Mohon tunggu...
Ernestus Revan YA
Ernestus Revan YA Mohon Tunggu... Mahasiswa - Siswa Kelas 10 - SMA Kanisius Jakarta

Seseorang yang ingin dapat diandalkan

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno Pilihan

Polusi Air, Tragedi Buatan Masyarakat Jakarta

3 November 2024   09:01 Diperbarui: 3 November 2024   09:32 665
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kami percaya bahwa keburukan akan melahirkan keburukan dan bahwa keindahan alam, setelah dihancurkan, tidak akan pernah bisa dipulihkan oleh kecerdikan manusia

Banjir yang melanda Jakarta pada tahun 2007 bukan sekadar bencana alam, melainkan sebuah tragedi yang menghancurkan kehidupan masyarakat Jakarta. Langit tiba-tiba menggelap dan hujan turun dengan derasnya, rintik-rintik air yang awalnya menenangkan berubah menjadi guntur yang menakutkan.

Dalam sekejap, sekitar 80% wilayah Jakarta terendam, dan di beberapa daerah, air meluap hingga setinggi tiga meter, menenggelamkan rumah-rumah dan harapan. Sekitar 300.000 jiwa terpaksa meninggalkan tempat tinggal mereka, berjuang mencari tempat aman di tengah kekacauan. Keluarga-keluarga yang dulu hidup nyaman kini terpaksa berpisah, kehilangan bukan hanya barang-barang berharga, tetapi juga kenangan yang tak ternilai.

Tentu saja, rasa kecewa dan amarah melanda masyarakat Jakarta setelah peristiwa banjir tersebut. Saat kita merenungkan kembali tragedi itu, pertanyaan-pertanyaan pun muncul, menggugah rasa ingin tahu: Apakah pemerintah telah cukup menyiapkan sistem drainase yang memadai untuk mencegah bencana ini? Apakah dinas telah memperkirakan potensi cuaca buruk yang mengancam?

Namun, di balik semua pertanyaan itu, sebenarnya akar penyebab banjir ini kembali mengarah pada masyarakat itu sendiri. Ketika kita melangkah keluar dari rumah, tempat kerja, atau sekolah, tidak jarang kita menjumpai saluran-saluran air yang dipenuhi sampah dan mengalami polusi. Sampah yang terbuang sembarangan, baik dalam sampah plastik, sisa bahan makanan, alat elektronik, dan banyak lainnya, terakumulasi di berbagai sumber air di Jakarta, mencemari lingkungan dan menjadikan air tidak layak pakai.

Ironisnya, mayoritas dari sampah ini berasal dari tangan masyarakat. Banyak warga Jakarta yang tampak acuh tak acuh terhadap kesehatan sungai dan saluran air di sekitar mereka, seringkali membuang sampah sembarangan dan mengalirkan sisa air cuci serta limbah lainnya ke dalam saluran yang seharusnya bersih.

Berdasarkan laporan dari Kementerian Lingkungan Hidup (KLH, 2010), sekitar 74% sungai di wilayah Jakarta dan Jawa tidak memenuhi standar Kriteria Air Kelas II (1).

Akibatnya, saat hujan deras melanda, banjir pun tidak terhindarkan, membawa malapetaka bagi kehidupan masyarakat Jakarta.

Bagaikan seorang siswa yang baru saja lulus sekolah, kita perlu meluangkan waktu untuk melihat kembali dan merefleksikan pengalaman yang telah kita jalani. Pengalaman banjir yang melanda Jakarta menjadi pengingat pahit bahwa kita, sebagai bagian dari komunitas kota ini, harus memiliki kesadaran dan tanggung jawab kolektif dalam menjaga kebersihan lingkungan di sekitar kita.

Kita harus menyadari bahwa perilaku kita, meskipun tampak kecil dan sepele, dapat membawa konsekuensi yang besar dan berpengaruh pada kehidupan kita serta orang lain.

Dalam menghadapi tantangan polusi, Kolese Kanisius mengadakan serangkaian acara yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran para Kanisian terhadap isu-isu lingkungan. Salah satu pengalaman yang sangat mencerahkan saya adalah Compassion Week di kelas 7. Saya masih ingat dengan jelas pagi itu ketika kami berkumpul di Taman Menteng, menaiki truk sampah, dan berpartisipasi langsung dalam kegiatan pembersihan di saluran air yang dipenuhi sampah.

Kegiatan Compassion Week tahun 2019 (sumber: YouTube Resmi SMP Kanisius)
Kegiatan Compassion Week tahun 2019 (sumber: YouTube Resmi SMP Kanisius)
Pada saat itu, saya dan beberapa teman sekelas merasa tergerak untuk berkompetisi, berusaha mencari siapa yang dapat mengumpulkan sampah terbanyak. Selama proses pembersihan, saya menemukan berbagai jenis sampah, mulai dari bungkus plastik makanan, sisa cairan susu, hingga rongsokan sepeda yang terabaikan. Di sela-sela kegiatan, kami juga berkesempatan berbincang dengan warga setempat, yang memberikan kami perspektif baru mengenai masalah ini.

Melihat ekspresi prihatin di wajah mereka, saya merasakan kesedihan yang mendalam. Ternyata, mereka merasa kasihan dan kurang peduli melihat kami yang terpaksa membersihkan sampah yang seharusnya bukan menjadi tanggung jawab kami.

Saat kami tiba di ujung saluran, kantong plastik hitam yang kami bawa telah penuh sesak dengan sampah, dan sepatu boots kami juga terendam dalam air kotor. Pengalaman ini menyadarkan saya bahwa sikap boros masyarakat tidak hanya berdampak pada individu, tetapi juga membebani kerja para petugas kebersihan "pasukan oranye" yang semakin sulit menjaga kebersihan lingkungan Jakarta.

Dari pengalaman bencana banjir, kita sebagai masyarakat Jakarta perlu memiliki kesadaran dan tanggung jawab untuk menghadapi masalah polusi air. Misalnya, tindakan sederhana seperti membuang sampah pada tempatnya, tidak membuang limbah cair ke saluran air, atau berpartisipasi dalam kegiatan pembersihan sungai dapat membantu mengurangi jumlah polutan yang mencemari sumber air.

Langkah-langkah ini, walaupun tampak sepele, dapat mencegah tersumbatnya aliran air yang menjadi salah satu penyebab utama banjir. Lebih dari itu, pemerintah dan berbagai lembaga terkait dapat memfasilitasi program-program yang mendorong masyarakat untuk lebih aktif menjaga lingkungan, seperti kampanye kebersihan, penyuluhan tentang pengelolaan limbah, dan pemberian sanksi tegas bagi pelanggar aturan kebersihan.

Partisipasi masyarakat dalam kegiatan pembersihan sungai atau kerja bakti lingkungan secara rutin juga dapat menjadi bentuk tanggung jawab bersama. Kegiatan semacam ini tidak hanya memberikan dampak positif terhadap kualitas air dan keindahan kota, tetapi juga dapat meningkatkan kesadaran kolektif akan pentingnya menjaga lingkungan yang sehat dan bersih.

Setiap tindakan, sekecil apa pun, dapat memberikan kontribusi yang signifikan terhadap keberlangsungan hidup lingkungan yang lebih baik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun