Mohon tunggu...
Ermansyah R. Hindi
Ermansyah R. Hindi Mohon Tunggu... Lainnya - Free Writer, ASN

Bacalah!

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Kebenaran dan Subyektifitas

31 Januari 2023   11:33 Diperbarui: 24 Februari 2023   19:31 421
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi tuntutan kebenaran dan keadilan atas Harsya, mahasiswa UI meninggal karena tertabrak yang dijadikan tersangka (Sumber gambar: kompas.com)

Saya sedang memikirkan kegilaan terjadi dalam kebenaran atau mungkin kita menolak berpikir bersama tidurnya pikiran. 

Saya tidak tertarik untuk mencari kebenaran, karena apa yang sedang kita pikirkan ternyata memang tidak ada kebenaran. Dalam guyonan, "Anda memikirkannya, mereka tidak memikirkan kita."

Mula-mula kita berada dalam kemungkinan, berpikir atau tidak berpikir. Lalu, kegilaan di balik orang-orang yang tidak berpenyakit saraf atau tidak gila bersama orang-orang yang sedang dirasuki kebenaran.

"Di dunia ada perayaan Hari Kebenaran tapi di Indonesia yang ada penggelapan kebenaran, pemutarbalikan fakta kebenaran," kata Sumarsih di tengah massa aksi kamisan, Jakarta, Kamis. (cnnindonesia.com, 24/3/2016)

Mengapa manusia menobatkan dirinya menjadi sang pencari kebenaran?

Salah satu alasan diantaranya, karena kita dan mereka memiliki kebenaran bagai sang pesulap jejadian dan petugas gadungan. Kebenaran, yang pada akhirnya menghilang dalam ilusi kebenaran itu sendiri. 

Tetapi, apa arti kebenaran bagi sang pembual?

Demi kebenaran, sang pembual nampak menari-nari dan tertawa dengan cara menertawakan dan menari-narikan ironi dan parodi untuk dirinya sendiri.

Tidak ada yang tertawa dan menari, melainkan manusia itu sendiri yang menjadi "budak dari kebenaran." 

Nilai kebenaran adalah nilai kemerosotan di Barat dan Timur. 

Saya berpikir, saya tidak sementara berada dalam kebenaran, sosok jejadian dan gadungan. Saya dan mungkin Anda tidak berpikir selamanya tentang peristiwa politik seperti sebelum dan setelah Pemilu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun