Flesbek, kilas balik cerita. Saat itu dia juga habis liburan dan kembali ke pondok. Tetapi, ditolak karena rambutnya panjang, tidak mau cukur. Apa mau dikata, kami mengantarnya ke tukang cukur favoritnya anak-anak santri putra Gombara yang bertempat cukup jauh dari pondok.
Sampai di tukang cukur ternyata antrian panjang. Kami pun menunggu anak-anak hingga selesai waktu Isya. Setelah itu, kami mengantarnya kembali ke pondok. Lalu, menyempatkan untuk menjenguk adeknya yang masuk pondok duluan. Kami meninggalkan pondok sekitar pukul 22.00 WITA.
Kisah yang lalu pun terulang. Saat ibundanya anak-anak mengantar ke musyrifnya, tidak ada masalah. Sisa buku Amaliah Ramadhannya belum  ditandatangani oleh ibundanya.
Kemudian, ibundanya  anak-anak menandatangani  dan mengatakan kepada musyrifnya. "Maaf ustadz, kalau sudah tuntas bisakah saya pamit, pingin ke putri untuk urus kakak dan adiknya Mumtaz." Syukurlah, ustadznya langsung mengiyakan. Ibundanya anak-anak  beranjak menuju kampus putri.
Mendampingi duo gadisku untuk menghadap musyrifahnya. Tidak terbayangkan, urusan di putri cepat tuntas karena kebetulan duo gadisku seasrama, sehingga sekali menghadap 2 (dua) orang, maka urusan beres. Selanjutnya, kami lanjut mengantar ke asrama sembari membantu mengangkat barang mereka.
Sementara, mengangkat barang muncullah si anak shaleh di gerbang putri dan memanggil ibundanya. Sepertinya ada hal penting yang akan dia sampaikan.
Ibundanya pun menemuinya di pintu gerbang putri. Dia berkata: "Bunda tidak bisa ka masuk asrama, disuruh ka cukur." Ibundanya sontao berkata. "Betul to yang bunda bilang, tidak dikasi masuk itu di asrama kalau tidak cukur. Begitulah kalau tidak mendengar ki nak. Coba pergi cukur, naik ojek saja nak karena mau bantu dulu bawa barangnya kakak dan adekmu ke asramanya."
Setelah itu, mengangkat barang duo gadisku hingga beres. Kami pamit lantaran mau langsung balik ke daerah. Kendaraan kami sudah keluar dari pintu gerbang putri ternyata si anak shaleh masih setia menunggu dan terus membujuk untuk diantar ke tukang cukur.
Saya sebagai ayahnya hanya berkata. "Pergi maki cukur nak pakai ojek saja karena kami nanti kemalaman di perjalanan menuju kampung." Ibundanya pun bersuara. "Makanya nak, kalau dikasi tahu sama orang tua dengarki. Apa kalau begini, sudah mau magrib baru mau lagi diantar pergi cukur. Jam berapa sampai kasihan di rumah." Dia berkomentar. "Antar ma dulu cukur bunda baru pulang ki."Â
Akhirnya, ibundanya kasi penawaran, boleh diantar pergi cukur, tetapi jangan di tukang cukur yang pernah kita datangi. Cari saja yang dekat sini dan tidak antri. Dia pun sepakat dan lanjut ke tukang cukur.
Setelah dapat tukang cukurnya, ibundanya beritahu si anak shaleh. "Kalau sudah cukur ke mesjid nak, di sana kami tunggu." Usai membereskan cukurnya, kami pun mengantar kembali si anak shaleh ke pondoknya. Dan kami lanjut pulang ke kampung karena besok hari harus masuk kantor. Kurang lebih pukul 23.00 WITA, alhamdulillah kami tiba di rumah, di kampung.