Perpaduan. Tidak bisa dipungkiri, bahwa nilai yang lebih rendah dan tinggi tidak menjadi pilihan utama serta-merta di bawah nafsu yang memabukkan. Hal-hal yang dikuasai berselang-seling dengan hal-hal yang menguasai.
Dalam hasrat, tidak ada daya yang lebih rendah sebagai identifikasi dan perpaduan antara tubuh dan penampilannya. Tubuh nampaknya tidak kehilangan jejak-jejak kekuatannya, dimana tubuh tidak sekadar bergerak secara mekanis, tetapi juga tubuh dalam pengertian luas.
Tubuh terbebani dengan syarat, struktur dan fungsi, tetapi terbebas dari beban hasrat dan nafsu. Tubuh tetap tubuh.
Bisakah hasrat dan nafsu tanpa tubuh bergerak kemana-mana? Kedua kekuatan tersebut bukan berarti tubuh di satu arah dan hasrat atau nafsu di arah yang lain.
Tidak bisa dikatakan benar secara kuantitatif, jika kita melupakan kualitas, karena keduanya sebagai “tanda ganda.” Nafsu adalah invisibilitas kekuatan yang menerobos permukaan tubuh.
Pemikiran dan kehidupan tidak jauh dari hasrat, nafsu, dan tubuh. Berkat nafsu yang menggelora, ia bisa menghapuskan dua kutub antara hasrat dan tubuh, maka alam pun saling menetralisir antara nilai baik dan buruk. Dalam kedua nilai tersebut sama-sama memiliki ‘pertukaran nilai tanda’ yang tidak terlihat, sekalipun ditengah pergulatan sensasi.
Satu sisi, tanda hasrat bukanlah mencirikan kejahatan atau kepalsuan, dan di sisi lain tanda nafsu bukan juga menandakan pembalikan arah kebaikan dengan kejahatan dalam dunia. Keduanya bukan reinkarnasi dalam kesadaran berupa pikiran.
Melalui hasrat dan nafsu sebagai kesatuan energi terlahir di setiap zaman dan sejarah.
Contohnya, perang terbuka dengan ragam teknologi datang dari nafsu begitu yang menyilaukan sekaligus menghancurkan dirinya sendiri.
Di bawah pergulatan internal, nafsu sesungguhnya merupakan anti kesadaran semu terhadap apa yang dianggap paling tinggi dalam diri manusia. Di banyak kesempatan merupakan kawan terdekat dari hasrat.
Tubuh dilingkari hasrat dan nafsu. Sebagaimana kehidupan, rangkaian kebenaran dari hasrat dan nafsu, ketika cahayanya ‘berasal dari bukan dirinya’, maka kebenaran yang bukan dirinya patut diragukan.