Mohon tunggu...
Ermansyah R. Hindi
Ermansyah R. Hindi Mohon Tunggu... Lainnya - Free Writer, ASN

Bacalah!

Selanjutnya

Tutup

Parenting Pilihan

Hidup Tanpa Tembok Pembatas

11 Mei 2024   07:27 Diperbarui: 10 Oktober 2024   18:56 175
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ermansyah R. Hindi - Dokpri

***

Ini sepenggal cerita anak shaleh kami (Ahmad Mumtazar Ermansyah) ketika masuk pondok pasca libur Ramadhan. Anggaplah tulisan ini merangkap curhatan ibundanya anak-anak. 

Curhat-curhatan ibu itu ditumpahkan lewat tulisan dan juga Facebook tentang duka cita petualangan kecil anak lelaki kami.

Cerita ibundanya anak-anak yang terekam seperti berikut ini. Ahad, 22 April 2024. Saya sampai hari ini sebagai orang tua belum paham mengapa anak laki-laki malas mencukur rambutnya. Tidak siswaku. Anak lelakiku pun seperti itu. Padahal gammara'na (dalam bahasa Makassar berarti 'anak ganteng') dilihat kalau anak muda cukur pendek.

Jauh-jauh sebelum masuk pondok, ibunya anak-anak sering mengingatkan kapan cukur. "Sudahma ma cukur bunda," kata anak putra kami. Ya, memang benar dia sudah mencukur rambutnya saat pertengahan Ramadhan.

Tidak disangkal, cukur suka suka dia, memendekkan bagian bawah, kecuali rambut kepala di bagian atas masih terbilang panjang untuk ukuran anak sekolahan. Ibundanya anak-anak pun berkata kembali. "Cukur lagi yg bagian atas nak, masih panjang rambutmu." Dia hanya diam dan tidak ada respon.

Dalam hati ibundanya anak-anak memberi batas waktu sampai setelah lebaran. Karena nanti +10 (plus sepuluh) setelah lebaran, dia baru masuk pondok. Jadi, masih panjang waktu. "Biarlah dulu dia menikmati rambut model ala-ala dia sukai," guman ibundanya anak-anak.

Pasca lebaran, ibundanya anak-anak kembali mengingatkan. "Pergi dulu cukur nak, sudah hampir masuk pondok." Anak lelaki kami malah berkata. "Tunggu dulu pengumuman pondok bun, kalau disuruh ki cukur pendek nanti saya cukur. Tetapi, kalau tidak ada ji jangan deh. Karena pendek ji rambutku bagian bawah".

Ibundanya anak-anak kembali berkata. "Jangan tunggu nak pengumuman dari pondok. Karena selalu begitu aturannya kalau mau masuk pondok harus cukur 2 (dua) cm." Dia hanya terdiam. Anak kami yang satu ini tipenya seperti itu, tidak banyak membantah kalau sudah didesak oleh ibundaxnya.

Karena dia sudah tahu karakter ibundanya saat dibantah pasti naik "tanduknya." Kami ingat betul, akan tiba ke Kota Makassar, dalam perjalanan di hari Sabtu sore, adeknya nyelutuk. "Hiii... Mumtaz bunda tidak pergi cukur, na masuk maki pondok besok." Ibundanya pun menjawab. "Setengah mati bunda suruh pergi cukur, tapi tidak mau. Jadi, nanti kalau ditolak sama musrifnya masuk asrama, bertanggungjawab sendiri nak. Bunda tidak mau lagi bantu. Saya ingin pulang besok ke kampung itu kalau dari pondok. Saya, tidak bisa lama di pondok."

Ibundanya anak-anak mengingatkan kembali kisahnya sewaktu habis liburan yang lalu dan berkata. "Tidak mau saya itu temani mengantri di tukang cukur SMP bakda Isya, seperti libur yang lalu."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun