitu kira-kira bunyi tekad lulusan SMK model saya.
Jarak 8 bulan dari lulus SMK, setelah merasakan pahitnya jadi sales juga akhirnya seorang teman mencari saya ke rumah. Tujuannya cuma satu, mengajak saya ikut test CPNS, saya ingat betul waktu itu Februari 2006. Dalam pikiran saya ini hal yang baru, dan saya bahkan tidak ingin memberitahu orang tua saya tentang itu. Namun akhirnya saya yang suka nekat, luluh juga dengan kalimat mari kita coba.
Lucunya waktu pendaftaran tinggal besok, dan beberapa kelengkapan berkas persyaratan belum juga saya urus. Namun dasarnya nekat, besoknya kami sat set berdua urus sana-sini dan akhirnya selesai sekitar jam 2 siang.
Asal tahu saja, untuk membuat SKCK saat itu saya harus pinjam duit kepada teman saya itu, saking enggak punya modal, pun tak ingin minta orang tua.
Semua tahapan sudah saya lalui, sisa perjuangan terakhir ujian tulis dengan ratusan soal. Alhamdulillah, bahkan 45 menit sebelum waktu habis saya sudah menyelesaikan semua soal-soal itu, mudah sekali dalam kepala saya saat itu. Mungkin karena saya masih dalam moment "fresh graduate juga" sehingga soal-soal itu terasa sangat mudah. Singkatnya, jarak beberapa lama (saya lupa sekitar sebulan atau 2 bulan waktu itu) hingga akhirnya keluar pengumuman, dan ternyata saya lulus.
Bapak saya meneteskan air mata tidak percaya, ibu saya sujud syukur karena anaknya diterima, bukan di Pemda tapi Instansi Vertikal. Bagi mereka itulah kebanggaan, benar-benar tak disangka rejeki sudah ditentukan oleh yang Maha Kuasa.
Setelah PNS Baru Kuliah
Setelah menjadi PNS, setahun kemudian saya pun kuliah. Jujur masih malas berurusan dengan kelas, namun dari banyak pihak saya diberikan gambaran untuk segera kuliah. Akhirnya saya luluh dan memang kuliah lagi, S1 jurusan hukum.
Awalnya saya sangsi dengan hal-hal baru tentang bangku kuliah ini, yang akan mampu mengubah mindset atau otak saya. Namun tanpa saya sadari, banyaknya penjelasan tentang hukum ini ternyata mengubah mindset saya juga.
Banyak hal-hal di ruang kuliah yang ternyata membuka cara saya memandang berbagai hal, tentang bagaimana hukum itu dengan aneka keribetannya, dengan ragam implikasinya, tentang bagaimana menyikapinya. Tak saya pungkiri, bangku kuliah menyumbang sekian persen otak dewasa saya menjadi lebih kritis terhadap beberapa hal dengan cara yang positif.
Kuliah Bukan soal Jenjang dan Kewajiban, Tapi Manfaat Ilmunya Untuk Bekal Masa Depan
10 tahun menjadi PNS, saya belajar banyak hal yang bahkan agak meleset dari jurusan saya. Saya suka IT, tidak suka menghafal Undang-undang. Saya suka mempelajari Teknologi tapi sangat stres menghafal materi-materi hukum, atau aturan terbaru misalnya di kantor saya.
10 Tahun itu, saya banyak belajar menjadi website designer, menjadi penulis, mempelajari digital marketing, belajar SEO, pun dengan redaksi penulisan di berbagai platform. Hingga hari ini saya Alhamdulillah banyak dapat cuan dari kerjaan freelance di luar kantor.
Teman sebangku kuliah saya dulu, ada yang sudah jadi panitera dan jaksa, ada yang bahkan punya firma hukum besar di Bogor dan Jakarta sebagai pengacara, bahkan konsultan hukum di pemerintahan. Ah, padahal mereka dulunya saya ingat banyak yang datang kuliah dengan fasilitas minim, tapi rajin.Â
Tapi ini bukan tentang saya, bukan tentang hobi saya, atau cerita hidup saya yang sangat layak detik ini. Bisa punya penghasilan tambahan yang kata kebanyakan orang "keren". Tapi lebih kepada bagaimana ilmu yang kita dapat di bangku kuliah ternyata mampu mengantarkan kita kepada hidup yang lebih layak nantinya.
Apa yang saya ceritakan tentang diri saya, adalah sampel, bahwa apabila kita tekun mempelajari ilmu yang menjadi passion kita bahkan yang tidak menjadi passion kita pun tetap bisa bermanfaat asalkan kita mau memahaminya. Tahu bagaimana mengimplementasikannya.
Kalau pun hari ini banyak yang katanya "sarjana banyak yang nganggur", bukankah ada peluang membuka usaha dari sedikit ilmu yang kita punya? Bagaimana sekiranya jika sulit cari kerja, kita buka usaha dengan ilmu yang sudah kita pelajari itu?Â
Dari pengalaman saya belajar banyak hal, saya ingin mengatakan bahwa, tidak masalah dengan lulusan SMA/SMK yang penting ilmunya bisa kita berdayakan sendiri. Pun tidak ada masalah sama sekali jika kita wajib kuliah, karena ternyata banyak sekali ilmu yang bisa kita dapatkan di bangku universitas.
Sama seperti saya, yang cuma iseng-iseng karena hobi belajar ini dan itu secara mandiri, otodidak. Namun 12 tahun kemudian, saya baru sadar semua yang saya pelajari itu ternyata berkaitan dalam banyak peluang usaha di dunia maya. Bukankah peluang selalu ada apabila kita jeli melihatnya?
Saya sangat berharap tidak ada lagi perdebatan kuliah wajib atau tidak, karena semakin tinggi ilmu yang kita punya biasanya semakin besar peluang terbuka. Faktanya di lapangan, kita kalau beli buah saja pilih yang paling baik dan tinggi kualitasnya. Atau kalau pilih barang elektronik di tanya dulu mana yang paling bagus speknya, itu sebuah siklus alami yang memang sudah ada sejak jaman dulu. Bahkan kalaupun kita adalah bosnya, bukankah kita juga tidak mau ada orang baru masuk kemudian menurunkan pendapatan usaha kita hanya karena skill-nya kurang?
Pentingnya Materi Kompetensi di jenjang SMA
Menurut saya pribadi, melihat ketatnya persaingan kompetensi saat ini yang tidak dibarengi dengan banyaknya lapangan kerja, membuat saya berpikir alangkah pentingnya mengajarkan materi tentang kompetensi dasar di tingkat SMA. Karena faktanya dengan mahalnya biaya kuliah saat ini, tidak semua orang bisa duduk di bangku kuliah. Mengandalkan beasiswa pun hanya bisa di dapat segelintir orang yang memang terpilih.
Dengan pembekalan dari tingkat SMA, minimal yang tidak lanjut kuliah bisa punya kesempatan dengan ilmu dan sedikit skill yang ada. Paling tidak, jika tak dapat melamar kerja, bisa melihat peluang untuk bertahan dan mempunyai kesempatan untuk berwirausaha. Apalagi jika ditata metode pembekalannya seperti anak-anak SMK, saya yakin mereka akan lebih percaya diri untuk menghadapi ketatnya persaingan dunia kerja.
Rejeki sudah diatur, kita hanya punya bagian untuk berusaha dan berikhtiar selanjutnya tawakal. Dan salah satu usaha atau ikhtiar kita adalah menuntut ilmu setinggi-tingginya, semampu kita, cari peluang sejeli mungkin dan temukan apa yang bisa kita lakukan dengan ilmu yang kita punya.
*Untuk kalian, para penuntut ilmu yang mampu berkuliah maupun yang tidak bisa menjangkau bangku kuliah. Ilmu itu penting dan berharga. 12 tahun lalu, posisi saya hanyalah mimpi, tapi dengan ilmu itu semuanya jadi nyata dan pasti.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H