Mohon tunggu...
Ermansyah R. Hindi
Ermansyah R. Hindi Mohon Tunggu... Lainnya - Free Writer, ASN

Bacalah!

Selanjutnya

Tutup

Seni

Lukisan Yos Suprapto dalam Logika Fadli Zon

28 Desember 2024   12:55 Diperbarui: 30 Desember 2024   19:54 108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lukisan "subversif" memang yang paling memancing perhatian, terutama dari tingkat elite. 

Secara watak politik kuasa, lukisan Yos Suprapto tidak pantas karena menyenggol kuasa atau yang "masih merasa berkuasa" yang mempertontonkan trik atau siasat demi kepentingannya ternyata kedoknya dibongkar lewat karya seni lukis.

Hal ini seiring dengan jabatan baru di kabinet yang sudah dimiliki oleh Fadli Zon sebagai Menteri Kebudayaan. Hasrat untuk berkuasa pun sedikit atau banyak telah memengaruhi pengambilan kebijakan dalam bidang kebudayaan. Entah itu obyektif atau subyektif tertantang dengan lukisan Yos Suprapto?

Kedua, mengumbar hasrat seksual dan persetubuhan. "Kemudian ada yang telanjang. Sedang bersetubuh. Itu tidak pantas," kata Fadli.

Baiklah. Kita sadar bahwa Indonesia masih menjaga norma dan hukum kesusilaan. Maksudnya? Jika tidak ada lagi moral bangsa lantaran hasrat seksual termasuk lewat media seni lukis, maka apa lagi yang kita bangsawan. 

Oh, begitu! Cuma bedanya, seni lukis dengan pilihan bebas bisa dipertanggungjawabkan secara moral dan estetis oleh sang pelukis Yos Suprapto. Kalau di kepala kita sebatas "mesum" tentu saja yang terbayang hanya pelanggaran moral, seks yang menyimpang atau tabu atas seksualitas. 

Coba, medium apa yang kebal dari umbaran citra berahi? Film porno apalagi?
Namun demikian, lukisan Yos Suprapto sudah keder bahkan dibenci oleh pihak tertentu sekadar menunjukkan bahwa eksistensi yang pernah berkuasa dan masih ada antek-anteknya masih kuat pengaruhnya. Seni lukis saja sudah dianggap mengganggu posisi dan bagaimana jika bentuk gerakan yang lain? Saya hanya geleng-geleng.

Kita kembali lagi. Semuanya berpulang pada cara pandang. Jadi, lukisan Yos Suprapto tidak bisa direduksi oleh politik. Ia akan bergerak dari satu bentuk ke bentuk seni lukis lainnya. 

Toh, sangat kontras antara seni politik dan seni lukis. Cuma sama-sama pakai kosa kata seni. Itu saja.

Logika Fadli Zon mungkin dibayangi oleh semacam mekanisme pertahanan diri. Daripada dia terancam posisinya karena membiarkan lukisan Yos Suprapto bebas bergentanyangan untuk membuka "topeng" dan "borok" Jokowi dan aparat lainnya, mending bagaimana mencari alasan pembenaran untuk membredel pameran lukisan Yos Suprapto. Titik. 

Ternyata, sebuah lukisan akan berpotensi menggegerkan "istana."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Seni Selengkapnya
Lihat Seni Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun