Mohon tunggu...
Erna Zamasi
Erna Zamasi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Hi, aku Erna. Penulis amatir🍁

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Sial

6 Juli 2024   16:19 Diperbarui: 6 Juli 2024   16:36 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Lalu bagaimana denganmu, Pak?"

Dia tertawa kecil mendengar pertanyaanku. Padahal, tak ada yang salah. Jelas tampilannya yang khas seperti orang kantor memang selayaknya dipanggil Bapak.

"Aku kerja di kantor bank dekat sini."

Aku kembali mengangguk, sebab tahu letak kantor yang dia maksud.

Tak terasa percakapan mengalir begitu saja, berhasil memecah keheningan di balik hujan. Aku mulai mengimbangi. Pertanyaan-pertanyaan sebaliknya kulontarkan. Sepanjang percakapan, aku terbuai dengan keramahan pria jakung berumur dua puluh lima tahun ini, lima tahun lebih tua dari umurku. Dia juga pandai berkelakar, tak heran disela-sela percakapan sesekali tawa menggema.

Hujan sedikit mereda, tetapi masih tidak memungkinkan untuk dilewati. Harapan besar bagiku jika segera berhenti. Kembali kulihat layar gawaiku, beberapa menit lagi waktu tersisa. Panik, sisa waktu makin sedikit. Tidak ada pilihan lain selain menerobos hujan ini. Menyadari kecemasanku, dia terlihat tersenyum tipis ke arahku dengan tatapan yang sedikit iba. Tak dapat disangkal, nasibku sekarang memang layak dikasihani. Tanpa berlama-lama, aku menaiki motor. Belum sempat menghidupkan mesin, dia mengulurkan sesuatu. "Pakai ini," ujarnya. Tak ada alasan untuk menolak, aku memang memerlukannya. Segera kulepaskan jaket basah dan kuganti dengan benda itu. "Terima kasih, Pak Arsen," ucapku kepadanya yang dibalas dengan senyuman. "Baik, nona Jessy Delara," balasnya, menyebut nama panjangku. Aku berlalu meninggalkannya meneduh sendirian.

Jauh dari tempat berteduh, hujan terasa mereda. Kuda besi yang kutunggang kupaka melaju menerobos jalanan basah. Beberapa menit saja aku tiba di parkiran kampus. Kubuka jok motor dengan segera dan menyambar tas ransel kecilku. Aku berlari menelusuri koridor sambil mencari tangga menuju lantai dua. Tak peduli ditatap heran mahasiswa lain karena lari terburu-buru. Tidak terlambat, tersisa dua menit lagi setelah melihat gawaku. Aku lega, akhirnya sampai di ruangan yang kutuju. Meskipun dengan napas yang terengah-engah, tentu aku senang bukan main, tidak terlambat. Tetapi, senang itu tidak bertahan lama. Justru pikiran kembali berkecambuk. Kulayangkan mata di setiap sudut kelas. Kosong, tidak kutemui satu orang pun di sini. Terbersit pertanyaan tentang keberadaan mereka. Seharusnya sudah ramai dipenuhi oleh teman-temanku. Mungkinkah aku ketinggalan informasi penting?

Dengan napas yang memburu, segera kusambungkan gawaku dengan WiFi kampus. Tak lama, dentingan notifikasi bersahutan. Rentetan pesan di aplikasi hijau dengan ikon telepon yang tak sabar kubuka. "Ujian hari ini dialihkan besok hari," kalimat pertama yang sempat kubaca. Tidak ada ekspresi apa pun selain hanya menarik napas dalam-dalam sambil tersenyum terpaksa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun