Mohon tunggu...
Ermansyah R. Hindi
Ermansyah R. Hindi Mohon Tunggu... Lainnya - Free Writer, ASN

Bacalah!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Wajah-Wajah Pucat

9 Agustus 2023   16:33 Diperbarui: 21 Februari 2024   18:21 510
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kondisi gizi buruk pada anak-anak Balita (Sumber gambar: antaranews.com)

Di hari yang sama, berturut-turut chat dan upload sesuatu berselancar di grup WhatsApp. Sebuah chat dari bos dengan konten sekilas info. Saya kutip chat lebih dulu.

“Berdasarkan surat Bupati tersebut dan penegasan Bapak Bupati di Coffee Morning, maka diminta kepada seluruh ASN lingkup Bappeda agar mengumpulkan bendera masing-masing minimal 1 bendera 1 ASN di kemudian akan diserahkan ke Kesbangpol. Pengumpulan paling lambat Hari Jumat. Kemudian juga dihimbambau agar ASN menjadi contoh di lingkungannya untuk menaikkan bendera merah putih di depan rumah tempat tinggal masing-maaing mulai hari ini tanggal 1 Agustus 2023.”

Sepenggal kutipan dari bos saya tidak indahkan. Mestinya saat itu juga, bendera merah putih nampak berkibar. Kepada bendera merah putih! Hormat gerak! Tidak, tidak, sungguh! Bendera merah putih yang dipersiapkan bisa ditebak tidak bakalan dipakai. Mengapa? 

Mumpung bendera merah putih sudah pudar warnanya lantaran tergenang oleh air saat banjir bandang, empat tahun sebelumnya. Bendera merah putih dan yang empunya terjebak. Ah, sudahlah! Kelamaan nanti trauma lagi tatkala terbayang kembali. Lebih sepekan mungkin, saya coba untuk merenung. Saya rupanya cukup lama tidak lagi mengibarkan bendera merah putih demi 17 Agustus. 

Apa kata ruh para pahlawan kemerdekaan? Seandainya kakek dan nenek kita bisa berbicara di bumi. Eh, cucu-cucuku! Kibarkan bendera merah putih dong! Tuh, lihat! Cucu-cucuku sudah bisa sekolah tinggi. Bisa tersenyum. Maka pecahlah tawa riang gembira. 

Coba bandingkan cucu-cucu dengan masa perang revolusi kemerdekaan! Tempoe doeloe, sedih dan susah bukan kepalang. Di masa kecil, saat bersekolah, kita dididik untuk menghargai jasa para pahlawan. Ya ampun! Kibarkan merah putih, susah amat!

Menjelang siang, saya sudah mengibarkan bendara merah putih. Saya tersenyum sejenak. Betul, lebih sepekan terbangun dari rasa malas untuk mengibarkan bendera merah putih. 

Lantas, ada semacam panggilan jiwa. Saya mengambil bendera tersebut dalam kendaraan. Sudah tersedia tiang bendera. 

Singkat cerita. Bendera merah putih berkibar dengan gagahnya. Saya melirik ke arah bendera itu. Saya kembali tersenyum dibuatnya. Bisa juga saya mengibarkan bendera merah putih, gumanku dalam hati. Sisanya, bagaimana cara saya menjauhi semua yang bernada jargon. Wah, jargon lagi!

Jargon, jargon! Jargon mengintai hari kemerdekaan. Coba lihat! Wajah anak-anak dikelilingi oleh jargon-jargon. 

Setiap jargon dan pekik sebagai ‘kata kerja’ di bulan kemerdekaan. Mungkin kita sementara tidur pulas, berbelanja, menonton, bercerita, bersolek, bekerja, atau merenung akan pelintasan batas-batas dan pengulangan peristiwa. 

Di tempat lain, orang-orang melibatkan dirinya untuk memperingati Hari Kemerdekaan Republik Indonesia, di setiap 17 Agustus. Saya melihat dari jauh tentang anak-anak dengan riangnya bermain. Mereka bahagia tanpa kepo apa makna dari kemerdekaan. Seru, gebyar bulan kemerdekaan. Saya seakan melihat para peziarah tanda kemerdekaan “tanpa perkabungan” berdatangan dari berbagai penjuru.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun