Berpikir tentang kegilaan dari pemikiran, berarti juga tidak sedang berpikir tentang seluruh perangkap yang dibuat oleh rezim kebenaran. Kita tidak sedang meletakkan dan serta-merta memberanikan diri untuk membangun struktur kebenaran.
Dari pihak lain masih menganggap bahwa epistemologi tidak jauh beda dengan kebenaran. Ia menjadi ironi dan ilusi yang berulang-ulang.
Mungkin pula, saya sedang bermimpi untuk membangun kegilaan melalui satu kerangka epistemik lain atau analisis diskursus yang begitu merepotkan cara berpikir yang telah ada. Mungkin, kebenaran terbuat dari tulang belulang manusia purba atau terbuat dari serbuk kayu yang mudah keropos dan hancur. Saat ini dan sampai kapanpun, kebenaran masih menjadi suatu perangkat cukup menggelikan atau membisingkan telinga sejauh kepemilikannya diabsolutkan.
Kita tidak membicarakan tema-tema pengulangan dan perbedaan dalam arus diskursus filosofis, dimana kebenaran diistirahatkan dengan kesenangan lainnya atas kegilaan. 'Ada', 'jelas' atau 'pasti' hanyalah peningggalan pemikiran modern sebagai sumber kebenaran selain pengalaman inderawi.
Saya sedang tidak menjerit sekeras-kerasnya. Saya tidak mengutuk masa lalu, tetapi bagaimana cara membuat selera humor dan panggung politik menghadapi ilusi kebenaran.Â
Sulit ditebak dan kebuntuan bagi nalar dininah-bobokan oleh hasrat dan kenikmatan berpolitik. Ini satu kasus dalam peristiwa politik
Meskipun zat beracun tidak berbahaya dan mematikan, malahan kebenaran ilmiah sedang diracik dan disebarkan pengaruhnya tidak menguntungkan karena memang tidak dibicarakan kemana-mana. Dari prosedur ilmiah atau permainan kebenaran  menjadi obat penenang korban doktrin ideologi. Ia menceraikan hasrat, selera, kesenangan, fantasi, dan mimpi. Pada saat titik kelenyapan cahaya kebenaran absolut dan tunggal menyelimuti dunia.
Disitulah kegelapan takhyul muncul dari arah lain. Sistem pemikiran klasik telah lama menggali lubang, tempat dimana kebenaran bersifat dogmatis disebarkan dalam ritus-ritus kuasa yang akan dirayakan tanpa pengarang, penafsir, produser, dan pengkhutbah.
Seiring hilangnya nilai kebenaran tidak berarti berubah seketika menjadi kebenaran yang lain.Â
Dari titik tolak ini, akibat dari pengabsolutan kebenaran meletakkan kebenaran lainnya terkutuk dan sakit parah yang pada akhirnya dijemput maut. Dari kebenaran itulah menjadi fatal.
Setiap kali ada ikhtiar menghidupkan kebenaran, saat itu pula kematian dalam seribu wajah dan dari banyak arah akan menjemputnya. Ada banyak wajah dan arah menjadi satu aparatur penjemput maut, diantaranya filsuf, ilmuwan, pengacara, Â massa pendukung, agamawan, politisi, dan aparatur negara. Kemana mereka saat kebenaran dengan cahaya yang telah redup?