Kehidupan ini kadangkala diselingi dengan kejutan. Alamiah dan spontan sifatnya di balik kejutan dari wong cilik.Â
Berbeda dengan para pengguna jalan dari wong gede. Guyonan muncul tentang jalan berlubang alias rusak. "Yang bikin rusak jalan adalah dari mobil para bos-bos. Mobil mewah, berpajak tinggi biangnya." Begitulah salah satu bunyi sindiran orang.
Pak Gufron tidak rela jika pamrih, apalagi muncul umpatan dan ocehan lainnya. Dia tidak bersumpah serapah dengan menjalani hidup apa adanya. Paling penting, kesehatan pak Gufron terjaga sehingga bisa mencari rezki halal.
Setelah Ista'anul Jannati mengetahui ayahnya menambal jalan, air mata pun bercucur tidak terbendung. Dia terkejut dibuatnya dan tidak tahu apa yang diperbuat.Â
"Waktu saya kerja, sempat buka handphone dan lihat di medsos ternyata bapak sudah viral, menambal lubang di jalan demi menjaga keselamatan saya." Sejiwa dengan ayahnya, si anak polos itu enggan untuk menutupi rasa pilu dan cuek.
Ayah rupanya pendiam, lantas anak haru dan bangga karena pengorbanan ayahnya begitu besar nilainya.Â
Melindungi jiwa atau keluarga merupakan tanggungjawab orang tua. Pak Gufron, sudah lebih setengah abad usianya.Â
Tetapi, perhatian dan pengorbanannya tidak terbalas oleh anaknya. Bersyukurlah punya ayah.
Banyak yang disebut ayah, tetapi pak Gufron menjadi ayah istimewa. Terhadap banyak orang dan bagi keluarganya, dia istimewa. Biar kehidupan amat sederhana, tetapi ayah tidak berkeluh kesah dan tidak menyesali garis tangan. Semuanya disyukuri dalam kehidupan. Ayah betul-betul tulang punggung bagi kehidupan keluarga. Melihat pak Gufron, melihat keberkahan hidup.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H