Mohon tunggu...
Erna
Erna Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

membaca sebuah artikel yang bermanfaat

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Konstribusi Qaidah Fiqhiyah dalam Pembaruan Hukum Islam

23 Mei 2023   09:06 Diperbarui: 23 Mei 2023   09:29 89
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Asslamualikum Warahmatulah Wabarakatu Wr. Wb

Saya Erna salah satu mahasiswa uin ril ingin membagikan Bagaimana Kontribusi Qaidah Fiqhiyah dalam pembaruan hukum islam

A. Definisi Hukum Islam


Hukum Islam yang dimaksud dalam
pembahasan ini ialah syari'ah. Secara harfiah, menurut
Fazlur Rahman "syari'ah" berarti jalan menuju sumber
air. Sedangkan menurut istilah yaitu jalan kehidupan
yang baik.1 Kemudian kata syari'ah digunakan dengan
pengertian "al-Thariqah al-Mustaqimah" (jalan yang
lurus). Penggunaan syari'ah dalam pengertian "jalan
yang lurus", karena dalam syari'ah mengandung maksud
dan makna sebagai petunjuk bagi manusia untuk
menuju kepada kebaikan, keselamatan dan kebahagiaan.
Syari'ah diartikan dengan jalan lurussesuai dengan ayat
al-Qur'an surat al-Jatsiyah ayat 18:

B. Definisi syari'ah 

yang meliputi segala hukum
sebagaimana telah diutarakan di atas, baik yang
berhubungan dengan aqidah, akhlak maupun amaliah
yaitu berupa perkataan, perbuatan dan tindakantindakan lainnya, adalah wajar. Di dalam al-Qur'an dan
al-Sunnah banyak terdapat ketentuan hukum yang
sudah jelas, bersifat operasional dan operatif. Sehingga
dilihat dari sudut pandang ini kurang tepat apabil syari'ah hanya diartikan sebagai ketentuan hukum yang
berkaitan dengan aqidah dan akhlak.
Dalam perkembangan selanjutnya, hukumhukum yang dihasilkan melalui pemahaman (fiqh:
paham) terhadap al-Qur'an dan al-Sunnah inilah
disebut fiqh. 

Sedangkan hukum dan peraturan yang jelas
dan tegas dalam al-Qur'an dan al-Sunnah (bukan hasil
pemahaman manusia) disebut syari'ah. Dengan
demikian meskipun aspek hukum secara teknis berdiri
sendiri sebagai kajian fiqh, tetapi tidak dapat dilepaskan
sebagai bagian dari syari'at Islam secara umum. Oleh
karena itu fiqh sebagai bagian dari syari'at, tidak boleh
menyimpang dari prinsip-prinsip yang ada dalam alQur'an dan al-Sunnah. Prinsip-prinsip inilah yang
dimaksud syari'at Islam bersifat kekal dan abadi yaitu
monotheisme (ketauhidan, keimanan), keadilan,
persamaan dan moralitas.

C. Kemaslahatan sebagai Dasar Pertimbangan Penerapan Hukum Islam
Allah menjadikan manusia di dunia ini tidak
untuk berbuat kerusakan, akan tetapi supaya saling
tolong menolong antara sesamanya, berbuat hal-hal
yang baik dan mencegah hal-hal yang mungkar. FirmanNya:
Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan)
kebiakan dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa
dan pelanggaran. (al-Maidah: 2).
Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil
dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan
Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan
permusuhan. (an-Nahl: 90).

Perintah tolong menolong, berbuat baik dan
berlaku adil dalam ayat di atas adalah untuk
menciptakan kemaslahatan dalam kehidupan manusia.
Syari'at Islam yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad melalui malaikat Jibril adalah untuk
rahmat bagi manusia. 

Firman Allah dalam surat alAnbiya ayat 107:
Adapaun hukum Islam dalam pengertian fiqh
yaitu pemahaman terhadap teks al-Qur'an dan alSunnah, sangat mungkin mengalami perubahan.
Karena suatu pemahaman atau penyelesaian masalah
hukum yang dianggap paling tepat untuk suatu tempat
atau waktu belum tentu tetap relevan untuk tempat lain
atau waktu yang berbeda.

Dari uraian di atas jelas bahwa yang dimaksud
syari'ah adalah prinsip-prinsip dasar yang ada dalam
al-Qur'an dan al-Sunnah serta semua ketentuanketentuan hukum yang sudah jelas (qath'i).6 Sedangkan
fiqh adalah ketentuan-ketentuan hukum yang dihasilkan
melalui pemahaman terhadap syari'ah/teks nash (alQur'an dan al-Sunnah)

D.Kemaslahatan 

adalah suatu hal yang tumbuh dan
berkembang. Oleh karena itu, Ziauddin Sardar
mengatakan bahwa al-Qur'an dan al-Sunnah sebagai
dasar keabsahan syari'atIslam tidak membuat ketentuan
umum bagi setiap kemungkinan permasalahan yang
diprediksikan. Al-Qur'an hanya menggariskan konsepkonsep global. Untuk selanjutnya dapat dikembangkan
dan dibentuk sesuai dengan tuntutan masyarakat dan
zaman melalui pertimbangan maslahah. 

Dengan
mempertimbangkan kemaslahatan, syari'at Islam akan
mampu memecahkan masalah-masalah yang muncul. Kaidah fiqhiyyah merupakan kaidah yang
disusun secara induktif dari al-Qur'an dan al-Sunnah
sesuai dengan permasalahan hukum yang muncul dan
berkembang. 

Dari permasalahan tersebut, dicarikan
penyelesaiannya melalui al-Qur'an dan al-Sunnah.
Bentuk penyelesaian itu kemudian dibuat menjadi
kaidah umum yang berisi nilai filosofis dan ruh syari'at
Islam yang ada dalam al-Qur'an dan al-Sunnah. Kaidah
fiqhiyyah yang bersifat umum ini merupakan metode
untuk menetapkan kebijakan hukum dan menyelesaikan
persoalan-persoalan hukum. 

Karena disusun
berdasarkan atas permasalahan hukum yang muncul,
penyusunan kaidah fiqhiyyah tersebut tidak sekaligus
sebagaimana penyusunan undang-undang.
Ketetapan hukum dalam Islam didasarkan pada
prinsip dan asas yang rasional dan sesuai dengan fitrah
manusia serta untuk kepentingan manusia itu sendiri.
Atas dasar asas dan tujuan ini, hukum Islam
mempunyai nilai yang fleksibel dan universal. Oleh
karena itu kemajuan di berbagai bidang kehidupan,
perkembangan pemikiran, perubahan kondisi sosial
masyarakat, yang kesemuanya itu menyebabkan

E. Kesimpulan Dari penulis

kompleksitas permasalahan hukum, harus dapat
diselesaikan oleh syari'at Islam sebagai bukti dari
fleksibilitas dan universalitas.

Untuk menjawab tantangan zaman dan berbagai
permasalahan hukum, sebagai konsekuensi nilai
fleksibilitas dan universalitas hukum Islam, antara lain
harus dilakukan kontekstualisasi. Kontekstualisasi
penting dilakukan didasarkan atas dua alasan. Pertama,
ayat-ayat hukum dan hadis-hadis hukum, terutama
yang berkaitan dengan masalah mu'amalah, sebagian
besar bersifat global, berupa prinsip-prinsip umum.
Kedua, kebijakan hukum yang ditetapkan melalui ijtihad
oleh para ulama yang ada dalam berbagai kitab, belum
tentu relevan. 

Karena kebijakan tersebut terkait dengan
faktor adat (urf), sosial budaya, ekonomi, kondisi
manusia baik secara individu maupun kolektif, yang
kesemuanya itu mungkin berbeda dan berubah. Dengan
konktekstualisasi, hukum Islam mampu menjawab
berbagai kebutuhan dan kesulitan manusia yang terus
muncul dan berkembang.

Dengan melakukan kontekstualisasi hukum
Islam untuk menjawab berbagai permasalahan hukum
itu, salah satu metode yang relevan adalah Kaidah
Fiqhiyyah. Relevansi tersebut karena kaidah fiqhiyyah
mempunyai nilai kontekstualitas dan peran yang
penting dalam mewujudkan kontekstualisasi hukum
Islam. 

Nilai kontekstualitas itu ialah karena kaidah
fiqhiyyah memperhatikan adat (uruf), situasi, tempat,
waktu dan 'illat hukum, yang kesemuanya merupakan
unsur-unsur penting nilai kontekstualitas hukum Islam.
Adapun peran kaidah fiqhiyyah dalam merealisasikan
 kontekstualisasi hukum Islam antara lain ditunjukkan
oleh kemampuannya dalam menyelesaikan berbagai
permasalahan hukum dan kesulitan-kesulitan yang
dihadapi manusia dalam berbagai kondisi, tempat,
waktu tanpa meninggalkan prinsip-prinsip dasar yang
ada dalam al-Qur'an dan al-Sunnah.

Itulah tadi yang dapat saya sampaikan semoga artikel yang saya berikan bermanfat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun