Mohon tunggu...
Ermansyah R. Hindi
Ermansyah R. Hindi Mohon Tunggu... Lainnya - Free Writer, ASN

Bacalah!

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Dulu Adil Menuntut, Kini Dituntut

14 April 2023   18:35 Diperbarui: 28 Juli 2023   16:56 362
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tetapi, bukan hal tersebut yang dibahas. Mengapa pejabat daerah seperti Bupati Kepulauan Meranti Muhammad Adil serius menyoroti pemerintahan pusat tentang dana bagi hasil (DBH) dari produksi minyak Meranti? Menurutnya, DBH yang diperoleh dianggap berbanding terbalik dengan produksi dan kenaikan harga minyak.

Bukan tanpa alasan dari pak Adil yang dimaksud adalah ketika dia berbicara blak-blakan tentang ada 222 sumur minyak di Meranti dengan produksi nyaris 8.000 barel per hari. Belum lagi perhitungan soal penambahan 13 sumur di 2022 dan rencana 19 sumur di 2023. Semuanya punya target produksi minyak sebesar 9.000 barel per hari. Sungguh spektakuler saat membaca deretan data.

Belum selesai sampai di situ. Kisah sukses itu tidak sebanding dengan kisah miris alias ironis. 

Betapa tidak. Kabupaten Kepulauan Meranti ternyata dirundung kemiskinan.

Menurut data resmi yang dikutip dari laman Badan Pusat Statistik (2023) menunjukkan bahwa Kabupaten Kepulauan Meranti termasuk satu dari 50 kabupaten/kota se Indonesia paling miskin. Kita bisa bayangkan soal keributan minyak. Jempol kekayaan sumberdaya alam Meranti, hening cipta bupatinya. (kompas.com, 07/04/2023)

Akhirnya perjuangan pak Adil tidak sia-sia. Dia membuahkan hasil. Pertemuan antara Pemerintah Kabupaten Kepulauan Meranti dan Pemerintah Pusat terjalin kesepakatan. Pertemuan itu dinilai ada happy ending. Kesepakatan tentang penambahan DBH tahun depan yang mengacu pada harga minyak di level US$ 100 per barel. Di situlah inti kesepakatannya. (cnbcindonesia.com, 22/12/2022)

Kesempatan tersebut ujung-ujungnya menjadi buyar karena ulah pak Adil itu sendiri, sekalipun kesepakatan resmi tetap berlanjut. Senyum merekah itu rupanya hanya sebentar bertengger di wajah. Pak Adil punya "goyangan" lain yang membuat terperosok dalam kasus dugaan korupsi.

Jangan lupa, awalnya jempol berkali-kali pada pak Adil. Selebihnya kita merenung kembali. Ada apa dengan negeri kita. Dari sini, saya membayangkan raut wajah pak Adil nampak muram akibat sudah terduga, sudah dituntut. Tetapi, kita lebih kaget dan mengetahui dari awal sepak terjangnya sebelum terkandung kasus, yang secara hukum sudah tindakan pidana.

Belakangan saya dirasuki prasangka buruk terhadap pak Adil. Jangan-jangan hentakan suara keras gara-gara "berat sebelahnya" antara daerah Meranti dan pusat hanyalah kedok untuk menyembunyikan kebenaran yang sesungguhnya. Mudah-mudahan tidak, pintaku dalam batin. Pasalnya, pak Adil terteriak soal Meranti dikeruk hasil buminya demi bos-bos di pusat.

Dia menyinggung juga pula kas daerahnya yang kempis gara-gara tidak ada pemasukan dari hasil produksi minyak yang cukup melimpah di Meranti. Kas daerah yang kempis atau kocek pak Adil lagi anjlok? Begitulah fantasi kosong saya yang terbang tidak karuan.

Kemarin, kesal dan protes pak Adil lantaran Kabupaten Kepulauan Meranti sebagai produser minyak mentah begitu melambung harganya, tetapi dikit duitnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun