“Tenang Adrian, kita kan sudah ada di restoran”. Sahutku.
Pelayan datang dengan dua mangkuk sedang kari, dan nasi putih yang mengepul. Wangi rempah menusuk hidung. Air teh panas disediakan sepoci penuh. Kolaborasi yang sangat mantap.
Adrian mendekatkan kari dan nasi kepadaku. Aku menuangkan teh.
Pelan, nasi putih plus kari berpindah tempat ke mulutku. Adrian juga lahap. Ayamnya empuk. Karinya juga enak. Aku sangat cocok dengan makanan pilihan Adrian kali ini. Adrian kelihatan senang begitu aku bilang bahwa dia pintar memilih kuliner.
Begitu selesai makan, kami bergegas naik ke mobil. Jalanan
Tampak tidak terlalu padat. Lampu benderang menerangi indahnya kota di malam hari. Sepanjang perjalanan kami diam, hingga Adrian memech kesunyian.
“Kamu suka musik?”
“Sure...”. Jawabku.
“Jenis musik apa yang paling kamu sukai?” Tanyanya.
“All the kind of music”.
“Hahahha....Really?”
Adrian menghidupkan suara musik dengan volume sedang. Dia menyetel lagu melow.
“Ada yang lain?”Tawarku.
Adrian akhirnya memutar lagu dari radio. Ketika ada gelombang yang menyiarkan lagu The Corrs yng berjudul “Forgiven not Forgotten, aku menyuruhnya untuk jangan memindahkan gelombang lagi. Sepanjang perjalanan aku bernyanyi-nyanyi kecil.
All alone, staring on
Watching her life go by
When her days are grey
And her nights are black
Different shades of mundane
And the one eyed furry toy
That lies upon the bed
Has often heard her cry
And heard her whisper out a name
Long forgiven, but not forgotten
You're forgiven not forgotten
You're forgiven not forgotten
You're forgiven not forgotten
You're not forgotten...