OLEH : ERMAYANTI, S.Pd., M.Pd.Â
CGP ANGKATAN 11Â
SMAN 3 YOGYAKARTA
KOTA YOGYAKARTA
A. Latar Belakang
Seorang pendidik haruslah mampu memastikan murid dapat tumbuh dan berkembang dengan baik sesuai dengan kodrat alam dan kodrat zamannya sesuai denganfilosofi Ki Hajar Dewantara. Seorang guru harus mampu mengusahakan lingkungan sekolah yang benar-benar aman dan nyaman bagi murid serta dapat melindungi murid dari hal-hal yang kurang bermanfaat atau bahkan yang mengganggu perkembangan potensi murid. Dengan demikian, salah satu tanggung jawab seorang guru adalah bagaimana menciptakan suatu lingkungan positif yang terdiri dari warga sekolah yang saling mendukung, saling belajar, saling bekerja sama sehingga tercipta kebiasaankebiasaan baik. Dari kebiasaan-kebiasaan baik akan tumbuh menjadi karakterkarakter baik warga sekolah dan pada akhirnya karakter-karakter baik dari kebiasaan-kebiasaan baik akan membentuk sebuah budaya positif. Budaya positif di sekolah yaitu lingkungan yang positif  sangat diperlukan agar pembelajaran yang terjadi adalah pembelajaarn yang berpihak pad murid. Nilainilai keyakinan-keyakinan dan kebiasaan di sekolah yang berpihak pada murid, agar murid dapat berkembang menjadi pribadi yang baik, penuh hormat dan tanggung jawab.Â
Untuk itulah menciptakan lingkungan yang positif menjadi tanggung jawab kita sebagai seorang pendidik, sebagai seorang pemimpin pembelajaran. Karena dengan lingkungan yang aman dan nyaman akan memberikan kesempatan kepada murid kebebasan dalam berproses memahami pembelajar, belajar, membuat kesalahan, belajar lagi sehingga mereka mampu menerima dan menyerap pembelajaran lebih bermakna. Namun jika lingkungan belajar sudah tidak lagi aman bahkan tidak nyaman bagi murid, maka mustahil murid akan dapat mengembangkan potensinya dengan baik. Belum menyeluruhnya pemahaman warga sekolah terutama guru tentang penerapan budaya positif si sekolah seperti disiplin positif, motivasi perilaku manusia, posisi kontrol guru, pembuatan keyakinan kelas dan penerapan segitiga restitusi. Diharapkan jika seluruh konsep tersebut dipahami oleh seluruh warga sekolah, maka akan terbangun budaya positif yang baik di lingkungan sekolah. Maka saya sebagai calon guru penggerak Angkatan 11 Kota Yogyakarta merasa perlu untuk berbagi kepada semua warga sekolah, agar nantinya dapat berjuang bersama-sama dalam mewujudkan dan menerapkan budaya positif di sekolah.
TUJUAN
 1. Meningkatkan pengetahuan dan pemahaman tentang budaya positif 2. Terbentuknya motivasi intrinsik pada murid dengan pembuatan keyakinan kelas
Â
C. TOLOK UKUR KEBERHASILAN
 1. Terlaksananya desiminasi konsep budaya positif di sekolah 2. Terbentuknya keyakinan kelas melalui kegiatan kesepakatan kelas yang dilakukan bersama guru dan murid
3. Murid dan guru konsisten dalam menjalankan keyakinan kelas yang disepakati 4. Terlaksananya penyelesaian masalah siswa menggunakan segitiga restitusi dalam pelayanan BK
Â
D. DUKUNGAN YANG DIBUTUHKAN 1. Dukungan Kepala Sekolah 2. Dukungan Wali Kelas 3. Dukungan Rekan Sejawat 4. Dukungan Siswa 5. Dukungan Guru BK 6. Dukungan Perlengkapan Membuat Keyakinan Kelas (stcky note, spidol)
Â
E. LINIMASA KEGIATANÂ
1. Berkoordinasi dengan kepala sekolah 2. Berkoordinasi denagn wakil kepala sekolah 3. Melakukan diseminasi konsep budaya positif 4. Menyusun keyakinan kelas 5. Hasil keyakinan kelas ditempel di kelas masing-masing Â
 F. REFLEKSIÂ
Kebetulan dari Lembaga SMAN 3 Yogyakarta ada 1 guru yang menjadi calon guru penggerak yaitu saya sendiri. Namun untuk berbagi aksi nyata penerapan Budaya Positif saya lebih memilih untuk berbagi dengan rekan sejawat saya secara luring. Dalam pelaksanaan kegiatan ini saya mendapatkan banyak bantuan dari rekan guru yang lain. Â Dari kegiatan ini kami bersama-sama belajar bagaimana penerapan dan perwujudan Budaya Positif di sekolah. Bapak/Ibu guru SMAN 3 Yogyakarta sangat antusias sekali menyimak materi budaya positif. Karena dalam materi ini ternyata ada yang cukup membuat kami agak merasa kaget yakni pendisiplinan siswa tanpa adanya hukuman, kemudian kehadiran penghargaan yang ternyata tidak selamanya akan menghasilkan sesuatu yang baik juga materi yang sangat menggugah semangat kami dalam penerapan segitiga restitusi dalam penyelesaian ketidaksiplinan siswa. Setelah pelaksanaan diseminasi budaya positif, rekan guru mulai mencoba untuk menerapkan budaya positif di sekolah. Dimulai dari pembentukan keyakinan kelas, kemudian penerapan program restitusi bagi siswa yang melanggar kedisiplinan, serta menerapkan posisi kontrol sebagai manajer. Hal ini kami laksanakan secara berkolaborasi dengan tujuan agar dapat mencapai sesuatu yang diharapkan yakni munculnya motivasi intrinsik siswa sehingga mereka dapat memunculkan karakterkarakter baik yang nantinya akan menjadi sebuah budaya positif di lingkungan sekolah.
Â
G. LAMPIRAN
 Link Video Pelaksanaan Diseminasi Budaya Positif dan Pembentukan Keyakinan Kelas: https://drive.google.com/file/d/1KqK0Neh0zytPGxnrMuU0-AdVSCFQUDJ/view?usp=sharing
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H