Dapat dikatakan di sini, mekanisme penghukuman sosial lebih luas daripada arti hukuman dan pelanggaran. Sebagaimana kuasa, penghukuman terpusat pada tubuh seiring penghukuman tiruan berupa tiang gantungan bagi penguasa mementingkan keluarga dan kroninya, yang melibatkan tubuh atau wajah yang dipertontonkan ke khalayak ramai.
Tiang pancung mainan sebagai pilihan penghukuman sekaligus pemusatan ekspresi kekecewaan dan perlawanan sipil atas penguasa yang melanggar konstitusi. Ada semacam bunyi sempritan: "Ini kartu merah buat penguasa yang kelewatan!" Di situlah pilihan penghukuman tiruan tiang gantungan dipersembahkan di hadapan publik.
Kuasa diungkapkan dirinya dalam bentuk titik lemah di bawah tiang gantungan tiruan. Wajah dan seluruh anggota tubuh penguasa akan disaksikan sebagai sasaran penghukuman tiruan.
Ada pendapat bahwa relasi kuasa sama sekali tidak punya "celah" jaringan yang luas dengan penjara dan larangan sebagaimana penghukuman tiruan melalui tiang gantungan yang juga tiruan bagi pelanggar konstitusi.Â
"Wah, acara nongkrong ramai-ramai terancam bubar nih!"
Ketika saya menyebut penghukuman tubuh, saya tertegun karena penghukuman ini dibentuk oleh kuasa bisa juga dilakukan oleh para pelaku aksi teatrikal di depan Istana Kepresiden Gedung Agung Yogyakarta, di pagi hari.
Padahal, tiang gantungan tiruan tidak punya hubungan langsung dengan para narapidana atau penjahat. Saya kira, psikolog akan bekerja di sekitar efek dari aksi teatrikal dalam tiang gantungan tiruan.Â
Ini memang 'tiang gantungan tiruan'.
Mereka mengharapkan muncul efek jera atau efek pengendalian diri melalui tiang gantungan tiruan.
Oh, begitu ya bung! "Apa lu pengen coba tiang gantungan yang asli?"
Secara manusiawi, ketika Anda mengatakan kepada seseorang yang terhukum bahwa tiang gantungan tiruan yang menampilkan wajah atau tubuh terhukum lahir dari aksi teatrikal sudah bisa dipastikan akan tersinggung.Â