data Pusat Data Negara (PDN), di hari Rabu.Â
Terutama pihak yang berkepentingan dibuat resah karena Brain Chiper ternyata belum rilis kunci "gratis" pembuka gembok enkripsiSementara, geng hacker terkesan santai saja. Mereka mungkin ketawa melihat kita berjempalitan dan pasrah gara-gara data PDN dibobol oleh geng hacker.
Spekulasi pun bertumbuh liar. Isi kepala jadi ugal-ugalan lantaran PDN dibobol peretas. Kita menduga terlalu jauh.Â
Jadi, bukan hanya seseorang atau institusi dikontrol, kita juga dimanipulasi atau dimainkan atas nama PDN.
Ketika memerhatikan pernyataan kelompok peretas itu di awal Juli, maka kita seakan bisa sedikit menarik nafas. "Pada Rabu besok, kami berjanji akan merilis kunci tersebut dan tetap berpegang teguh pada apa yang kami sudah katakan." Pernyataan dari geng hacker itu rupanya bukan sebuah titik di ujung kalimat. Mereka memainkan "hitungan mundur" untuk merilis kunci pembuka data PDN yang tersandera.Â
Menurut pakar, mereka menghitung hari versi umum. Ia ditafsirkan menurut waktu Jawa atau yang lainnya.
Namun demikian, "drama" penyanderaan data lembaga pemerintahan akhirnya terjawab. Janji geng Brain Chiper beri kunci deskripsi untuk PDN benar-benar ditepati. Kejadiannya berlangsung pada hari Rabu jelang tengah malam.Â
Informasi ini diperoleh dari pakar keamanan siber, Alfons Tanujaya. Sebelumnya, dia ragukan janji geng hacker tersebut. Keraguannya berujung sirna.
Di situlah bentuk lain dari hal-hal yang terselubung. Penjelasan pejabat negara itu mantap.Â
Tetapi, mereka anonim dicurigai ada akal-akalan semacam anggaran proyek. Mengapa begitu? Mungkin selama ini di kementerian terkait belum puas dan tidak cukup untuk mengelola PDN, sehingga pelariannya pada alasan PDN dibobol oleh peretas.
Lantas, masuk akalkah sekelas Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) yang kelola data PDN gampang dibobol oleh peretas seperti Brain Chiper? Ini kementerian negara, sekelas Kominfo. Titik. Tetapi, di balik layar penuh tanda tanya.
Lucunya, usai data PDN disandera, akhirnya para peretas itu minta maaf. Lucu yang tidak lucu. Adakah di dunia dimana peretas minta maaf selain Indonesia?Â
Saya kira, mainan teknologi yang tidak masuk akal. Jika perlu, dibuatkan cara untuk merahi tujuan terselubung.
Mengapa geng hacker-nya tidak mendiamkan saja? Bagaimana jika minta maafnya muncul belakangan?Â
Biar nanti Kemkominfo bisa konferensi pers seakan sudah mengembalikan data yang dibobol hacker. Pertanyaan akan berjejer tanda-tanda aneh dan lucu yang tidak lucu. Mohon maaf, ini hanya seandainya saja para pimpinan yang terhormat!
Prasangka lain bisa muncul kembali. Nampaknya ada  semacam drama untuk mengapus suatu data penting secara sengaja.Â
Lalu, mengkambing-hitamkan hacker yang budiman. Ah, sudahlah, sinetron dengan episode yang menggemaskan.
Jika menurut analisis seseorang terhadap PDN dibobol peretas, ini merupakan skenario "pimpinan atas" saat mengakhiri jabatan dalam kuasa negara, maka lebih dahulu dibersihkan dari data-data "kelam." Untuk apa? Agar mereka bisa aman dari jeratan hukum. Begitulah logikanya.Â
Mana ada geng hecker menaruh belas kasihan pada lembaga pemerintahan? Jika ada, tolong tunjukkan fakta atau buktinya!
Prasangka dan imajinasi liar dibiarkan menyerempet kemana-mana. Sehabis anggaran, maka kementerian terkait minta anggaran lagi dari hasil belgedes.Â
Memangnya negara cuma urus data untuk akal-akalan?
Atas drama sekian episode, geng hacker menyebutkan dirinya sebagai Brain Chiper Ransomware (nyaris saya "keseleo" menyebut Bryan Adam, ehem) yang bobol data PDN makin kocak.
Boleh dikata, sebagian tugas menteri ditangani oleh geng peretas. Yang mana saja? Cari solusi, cari sensasi?
Demi sensasi, kelompok Brain Cipher mungkin sedang "carmuk," cari muka agar namanya makin tenar dan namanya "naik daun" di antara geng hacker.Â
Terbukti, serangannya ke PDN telah meretas sistem lembaga pemerintahan, yang dibuat kocar-kacir hingga mampu melumpuhkan pelayanan publik akibat serangan mereka.
***
Omong-omong, tanpa larut dengan kasus memalukan, kita bisa menyentil sejenak.Â
Sejak dua pekan dibobol peretas, banyak dampak lumpuhnya PDN. Satu atau dua diantaranya layanan keimigrasian dan pendidikan.
Menyangkut dampak sektor imigrasi, mencakup paspor yang melimpah belum bisa dicetak, layanan percepatan dan pengambilan paspor terganggu. Tatkala paspor habis masa berlakunya dan tanpa perpanjangan paspor bisa terancam deportasi.
Ada juga rangkuman dampak di bidang pendidikan akibat PDN dijebol Ransomware Brain Chiper, mencakup sekitar 800 ribu data penerima KIP Kuliah hilang tanda data cadangan.Â
Ditambah lagi, verifikasi data Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) di berbagai daerah ikut kacau. Pendaftaran beasiswa pendidikan Indonesia ditangguhkan dan pembayaran beasiswa tersendat pencairannya.
Sorotan tajam dari publik pun mencuat dari berbagai arah. Bagi pihak yang mengkritik PDN di tangan Kemkominfo karena dibobol Ransomware Brain Chiper seperti rerata perekrutan sumber daya manusia lembaga pemerintah tidak kompeten.
Sebenarnya, zaman sekarang jika sudah ada kanal online sudah enteng dirasuki peretas. Giliran yang jago main siber tidak punya relasi ke lembaga pemerintahan.Â
Yang ada justeru relasi kuasa. Sebaliknya, berangkat dari sini, di level negara nampak lebih mudah dibobol peretas.
Ada pelajaran berharga dari kasus sebelumnya. Dulu, ada juga hacker bernama Brokja.Â
Begitu tidak beres, yang ditangkap malah tukang ketoprak. Inilah dari satu komedi ke komedi yang tragis, bukan
Dalam hal ini, bukan soal data-data yang digunakan oleh para pejabat ikut merasakan data layanan publik yang bocor. Biarpun, dibobol peretas berkali-jali bukan berarti lembaga pemerintah dan publik terbebas dari kontrol kuasa negara.Â
Nah, salah satu yang dikontrol oleh kuasa negara lewat teknologi digital sejenis mesin virtual (VM) dengan kapasitas cadangan ribuan VM. Dari sana, ia bisa diperbesar sesuai kebutuhan.
Kita menyimak perkembangan PDN yang dibobol peretas memang tidak sesederhana yang kita bayangkan. Terlepas bahwa ada isu sengaja dibuat untuk menghapus kasus tertentu dengan drama yang menarik perhatian sembari semuanya bisa diganti strateginya.
Lebih lagi, peristiwa anyar yang heboh itu bukan sekadar guyonan tentang dugaan surat pernyataan bermaterai sepuluh ribu setelah kirim kunci pembuka PDN.Â
Urusan besar untuk menangani PDN tentu dari siapa dan untuk siapa yang terkait dengan relasi kuasa.
Anggaplah, selesai "skandal ruang siber" itu tidak bisa dipisahkan dengan jaringan kuasa teknologi. Ia berkelindang dengan kuasa negara. Apa sebabnya? Karena PDN di bawah kuasa negara. Masih ada teknologi informasi dan komunikasi lainnya di luar PDN.
Katakanlah, kita dikontrol kuasa negara lewat teknologi digital berupa nomor induk kependudukan, nama, tempat dan tanggal lahir, alamat, golongan darah, akun medsos, nomor rekening, nomor pajak, dan sebagainya, yang serba berbasis digital atau online.
Saat kita usai bangun tidur saja, orang kantoran, anak sekolahan hingga para buruh dikontrol oleh mekanisme kuasa disipliner. Bukankah di kantor ada kuasa disipliner? Kapan masuk dan pulang dari kantor, kapan buruh rehat dan kapan jam kerja, misalnya.Â
Semuanya dikontrol oleh kuasa. Termasuk dari kuasa teknologi digital, dari sejak pagi hingga jam lembur kerja. Dari pekerja manual ke pekerja profesional diatur oleh kuasa disipliner lewat jam digital, di sekitar kita.
Akhirnya, dari relasi kuasa ke kuasa lainnya. Suatu kuasa termasuk kuasa teknologi juga bisa diperbesar, ditanam, dan didistribusi ke segala penjuru. Kita tunggu episode selanjutnya!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H