Mohon tunggu...
Ermansyah R. Hindi
Ermansyah R. Hindi Mohon Tunggu... Lainnya - Free Writer, ASN

Bacalah!

Selanjutnya

Tutup

Politik

Politik Teriakan di Ruang Kosong

22 Juli 2023   22:31 Diperbarui: 26 Juli 2023   20:05 239
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Politik bibir di balik teriakan pada bakal capres. Politik oral alias lisan, politik verbal.

Kita membicarakan suatu politik mutakhir yang latah di balik teriakan "presiden, presiden!" Kendatipun politik bibir menggambarkan dunia luar yang kita pahami, maka ia berkaitan dengan kepentingan apa yang kita mainkan.

Tubuh tidak sekadar menunjuk bibir atau teriakan massal dan pendukung lainnya. Mereka bukan mustahil tidak terbatas, sejauh hal itu menyeret ke tengah pusaran kepentingan. Kita akan bertahan atau tidak, bahwa teriakan "presiden, presiden" akan berlalu begitu saja. Sebagaimana ruang kesadaran dari teriakan, justeru membuat pendukung tidak sadar. Pendukung bacapres tertentu menjurus  ke "histeris" hanya karena memanggungnya politik teriakan.

Apapun ledakan dari dalam, politik bibir, politik teriakan kepada kita. Ia tidak dididik langsung akibat ledakan massa di bagian luar, suara pendukung di balik teriakan "presiden, presiden!"

Kehadiran pendukung adalah kehadiran yang mengarah pada kebanalan teriakan "presiden, presiden," politik bibir. Pemisahan citra semu atau nyata dipolesi dengan penampilan secara verbal. Obyek-obyek yang diselewengkan dari tujuan imanensi citra tokoh bacapres yang bisa diketahui lintasan dan jejaknya melalui citra media sosial (tubuh).

Keriangan seketika menyelimuti bibir para pendukung. Mereka bukan menoreh tinta hitam  di antara gambar yang kabur dan ironis. Teriakan "presiden, presiden" dan tidak bisa dilihat secara kasat mata. Ia mendekatkan tatapan jelas dari pendukung dalam tapal batas yang telah disingkirkan dalam ketunggalan pilihan bacapres.

Retorika politik dan tokoh bakal calon presiden dalam ingar bingar teriakan. Politik bibir dengan kata-kata dan angka-angka, jarak, dan beban citra di tengah gejala dan tanda sekejap mata. Para pendukung pulang dari tempat dimana bacapres Ganjar, Prabowo, dan Anies dengan pandangan mata berbinar-binar. Ada sebagian orang mendengar teriakan dalam ruang yang kosong.

Seluruh yang samar datang menggoda dalam pikiran. Anies, Prabowo, dan Ganjar dalam benaknya ada sejuta impian di balik teriakan dari pendukung. Entah di ajang balap Formula E bersama Anies. Dia tersenyum. Dia diteriaki penonton. "Anies Baswedan for President 2024." Anies diteriaki secara histeris oleh relawan. "Presiden, presiden, presiden" di momen Temu Relawan di Tennis  Indoor Senayan (21/5/2023). Dalam road show, Anies diteriaki saat datang shalat Jumat di Masjid Agung Al-Akbar, Surabaya (17/3/2023). Banyak momen Anies diteriaki oleh para pendukungnya.

Begitu pula dalam tiga unsur: "aktor," "sutradara," dan "panggung" politik teriakan "presiden, presiden!" Seperti desiran darah yang mengalir dalam jaliinan politik teriakan pendukung  yang nge-fans dengan bacapres. Bagai panah dan busur. Bacapres dan pendukung tidak bisa dipisahkann dengan politik teriakan. Berkat teriakan pendukung "presiden, presiden," maka teriakan spontan tidak terkira. Teriakan tanpa naskah. Lalu, teriakan pendukung tanpa "penghias bibir" atau simulasi bagaimana teknik melompat, tertawa, menangis, merayu, terjatuh, bersembunyi, mengemuka, dan melompat kembali pada teriakan lainnya.

Sang aktor di dunia politik tidak hanya sekadar tatapan kosong, tetapi teka-teki bagi para pendukung. "Presiden, presiden!" Sang aktor tidak lain dari bacapres. 

Tubuh atau tekno-teater bukanlah pertama kali dijajaki. Seperti diungkapkan sebelumnya, bahwa tidak ada ketidakstabilan dan ketidaksadaran, yang ada hanyalah pantulan figur-citra darah-daging begitu deras mengalir keluar sebagai kewarasan baru. Daya hororistik disamarkan tidak melalui citra keindahan-tubuh, melainkan dalam kelengahan diri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun