Belakangan ini mencuat kembali nama CCTV karena kasus Ferdi Sambo. Ya, akhirnya, dengan susah payah, benda berharga tersebut dapat ditemukan juga. Semua bukti-bukti yang mengarah pada kegiatan yang telah dilakukan oleh Ferdi Sambo Cs, terambil sudah.Â
Semua sudah berada pada tangan yang tepat. Kita tinggal menunggu hasil pemeriksaan CCTV tersebut. Berkat CCTV, semua tidak bisa mengelak karena sudah terekam dengan baik.
CCTV atau Closed Circuit Television memang difungsikan untuk memperkuat keamanan, baik itu di rumah maupun perkantoran. Pemasangan CCTV bertujuan untuk lebih dapat memantau bagaimana situasi atau kondisi dari sebuah tempat, baik itu jarak jauh, maupun di sekitar ruangan kita. Bisa menjadi rem yang ampuh bagi orang-orang yang sedikit nakal, bahkan orang jahat.Â
Di era modernisasi, penempatan CCTV di berbagai tempat semakin banyak, dan sekarang bukan barang yang dianggap mewah lagi. Penjualannya pun sekarang sudah sangat banyak di mana-mana. Hampir di semua toko-toko elektronik, bahkan di penjualan online, dengan mudah dapat kita temukan. Begitu pula di setiap perkantoran, instansi dan lembaga, semua sudah memasang CCTV, termasuk di sekolah-sekolah.
Kerja CCTV di sekolah-sekolah memang lumayan efektif untuk di awal saja. Semakin ke sini, ternyata penyakit setiap sekolah hampir sama, tidak terlalu memperdulikan kinerja CCTV karena sudah dianggap hal yang biasa. Lagi pula, tidak semua kelas dilengkapi benda tersebut.Â
Hanya titik-titik tertentu saja yang dipasang. Jadi, penggunaan di sekolah lebih mengarah kepada keamanan dari kejahatan pihak eksternal saja, berhubung memang lumayan sering juga sarana prasarana sekolah-sekolah yang dijadikan tujuan pembobolan sejumlah computer, printer, laptop, atau barang berharga lainnya oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.Â
Sayangnya, untuk kecurangan dan kenakalan para pegawai kantoran/ PNS, CCTV belum bisa diandalkan.
Namun Pemerintah Provinsi Jawa Barat (bisa juga daerah lain, hanya saya tidak tahu namanya), sejak 2018, meluncurkan Kmob dan TRK. Dua aplikasi yang sepintas mirip CCTV, namun dampaknya sangat dahsyat karena berhubungan dengan kinerja para ASN. Bukan Jawa Barat Namanya kalau tidak juara.Â
Dalam hal aplikasi, Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat memang jawaranya. Terhitung mulai dari TRK, Kmob, Siap Jabar, e-pamgkat, mySapk, dll. Semua memenuhi layar ponsel. Belum lagi khusus untuk guru (SLTA), banyak aplikasi lain yang harus ditautkan dengan itu tadi.Â
Di antaranya Sim PKB, PMM, e-raport, Zoom, Gmeet, digi bank, ditambah aplikasi buat membantu membuat konten. Pokoknya rata-rata, guru Dikmen di Jawa Barat, pasti layar ponselnya penuh dengan aplikasi.Â
Jangan heran jika mengetahui kalau guru-guru SLTA banyak juga yang memiliki ponsel lebih dari satu. Begitulah, karena banyaknya aplikasi membuat ponsel menjadi menanggung beban yang sangat berat. Ya, memang Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat seakan ingin memaksimalkan kinerja para ASN yang berada di bawah lindungannya.
K-Mob.
K-mob atau Kinerja Mobile adalah sebuah aplikasi berbasis iQS dan android dengan menggunakan ponsel sebagai alatnya, didesain untuk digunakan di lingkungan pemerintahan. Pertama ada, di tahun 2018. Kmob merupakan cara untuk mengukur kinerja para pegawai yang meliputi sasaran kinerja pegawai dan perilaku kerja yang nantinya akan disinkronkan dengan data kehadiran pegawai.
Setiap hari, para ASN diharuskan untuk melakukan presensi dengan berselfie menggunakan kmob setiap sebelum pukul 7.00 wib hingga 15.30 wib. Presensinya harus di titik lokasi Gedung di mana kita bekerja, kecuali sedang dinas luar, atau sedang cuti, penentuan lokasinya disesuaikan dengan kebutuhan. Selama masa pandemic, fitur WFH dianjurkan sehingga para ASN dapat melakukan presensi di rumahnya masing-masing.
Selain itu, per tanggal 1 Juli 2022, semua ASN diwajibkan memasukkan aktivitas harian di  aplikasi TRK, berikut foto dan file dokumen yang harus diunggah sebagai barang bukti bahwa kita benar-benar melaksanakan tugas itu di jam yang sudah ditentukan. Intinya, para ASN diharuskan untuk mengisi aktivitas hariannya selama 450 menit berikut bukti-bukti nyata aktivitasnya.Â
Belum lagi video pemecahan masalah dan video pembelajaran yang harus dibuat pula di tiap bulannya, setelah sebelumnya harus diunggah dulu di akun youtubenya masing-masing.Â
Jangan lupa, di TRK pun kita diintruksikan untuk mengisi kompetensi diri sendiri berikut memilih rekan kerja yang memiliki kinerja terbaik setiap bulan, dan membandingkan 12 orang rekan kerja yang muncul secara random. Menilai diri aspek komunikasi, sosial, integritas, dll.
Luar biasa. Tidak semua ASN dapat membuat link Youtube, dan masih meraba-raba di dalam pengisian aplikasi TRK. Namun dengan adanya aturan diharuskannya mengisi TRK dan Kmob, mau tidak mau, berdampak juga akhirnya. Semua menjadi belajar membuat konten sendiri, dan yang pasti, melaporkan diri bahwa dirinya memang melaksanakan tugas setiap hari dengan baik dan penuh rasa tanggung jawab.
Apakah TRK dirasa seperti CCTV? Saya kira lebih karena kalau CCTV hanya memantau secara sepihak, namun aplikasi TRK dan Kmob menjadi komunikasi dua arah yang betul-betul dikendalikan. Bayangkan, semua ASN diharuskan memiliki foto kegiatan karena untuk pemenuhan pekerjaannya. Jadi, yang tidak suka berfoto, harus menerima kenyataan.
Dampak Negatif
Beban administratif para ASN menjadi lebih banyak. Jadi waktu istirahat agar di rumah tidak lagi mengerjakan pekerjaan kantor, susah untuk dilakukan karena terikat untuk mengisi aktivitas harian. Selain itu, memori ponsel para ASN juga menjadi sangat penuh karena berisi banyak sekali foto dan video, sehingga memengaruhi kepada kinerja ponsel itu sendiri.Â
Adakalanya aplikasi kmob tidak dapat dibuka atau loading karena memori full, sehingga mengakibatkan kita menjadi terlambat masuk di laporan kmobnya, padahal kita sudah datang sebelum pukul 07.00 wib.Â
Ditakutkan karena tidak mau terbebani, ASN menjadi malas mengerjakan tuntutan tersebut. Apalagi adanya sebaran info jikalau tidak mengerjakan hanya akan dipotong sebesar 5% dari TPP yang diterima. Ini artinya, para ASN hanya akan melepaskan uang sebesar RP62.500,00 saja.Â
Bagi yang merasa tidak mau ribet, istilahnya mereka lebih baik kehilangan RP62.500 dari pada harus bersusah-susah. Selain itu, yang kena dampaknya adalah justru raport atasannya. Di sinilah para atasan untuk dapat lebih giat memotivasi pegawainya.
Dengan demikian, ini adalah catatan bagi para KCD atau pihak yang membawahi agar kerja dan memantau lebih ekstra lagi agar tidak ada oknum yang merelakan uang sebesar Rp62.000 demi pembebasan input aktivitas.
Dampak Positif Adanya TRK dan Kmob
Pegawai menjadi lebih pagi datang ke sekolah agar dapat melakukan presensi sebelum pukul 7.00 wib, sehingga grafik pegawai datang terlambat menjadi menurun drastis. Dengan demikian, tingkat kedisiplinan menjadi meningkat.Â
Juga menjadi lebih mau belajar tentang IT karena mau tidak mau, setiap hari harus memasukan input aktivitas harian berupa foto dan laporan kegiatan. Begitu pula dengan membuat konten di akun Youtube.Â
Tingkat kepercayaan diri pun "dipaksa" meningkat. Selain itu, pegawai-pegawai yang suka madol dari tanggung jawabnya, lebih dapat terkontrol.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H