Lah, dari dulu memang begitu. Guru honorer berarti otomatis bukan ASN. Lagi pula, ada apa juga guru honorer jika sudah ASN? Urusan guru honorer tidak lebih dari urusan guru honorer.
Jadi, tidak ada syarat dan urusannya yang aneh. Syarat dan urusan ASN jelas, begitu pula guru honorer. Dari situ, keduanya tidak tumpang tindih. Namun, ratusan guru honorer yang diberhentikan juga karena alasan tidak punya Data Pokok Pendidikan (Dapodik). Kita sudah tahu syarat-syarat guru honorer.Â
Lalu mengapa guru honorer tidak punya Dapodik? Boleh dikata, minimal dua tahun mengabdi sebagai guru honorer. Nah, faktanya ada yang sudah 6 (enam) tahun bahkan lebih menjadi guru honorer tidak dapat Dapodik. Lantas, dimana masalahnya.
Alasan dari pemegang otoritas mungkin boleh jadi tidak ingin ambil pusing untuk mengurusi guru honorer. Pihak otoritas bisa saja ingin memberhentikan dan menerima guru honorer bergantung dari butuh atau tidak. Padahal ada masa guru ASN akan pensiun. Ditambah juga, hampir setiap daerah masih kekurangan guru.
Demi proses pendidikan berjalan efektif, maka kebijakan daerah perlu merekrut guru guru honorer. Jadi, bahwa alasan tidak punya Dapodik atau syarat lainnya tidak masuk akal. Semestinya dari awal Dinas Pendidikan sudah tuntas menyediakan seluruh syarat yang dibutuhkan oleh guru honorer.Â
Bukan karena ada masalah yang tidak ada sangkut pautnya justeru guru honorer dicleansing. Pihak yang dirugikan bukan hanya guru honorer, tetapi juga peserta didik dan pihak sekolah bahkan mengganggu tatanan kehidupan dan karakter bangsa.
Dari versi publik atau warganet. Ternyata, didapat informasi soal pemberhentian ratusan guru honorer lantaran ada temuan BPK RI tahun 2023.Â
Aduh! Ternyata, honor guru honorer disunat. Bayangkan, honor guru honorer sebesar 300 ribu rupiah, dalam kwitansi 9 (sembilan) juta rupiah.
Aneh atau tidak? Sudah honor guru honorer dikorbankan, dikenakan lagi cleansing pada mereka.Â
Nyambung dimana?