Mohon tunggu...
Ermansyah R. Hindi
Ermansyah R. Hindi Mohon Tunggu... Lainnya - Free Writer, ASN

Bacalah!

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Kenikmatan Berujung Tersangka

12 Oktober 2023   16:25 Diperbarui: 12 Oktober 2023   17:57 615
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Syahrul Yasin Limpo (SYL) (Sumber gambar: detik.com)

***

Yang menjadi titik yang menantang sesungguhnya bukanlah masalah Siri' atau harga diri, melainkan sikap kesatria dan sportivitas di balik budaya malu dengan cara SYL mengakui kesalahannya di depan hukum. SYL harus berani menerima konsekuensi hukum. Dia perlu ikut proses hukum.

Penuh curiga bukan hanya dari KPK. Tetapi saya dan Anda bisa mewaspadai, jangan-jangan SYL cs malu ("malu-malu kucing," paling tidak) jika mereka korupsi. Malu diproses hukum sebagai tersangka korupsi. Mereka yang tersangka tidak lama lagi bakal menghadapi meja hijau. Begitulah kenikmatan memainkan tanda ketidakpuasan hingga akhirnya yang tersangka gigit jari. Salah sedikit mereka yang tersangka akan menghadap keluar dari jeruji bui.

Dalam pandangan kasat mata, saya menilai penggunaan kata Siri' atau budaya malu sudah salah kaprah. Ya, kita akui SYL pernah memimpin sebagai Gubernur Sulawesi Selatan selama dua periode. SYL dianggap sudah berjasa melakukan perubahan dan transformasi melalui pembangunan infrastruktur dan non fisik lainnya. Tetapi, kondisi berubah saat SYL menjabat sebagai Menteri Pertanian.

Lantas, kita menghela nafas. Kita tidak membayangkan betapa godaan seorang pejabat negara yang bertanggungjawab untuk mengelola program dan kegiatan di lingkungan Kementerian Pertanian. Jangan lupa sodara! Penduduk Indonesia masih rata-rata bermata pencaharian sebagai petani.  

Rakyat masih bergulat di sektor pertanian, bung! Yang masuk akal jika banyak alsinta (alat produksi pertanian) atau istilah saprodi (sarana produksi pertanian) yang perlu dioptimalkan penggunaannya untuk meningkatkan produksi pertanian. Padahal di era Jokowi sedang hit-nya hilirisasi komoditas unggulan. Jika sudah terbukti melakukan tindak pidana korupsi berarti pihak Kementerian Pertanian sedang menari-nari di atas penderitaan petani.

Terutama petani penggarap itu identik dengan orang miskin. Coba bayangkan, bagaimana kisah pilu petani miskin berkepanjangan akibat tilep-menilep alias korupsi milyaran rupiah di Kementerian Pertanian. Ironi, bukan? Atau mungkin istilah kawan saya dulu. Daripada tikus mati di lambung sendiri, mending "garap" uang negara.

Di kesempatan lain, saya berseloroh dengan kolega. Saya sebetulnya kasihan sama SYL. Bukan apa-apa. Saat SYL berada di puncak-puncak karirnya, jabatannya yang sudah mulai moncer ternyata kantong menghadap ke atas lebih perkasa daripada Siri' atau harga diri. Kenikmatan dan godaan duit masih lebih dahsyat ketimbang budaya malu.

Kenikmatan yang meluap-luap membungkam dan mereduksi budaya malu. Itulah mengapa bangsa kita rusak mentalnya karena "budaya malu sudah mati" jika tidak dikatakan ambyar (rada-rada Nietzschean). Korupsi uang sebagai komoditas.

Setelah itu, komoditas sebagai kenikmatan. Jadi puyeng mikir istilah itu. Parahnya, nilep uang negara sebagai kenikmatan.

Budaya malu masih sebatas semboyan sejenis krisis kepercayaan. Bentuk kepercayaan apalagi jika bukan krisis kepercayaan publik terhadap pemerintahan. Sebagian pejabat anggap bahwa untuk memulai kenikmatan, mereka harus menemukan konsep tentang krisis "tikus mati di lumbung sendiri" dalam definisi samar-samar dan tidak diketahui oleh publik. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun