Mohon tunggu...
Ermansyah R. Hindi
Ermansyah R. Hindi Mohon Tunggu... Lainnya - Free Writer, ASN

Bacalah!

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Survei Bayaran, Nyinyir Lagi

11 Oktober 2023   15:55 Diperbarui: 3 Maret 2024   18:46 242
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kartun Dua Orang Berdebat (Sumber gambar: iStock)

Sebelum malam suntuk, saya bersyukur menyelesaikan satu catatan kecil yang nge-bahas seputar survei elektabilitas bakal calon presiden. Ketik kata-kata di atas tuts ponsel menjadi rangkaian tulisan yang sebetulnya tidak “gurih” dan bernas banget. Saya sengaja manfaatkan waktu luang untuk rampungkan catatan kecil sembari nyicil aktivitas pengantar tidur.

Saya yakin, sebelum pukul nol nol, sudah banyak penduduk yang lelap tidurnya. Termasuk warga di sekitar rumah kediaman kami sudah beristirahat. 

Malam itu tanpa iringan suara jengkrik atau suara kodok di tengah malam. Catatan kecil akhirnya rampung.

Biasanya saya memulung dulu artikel berita yang kira-kira menarik untuk disimak oleh khalayak. Paling tidak, rujukan atau data berbasis berita aktual seakan santap malam pra berlabu di “pulau kapuk.” 

Itu yang nyaris saya lakukan sebelum menyusun catatan kecil. Tetapi, topik catatan kecil saya kali ini sering wara-wiri di media atau media sosial.

Media online semisal Detik.com dan Kompas.com boleh dikata setiap hari memuat berita tentang survei elektabilitas Prabowo Subianto, Ganjar Pranowo, dan Anies Baswedan. Si PS sekian persen, si GP sekian persen, dan si AB ada di sekian persen elektabilitasnya. Berita politiknya terupdate. Cuma itu saja.

Persoalannya yang sering “dirujak” oleh warganet adalah lembaga surveinya. Atau nggak senang pada Denny JA

Di grup WhatsApp juga demikian suasananya agak gaduh saat bukan jagoannya yang tertinggi elektabilitasnya. Saya termenung tatkala obrolan berubah menjadi ujaran kebencian. Padahal kita berdiskusi cukup santuy, santai dan tenang.

Demi pemenuhan hasrat untuk membaca artikel berita di medsos, saya pilih sekitar elektabilitas bakal calon presiden (bacapres). Secara sadar, saya angkat judul: “Mestinya Survei vs Survei.” Kontennya, tidak berat. Apa yang saya catat juga menjadi bagian dari jurus kepo. Daripada sok-sokan, mending catatan kecil dimainkan.

Usai catatan kecil, saya segera giring ke aplikasi media online Kompasiana.com. Perlahan tapi pasti, kopi paste tulisan tersebut sudah siap. Dari catatan kecil yang saya ketik di ponsel ke layar aplikasi media online. Senin malam itu juga (10/10), catatan kecil tersebut bertengger di media online.

Sebelumnya, saya coba meralat kata-kata dalam catatan kecil. Siapa tahu ada kata-kata yang “keseleo” pra kirim ke media online dan ternyata masih ada huruf yang over dosis. Memang tidak jarang saya temukan huruf yang kelebihan vitamin K, A, misalnya. Hal itu, saya coba rapikan naskah tulisan saya di tahap pra online.

Kita akui, setiap rilis hasil survei dari lembaga survei yang memberitakan persentase elektabilitas bacapres tertentu masih ada pihak (mungkin pendukung bacapres lain) yang tidak sreg dan nyinyir. Saya tidak tahu persis apa alasan mereka. Mudah-mudahan saya yang keliru. Tayangan hasil survei elektabilitas bacapres membuat kita merundung bahkan terbelah hanya gara-gara berbeda pilihan politik. Ini yang membuat saya himne. Hening cipta sejenak.

Maksud saya, lebih penting bagaimana menggunakan medsos atau grup WA dengan suasana gembira dan santai. Eh, kita berisik daripada pasar di grup WA. Apalagi obrolan atau diskusinya sudah mengarah pada sentilan ke jagoan alias bacapres masing-masing. Saya hanya manggut-manggut dan tersenyum.

Lantas, bagaimana dengan tanggapan bernada nyinyir atas tulisan di grup WA? 

Kata-kata kawan di grup WA, yang saya anggap anjay dan ngaco kata-katanya. Inilah yang punya cerita singkat. Ringkasan ceritanya begini.

***

Esoknya, Selasa pagi, saya membaca chat dari kawan di grup WA. Kawan saya rupanya mengomentari catatan kecil saya semalam. Dia keberatan atas kemunculan Denny JA dan hasil survei LSI Denny JA. 

Alasannya, mengapa hasil survei LSI Denny JA yang disebar terutama di grup WA. Kawan saya mungkin jengah dengan LSI Denny JA melulu.

Padahal, rata-rata lembaga survei sudah kor atas elektabilitas Prabowo masih unggul ketimbang Ganjar dan Anies. Tudingan atas LSI Denny JA sebagai lembaga bayaran setiap saat sudah melebihi metode penalaran. Bukankah survei elektabilitas yang dilakukan oleh lembaga survei adalah bernilai ilmiah?

Survei elektabilitas bacapres menjadi kerja intelektual. Saya akui, saya doyan nge-share hasil survei LSI Denny JA. Apa alasannya? 

Jam terbang atau sepak terjang LSI Denny JA yang sudah teruji di empat periode presiden yang menang di Pilpres (SBY, 2 periode, Jokowi 2 periode).

Gayung bersambut. Obrolan berubah menjadi kata-kata yang kurang sedap lantaran saya memuat survei elektabilitas bacapres versi LSI Denny JA. 

Makanya langsung komentari ocehan kawan saya. Apa katanya?

Saya yang diminta sebagai sponsor atau mencari sponsor lembaga survei. Kawan saya akan mendukung jika saya dapat sponsor survei. Dia gemes atas judul tulisan saya. Yang jelas dia tidak setuju dengan hasil survei elektabilitas bacapres versi LSI Denny JA. Titik.

Lalu, saya mengomentari atas tanggapan kawan. “Bikin juga survei, bosku! Nyinyir, nyinyir, dan nyinyir terus. Kok kader begitu ya ngomongnya. Saya suka nih Tahafut at Tahafut ala zaman batu dan zaman AI.”

Yang membuat “ngilu” membaca chat kawan, diantaranya tudingan terhadap LSI Denny JA disponsori. “Memang bro dari dulu suka berpasangka buruk (sambil ketawa). Sudah tentu, setiap Lembaga Survei (LS) dibayar. Memangnya LS proyek “thank you.” Coba tunjukkan Lembaga Survei mana yang gratis? Begitu pintaku. Begini. Bikin juga Lembaga Survei? 

Soal ada sponsor atau tidak itu urusan lo, bosku. Kalau ada Lembaga Surveinya, diuji di lapangan. Bagaimana? 

Makanya, jangan nyinyir melulu kalau baru kenal Denny JA. Yang terakhir ini sesuai pertanyaan yang ditujukan kepada kawan, yaitu sudah berapa lama kawan mengenal Denny JA.”

Sambung komentar lagi dari saya. “Ini berlaku bagi setiap bacapres. Kalau pendukung Ganjar atau Prabowo yang keberatan karena elektabilitasnya hanya 5 persen di Sumatera Utara atau di Sulawesi Selatan, misalnya. Silahkan juga Tim Pemenangan atau parpol pengusung Ganjar dan Prabowo buat survei internal. Soalnya, saya kalau berbeda pilihan politik, tidak pernah saya nyinyir, apalagi mengata-ngatai dan menghujat segala sama orang.”

Kawan mengatakan jika saya yang kebakaran jenggot. Kawan saya rupanya mencolek saya di grup WA di sebelah. Yang jelas sudah ada survei elektabilitas Prabowo, Ganjar, dan Anies. Sekian persen, sekian persen, sekian persen. Kalau tidak percaya, bro, mana Lembaga Surveinya bosku? Atau cuma nyinyir?

Lain halnya kawan yang saya tidak kenal. Menurut bisik-bisik, kawan yang tiba-tiba nyelutup itu adalah adik kawan yang sebelumnya menyoroti tulisan saya. 

Oh, begitu ya. Dia mengatakan lembaga survei tidak lebih dari proyek. Dia membandingkan Anies yang dibujuk oleh duit dari pengusaha. 

Karena tersangkut masalah, sehingga batal. Katanya, Anies tidak punya duit untuk menyogok atau membungkam lawan politik. Kurang kreatif amat jika cara membungkam lawan politik lewat duit. Memangnya duit bisa mengubah Indonesia seketika. Kalau salah urus duitnya, bisa jadi bumerang bacapresnya.

Lantas, muncul pertanyaan atas tanggapan dari adiknya kawan. Dari titik ini, muncul pertanyaan. Pertama, bagaimana cara untuk mengetahui progres elektabilitas bacapres Anies, Prabowo, dan Ganjar? Kedua, jika ada cara selain metodologi survei, berapa besar preferensi atau probabilitas kebenarannya (karena Lembaga Survei uncridible, nggak dipercaya)?

Oo, betapa tidak senangnya kawan saya terhadap Denny JA. Dia memisahkan antara Denny JA dan LSI Denny JA. 

"Absurd! Siapa Denny JA, siapa LSI Denny JA? Lah, setubuh. Two in one, maksudku." Keduanya tidak bisa dipisahkan antara satu dengan lainnya.

Oke deh! Karena kawan menilai saya nge-fans sama Denny JA, maka saya mencomot skifo, sekadar informasi tentang Denny JA (ada di om Google). LSI Denny JA mensurvei dan terlibat di Pilpres 4 periode Presiden RI. SBY, 2004-2009, 2009-2014, Jokowi, 2014-2019, 2019-2024. TIME Magazine (2015) menobatkan Denny JA sebagai 1 dari 30 orang yang berpengaruh di internet. 

Denny JA the Founding Father Konsultan Politik tanah air. Dia pendiri LSI Denny JA. Dia penemu puisi esei, pelukis berbasis AI (kecerdasan artifisial), penceramah berbasis YouTube (Agama persfektif filsafat, tasawuf, sains), dan penulis yang berkarya selama 40 tahun. Dia salah satu penolak wacana penundaan Pemilu dan seabrek multitalenta Denny JA lainnya. Dia pro demokrasi. Dia pro kebebasan berpikir dan berekspresi, pro perubahan, dan seterusnya. Apalagi? Kawan tetap memancing saya. Sampai akhirnya catatan ini muncul.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun