Mohon tunggu...
Erna Zamasi
Erna Zamasi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Hi, aku Erna. Penulis amatir🍁

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Sial

6 Juli 2024   16:19 Diperbarui: 6 Juli 2024   16:36 64
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Kulangkahkan kakiku berjalan pelan menuju kursi dekat tong sampah. Lebih baik duduk sejenak sembari menunggu hujan yang masih meradang. Pada kursi kayu, aku menyenderkan badan, melampiaskan lesu dan kesal serta menetralkan detak jantung yang bergejolak. Kondisi badan setengah basah kuyup. Dari ujung jaket yang kukenakan, perlahan rintik air bergantian jatuh, menetes pelan membasahi lantai keramik putih polos yang tengah kupijaki. 
Tetesannya membentuk pola-pola genangan kecil. Air hujan merembes menyentuh kulit. Dingin kian terasa. Kutanggalkan jaket yang kukenakan, pemberian pria asing yang kutemui di tempat peneduhan. Dari luar, tampak baju putihku menempel akibat basah. Kuselipkan tanganku ke dalam tas, merogoh sebungkus kecil tisu, lalu menarik tiap lembarannya untuk kuoleskan pada bagian tubuhku yang basah. Perlahan mengering dan napasku juga mulai teratur. Namun riuh hujan kembali meriah. Sangat deras, seakan air dari langit berlomba untuk bersua dengan tanah. Untuk pulang ke rumah, menunggu langit kembali membiru adalah pilihan satu-satunya. Di sini aku menanti sambil merutuki rentetan kesialan-kesialan kecil yang barusan terjadi.

Flashback

"Hoammm... enghhhh," aku mengerang terbangun dari tidurku yang tak nyenyak. Bukan tanpa sebab, suara bising kendaraan memancing mataku untuk terbuka. "Jam berapa ini? Bukankah ini masih terlalu pagi?" monolog batinku. Deru kendaraan yang terus berlalu-lalang membuat aku enggan untuk kembali terlelap. Dengan terpaksa aku harus bangun. Tanpa gairah, kumeraba-raba kasur mencari gawai milikku. Namun, tidak kudapati. Kulanjutkan usahaku dengan mencoba menyelipkan tangan di sela-sela kasur. Hasilnya sama saja. Benda itu juga tidak berada di sana. Seingatku, aku meletakkannya di bawah bantal semalam. Namun entah mengapa, bantal juga tak kutemukan di atas tempat peraduan ini. Tak tahu bagaimana tidurku semalam, benda-benda itu ternyata jatuh berserakan di lantai.

Dengan sedikit niat, aku memaksakan tubuhku beranjak. Berdiri, memunguti bantal dan selimut, kemudian kutata kembali ke atas alas tidur. Benda segi panjang berwarna biru, yang sedari tadi kucari, juga kupungut dari lantai. Klik, aku menekan tombol yang terletak di samping kanannya. Seketika, memantulkan cahaya ke retina. Namun, mataku membelalak tiba-tiba, kaget kepalang. Sekarang seluruh kesadaranku terkumpul. Bagaimana tidak, jelas tertera angka 06:32 dari layar gawaiku. Ya, lewat setengah tujuh, yang artinya ini bukan jam bangunku seperti biasanya. Singkatnya, aku terlambat bangun. Seraya memastikan jam, aku menyibak kain yang menggantung di jendela kamar, mengintip langit yang memang ternyata sudah tampak membiru.

Tanpa berpikir panjang, aku berpaling dari kamarku. Bergegas melewati ruang tamu menuju kamar mandi belakang yang terletak di dekat dapur. Dengan segera aku membasuh diri, tanpa menghiraukan cara mandiku benar atau tidak. Akh, sial. Bodohnya aku tidak membawa handuk. Tidak mungkin aku telanjang berjalan menuju kamar. Sebagai solusi, kukenakan kembali bajuku dan secepat kilat menuju kamar.

Terburu-buru kupakai bajuku. Kemeja putih yang masih kusut dan berkerut, kuraih begitu saja dari gantungan. Sama sekali belum sempat menyetrikanya. Kupadankan dengan rok hitam panjang sebetis. Lalu, segera menghadap cermin, merapikan rambut teruraiku. Rasanya tak perlu berdandan lama-lama. Cukup bedak bayi kutabur di telapak tangan dan kuoleskan acak pada wajahku. Tidak peduli hasilnya cemong atau tidak, setidaknya wajahku tidak tampak kusam. Pewarna bibir yang tak sempat kuoles, kutaruh dalam tas. Nanti saja dipakai setiba di kampus, pikirku. Sepasang sepatu hitam tak lupa kuselipkan pada kakiku lalu menggendong tas ransel kecil di punggungku. Kutahu isinya belum bertukar sama sekali. Tetapi apa peduliku.

Aku siap berangkat. Tetapi, tidak bisa jika tak menemukan kunci motor. Kucoba mencari di segala arah, hingga mengacak-ngacak kamar. Nihil, tidak kudapati.

"Ma...!" teriakku dengan suara sedikit meninggi untuk mengalihkan perhatian Mama yang sedang sibuk menyiapkan sarapan.

"Kenapa, Sayang?" sahut Mama penasaran sambil menoleh ke arahku.

"Kunci motor aku hilang. Sudah kucari di segala arah, tapi tidak ketemu," jelasku pada Mama.

"Hilang bagaimana? Coba cari baik-baik. Kamu mungkin melewatkan sesuatu."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun