Mohon tunggu...
Ermansyah R. Hindi
Ermansyah R. Hindi Mohon Tunggu... Lainnya - Free Writer, ASN

Bacalah!

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Rempongnya Toleransi

5 September 2024   11:17 Diperbarui: 5 September 2024   16:59 65
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Yang kita tahu sampai di situ saja ketika saya tidak melongo lagi. Kemana kira-kira celahnya pihak lain dari suara adzan?

Kedua, suara atau bunyi (sound). Karena adzan di TV diwanti-wanti "agak laen" didengar saat sedang berlangsung Misa Akbar Paus Francis, maka pilihan dari Surat Edaran Kemkominfo berlaku hanya running text, yang menggantikan adzan di TV. Maka tidak heran bagi kaum fanatik: "Its sound bad," bukan "Its sound nice" secara tersirat melalui adzan di TV. Ini tafsiran saya terhadap realitas keagamaan.

Bagaimana dengan suara (voice)? Saya yakin, dalam kondisi seperti sekarang di mata Paus Francis bahwa adzan dikumandangkan di TV tidak mengganggu jalannya Misa Akbar. Paling tidak, ada Paus Francis menghormati adzan. Terlebih lagi, suara adzan adalah 'suara suci dari Ilahi'; ia merupakan panggilan umat Islam untuk beribadah shalat.

Ternyata, Sekretaris Jenderal Keuskupan Agung Jakarta, Romo Vincentius Adi Prasojo sebagai bagian dari institusi keagamaan mengisyaratkan suatu jalinan penghargaan dan saling menghormati antarumat beragama melalui "lokalisir" suara adzan di TV menjadi running text belaka selama Misa Akbar Paus Francis di tanah air. Singkat kata, hal itu tidak ada masalah.

Soal adzan harus dilafaskan atau disuarakan dan adanya saran agar adzan magrib tetap dikumandangkan di TV telah mengundang sebagian pro dan kontra. Saya kira, inilah ujian bagi umat Islam dan begitulah adanya sebagai umat yang mayoritas di Indonesia.

Harap maklum bapak dan ibu! Tetaplah kita selalu kompak, akur, dan damai dalam perbedaan!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun