Upaya ke arah sana memang berat, tetapi harus di mulai dari sekarang. Kapan dan siapa lagi.
Apakah hidup di dunia ini harus diakhiri dengan menantang maut? Apakah penolakan terhadap hal-hal yang bertentangan dengan keyakinan mesti diselesaikan ala teror bom bunuh diri?
Boleh jadi, sosok Agus Sujatno tidak suka selfie-selfian di depan ponselnya. Apalagi besar kemungkinannya dia tidak doyan nonton Yutub, TikTok atau Fesbukan, yang kontennya berupa hiburan bagi Gen Z dan kaum seleb. Tidak mustahil, Agus Sujatno suka baca kitab jihad, janji surga lewat bom bunuh diri atau apalah.
Dianggapnya sistem yang rusak. Getol pada sistem nabi. Padahal yang bermasalah adalah otak kaum teroris. Cara berpikir dan cara hidup dipukul rata, dimana tampilan zaman old mutlak sama dengan zaman now. Padahal, semua orang pada tahu, zaman telah berubah.
Cuma pemahaman dan penafsiran yang perlu diperbaharui, mengikuti zaman baru. "Dimana letak permasalahannya? Apanya yang keliru?" Hanya soal kebijakan saja dituduh sebagai bentuk kemungkaran.
Saya tidak berada di pihak siapa-siapa. Lantaran mendengar kemarin, jika ada lagi aksi bom bunuh diri di Bandung. Kaum teroris mungkin tidak kenal rasa lelah.
Tetapi, saya sudah jenuh membaca dan menyaksikan tindakan terorisme melalui media online. Sudahlah! Atau mungkin kita tidak ingin saling menggurui. Tentang apa itu agama? Tentang melawan kezaliman? Apa itu halal haram? Semua hal yang bernada normatif.
Jika kacamata hitam putih dipakai untuk menilai sesuatu, apa gunanya pertimbangan akal dan nurani. Dianggapnya aksi bom bunuh diri punya dalil yang benar. Tahu-tahunya mereka menggunakan "kacamata kuda" yang tidak punya persfektif lebih luas dan utuh dalam melihat dunia ini dan masa depan.
Saya tidak dalam posisi menyalahkan siapa-siapa. Saya juga tidak berada dalam pihak manapun. Kecuali, melihat sesuatu dari dalam diriku sendiri.
Ada yang absurd, ada yang tidak srek atau bahkan ada yang fatal dan nihil terhadap ihwal terorisme. Dalam pikiran dan hasrat diperhadakan dengan kaca cermin yang bening dan mulus.
Apa jadinya melihat diri dan terorisme dalam sebuah cermin yang retak dan kabur?