Mohon tunggu...
Ermansyah R. Hindi
Ermansyah R. Hindi Mohon Tunggu... Lainnya - Free Writer, ASN

Bacalah!

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Siapa yang Gila?

27 Oktober 2022   16:55 Diperbarui: 22 Februari 2024   13:08 217
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pemuda harapan bangsa. Begitulah ungkapan yang sering kita mendengarnya dari masa ke masa. Kali ini, dia tidak diungkapkan persis sama dengan ungkapan yang cukup memberikan semangat. 

Mungkin, pemuda di sini yang ditunjukkan secara pribadi tidak lebih dari diskursus yang sedikit kedengaran lebih lugu.

Kita sudah mulai atau tidak lagi melihat sosok pemuda yang gila berprestasi, yang mewakili lembaga pendidikan atau negaranya untuk mengikuti ajang pertemuan bergengsi di tingkat internasional. 

Kita mungkin lebih melihat pemuda yang hidupnya agak urakan, bahkan sedikit tidak terurus. Apalagi jika dibandingkan antara pemuda yang kelihatan sementara bloon dan awut-awutan dengan pencapaian pemuda yang dipersembahkan melalui forum ilmiah global nampaknya tidak memiliki keterkaitan dengan tema-tema kecil dari kegilaan yang heboh, dalam kehidupan lain justeru dianggap biasa-biasa saja.

Secara resmi, indikator pemuda dalam usia produktif dan non produktif sebagai penduduk telah lama tersusun menjadi bagian dari rasio ketergantungan dalam negara modern. 

Satu hal yang tidak terlupakan, bahwa 'pemuda' dianggap memiliki fungsi simbolik yang lahir dari struktur 'Ibu Pertiwi' dan 'Ayah'. Diskursus kepemudaan dan pemuda itu sendiri berhubungan dengan orang tuanya secara tidak diduga-duga atau dipikirkan sebelumnya.

Dalam diskursus tentang kehidupan, keriangan muncul, penderitaan lenyap, demikian pula sebaliknya. Yang pertama-tama menceritakan kisah pemuda adalah peristiwa tentang kepergian Ayahnya yang senyap. Karena mimpi anak muda hanya menemukan dirinya lebih enteng dan lebih bergairah untuk mengenang sosok Ayahnya yang telah tiada.

Tidak ada lagi keraguan dari seseorang yang memperluas paragraf hubungan simbolik, sekalipun tercampakkan di hadapan dirinya sendiri. Selebihnya, anak muda kreatif menempatkan dirinya untuk tetap berbakti pada 'Ibu Pertiwi' dan 'Ayah' yang belum sempat didekapnya erat-erat. 

Anak muda tetap berterima kasih pada sesuatu yang aneh, bukan hal yang biasa-biasa. Kata-kata melalui kegembiraan dibalik penderitaan berangsur-angsur mulai memudarkan penampakan wajahnya.

Kita memerlukan lebih senyap untuk menguji diri dari marabahaya yang menyelimuti sang pemuda tatkala dari hari ke hari nampak lebih aneh. 

Satu langkah lagi menuju anak muda yang gila. Kehidupan dan karya pemuda akan menerjang fantasinya sendiri yang dangkal, melepaskan mimpi yang buram tanpa teks dengan pesta hura-hura.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun