Mohon tunggu...
Erni Wardhani
Erni Wardhani Mohon Tunggu... Guru - Guru, penulis konten kreator (Youtube, Tiktok), EO

Guru SMKN I Cianjur, Tiktok, Youtube, Facebook: Erni Wardhani Instagram: Erni Berkata dan Erni Wardhani. Selain itu, saya adalah seorang EO, Koordinator diklat kepala perpustakaan se-Indonesia, sekretaris bidang pendidikan Jabar Bergerak Provinsi, Pengurus Komunitas Pengajar Penulis Jawa Barat, Pengurus Komunitas Pegiat Literasi Jawa Barat, Pengurus IGI kabupaten Cianjur, sekretaris Forum Kabupaten Cianjur Sehat, Founder Indonesia Berbagi, Tim pengembang Pendidikan Kantor Cabang Dinas Pendidikan Wilayah VI Provinsi Jawa Barat, Humas KPAID Kabupaten Cianjur.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Bibury Village (Bagian 6)

14 Januari 2017   20:02 Diperbarui: 14 Januari 2017   20:05 535
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Akhirnya, aku tidak memilih keduanya. Ya, aku akan jalan-jalan sendiri, kalau tidak ke toko buku, paling  ke bioskop, atau galeri seni, atau...apalah yang penting aku tidak sendirian di rumah grandma, ...ga enak, walaupun Grandma ga sampai hati melepas aku sendirian. Tapi aku cukup bisa meyakinkan beliau, bahwa aku akan baik-baik saja. Grandma akan pulang sebelum pukul 7 malam, artinya aku juga tidak perlu berlama-lama keluyuran sendirian.
Adrian tidak memaksa aku untuk ikut dengan mereka. Setelah aku meminta sedikit gambaran jalan Edinburg beserta angkutan umum yang harus dipakai, akupun pamit, dan berjanji tidak akan pulang terlalu malam.

Pilihanku jatuh ke bioskop. Setelah cari-cari referensi, aku memilih The Cameo Cinema di 38 Home St, Edinburgh EH3 9LZ, karena bangunannya tidak pernah direnovasi dari sejak berdiri sampai sekarang, dan itu yang membuat aku tertarik, kupikir hal ini menambah nilai historis. Waktu yang harus kutempuh sekitar 24 menit kalau mau berjalan kaki  dari sini, Newington. Itung-itung sambil cuci mata, aku nekat berjalan kaki. Dari Newington, aku menuju E Preston, setelah berjalan sekitar  0,1 mil, aku belok kiri menuju W Preston. Jalanan lebar, terdiri atas 5 jalur  membuat pandangan mata jauh memandang. Kanan kiri terdapat gedung yang menjulang. Walaupun tidak jauh berbeda dari tempatku tinggal, namun Edinburg punya point tersendiri.
Ada beberapa film yang sedang dan akan tayang. Kebanyakan genre action, dan tidak ada salahnya aku memilih film bergenre comedy action, teptnya comedy spy , “Central Intelligent” yang dibintangi Dwayne Johnson, Aaron Paul,dan Kevin Hart.
Sebelum membeli karcis, aku memesan snack dan minuman ringan.

                                              ***
“ Suka film komedi juga...”. Tiba-tiba suara dari sisi kananku mengagetkanku yang baru saja mau duduk.

“Tom Swayer...”. Begitu laki-laki itu to the point memperkenalkan diri.

“Owh...Angel...” Jawabku ...

“How do you do...”
“How do you do...”

Kujabat tangan laki-laki itu.

“Semoga saya tidak mengganggu Anda...” sambungnya
Aku hanya tersenyum.

“Actually, yes...” sahutku,...tentu dalam hati

“Penggemar Dwayne Johnson juga?”

“Not really...hanya lagi ingin saja...” Jawabku

Aku menatap serius ke arah layar, supaya terlihat fokus.
Akhirnya aku diselamatkan oleh film yang mulai diputar.
Aksi Dwayne sangat prima. Sesekali aku tertawa melihat penampilan kocaknya, memerankan seseorang yang semasa masih di SMA selalu dibully, sekarang menjadi agen rahasia yang mematikan.
Sedang asyik-asyiknya nonton, celularku bergetar, sengaja tak kumatikan. Ternyata dari Adrian yang menanyakan keberadaanku
.
“Aku di Cameo, Adrian...film baru setengah putar”. Aku membalas sms Adrian.

Tak ada lagi balasan dari Adrian. Akupun asyik nonton kembali.

“You wanna some?” Tom menawariku makanan.

“Aku beli juga, Tom..”

“Kau tinggal di mana, Angie...”

“Newington...”Sahutku sambil menatap pria berbadan atletis itu.

“Nice...Kalau berkenan, boleh kau bermain ke tempatku”. Kata Tom sambil memberikan kartu nama.

“Thank you, Tom...”. Aku menerima kartu nama itu dan langsung memasukkannya ke dalam tas kecilku.

Tom tersenyum. Kami berdua kembali fokus ke layar. Filmnya lumayan menghibur, sehingga waktu pun tak terasa berlalu demikian tanpa terasa. Betul-betul aku tidak salah memilih film.
Dengan hati yang lumayan puas, aku beranjak dari tempat dudukku, begitu pun Tom. Dia tampak tertarik kepadaku, terlihat dari sikapnya yang selalu memperhatikan. Dia membimbingku untuk ke luar dari gedung ini.

“Aku harap kamu berkenan menghubungi, sewaktu-waktu kalau sempat, Angie...”. Sahutnya.

Dia tetap memanggilku Angie....panggilan yang sama dengan yang selalu dilontarkan oleh kedua orangtuaku dulu.
Aku hanya mengangguk kecil.

“Angel!!!” Suara Adrian terdengar begitu aku berada sekitar 3 meter dari luar bioskop,membuat aku menoleh ke arahnya.

“Adrian...mengapa Kamu ke sini?” Tanyaku penuh keheranan.

“Grandma menyuruhku untuk menjemputmu” Jawabnya sambil menatap Tom.

Aku mengerti. Aku kenalkan Adrian pada Tom.

Mereka saling menyebutkan nama.

Tanpa basa basi lagi, aku mengajak Adrian untuk segera pulang, sambil pamit kepada Tom.
Tom mengiyakan dengan sopan, sambil melepas kepergianku dengan tatapan tajamnya.

Seperti biasa, Adrian membukakan pintu mobil untukku.
Mobil melaju, Adrian sangat rapih dalam mengemudikan mobil.

“Ohm....mana Helena, kenapa Kamu sendirian menjemputku?”

“Tadi aku langsung mengantarnya pulang...”. Jawabnya sambil menghidupkan AC.

“Owh...bagaimana acara jalan-jalannya?”Tanyaku berbasa basi.

“Tidak seindah seperti yang ku lihat barusan” Canda Adrian menggodaku.

“Hahahah...apaan...”Pipiku terasa memerah digoda Adrian.

“Helena sudah lama jadi pacarmu?Kataku menebak-nebak kalau Helena adalah pacar Adrian.

Adrian hanya mengangkat alisnya sambil tersenyum.
Aku tak tahu apa arti dia begitu, dan tidak melanjutkan pertanmyaanku, takut mengganggu privacynya.

“Maaf kalau aku selalu merepotkanmu, Adrian”.

“Tidak sama sekali, Angel...”

“Paling sehari dua hari lagi aku nginap di tempatmu, izinkn aku untuk mencari penginapan”

Adrian nampak terkejut.

“Ga perlu seperti itu, Angel...”

“Aku sudah cukup merepotkanmu, Grandma juga...” Kataku.

“Wilhelmina tentu akan marah padaku, kalau tahu aku tidak menjagamu”

“No, Adrian, nanti aku yang akan bicara pada Wilhelmina”

“Tapi aku sudah menyanggupi untuk menjagamu, Angel...”

Ada nada ketulusan dalam kata-kata Adrian.
Aku tidak melanjutkan pembicaraan.
Adrian membelokkan mobil ke sebuah restoran. Kismot Resturant.  Aku tidak bertanya.

“Mari kita makan dulu, pasti kau sangat lapar...”

Aku hanya mengikuti kemauannya. Dia membawa bir dari dalam mobilnya. Ternyata Kismot Restaurant menerapkan sistem BYOB (Bring your own bottle), salah satu teknik prinsip pemilik restaurant yang memiliki keyakinan Keagamaan, bahwa mereka tidak mengambil keuntungan dari atau mengkonsumsi alkohol, tetapi tetap memperbolehkan pengunjungnya minum alkohol dengan catatan bawa sendiri.

“Kau harus mencoba kari ala Bangladesh” Kata Adrian.
Aku tersenyum.

“Menarik juga...” Sahutku.

Sementara adrian memesan makanan, aku berinisiatif untuk menelpon Wilhelmina.
Teleponku tak diangkat.
Akhirnya aku sms saja, dengan harapan, nanti dia sms balik, dan aku akan meneleponnya.

Adrian mendekatkan kursinya saat dia datang.

“ Wanna Drink?” Tawarnya.

Aku menggeleng tanpa memalingkan mukaku dari celullar.
Adrian menungkan bir ke dalam gelas. Aku buru-buru menyimpan celularku.
Mata birunya berkil;au memandangku.

“Kamu pasti lapar, Angel...”

“Tenang Adrian, kita kan sudah ada di restoran”. Sahutku.

Pelayan datang dengan dua mangkuk sedang kari, dan nasi putih yang mengepul. Wangi rempah menusuk hidung. Air teh panas disediakan sepoci penuh. Kolaborasi yang sangat mantap.
Adrian mendekatkan kari dan nasi kepadaku. Aku menuangkan teh.
Pelan, nasi putih plus kari berpindah tempat ke mulutku. Adrian juga lahap. Ayamnya empuk. Karinya juga enak. Aku sangat cocok dengan makanan pilihan Adrian kali ini. Adrian kelihatan senang begitu aku bilang bahwa dia pintar memilih kuliner.
Begitu selesai makan, kami bergegas naik ke mobil. Jalanan
Tampak tidak terlalu padat. Lampu benderang menerangi indahnya kota di malam hari. Sepanjang perjalanan kami diam, hingga Adrian memech kesunyian.

“Kamu suka musik?”

“Sure...”. Jawabku.

“Jenis musik apa yang paling kamu sukai?” Tanyanya.

“All the kind of music”.

“Hahahha....Really?”

Adrian menghidupkan suara musik dengan volume sedang. Dia menyetel lagu melow.

“Ada yang lain?”Tawarku.

Adrian akhirnya memutar lagu dari radio. Ketika ada gelombang yang menyiarkan lagu The Corrs yng berjudul “Forgiven not Forgotten, aku menyuruhnya untuk jangan memindahkan gelombang lagi. Sepanjang perjalanan aku bernyanyi-nyanyi kecil.

All alone, staring on
Watching her life go by
When her days are grey
And her nights are black
Different shades of mundane
And the one eyed furry toy
That lies upon the bed
Has often heard her cry
And heard her whisper out a name
Long forgiven, but not forgotten

You're forgiven not forgotten
You're forgiven not forgotten
You're forgiven not forgotten
You're not forgotten...

 

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun