Tidak seorang pun mengetahui secara persis, mengapa dia meninggalkan ateisme.
Apakah sosoknya sebagai ateis yang dianutnya tidak mencapai titik terang dalam kehidupan atau sekadar luapan aura kehidupan yang mengerikan?Â
Jejak Tuhan menghilang dalam ketidakhadiran jejak eksistensinya.
Mengapa sang profesor ateis itu mengajukan pertanyaan seakan-akan tanpa akhir.Â
Apakah ada ‘Realitas Tertinggi’ bernama ‘Wujud Tuhan’ di alam semesta?Â
Apakah dia gagal mengetahui wujud Tuhan di balik realitas? Murnikah mengajukan pertanyaan bahwa dia menolak eksistensi Tuhan, yang membuatnya menjadi ateis?
Kebenaran matematika yang dia geluti tidak terdengar bahwa dia mengatakan lebih tahu dari semua orang. Tentang orang-orang tidak tahu apa rahasia dari ateis itu ada.Â
Tetapi, kilatan cahaya yang dinantikannya tidak muncul dalam dunia ateis. Ketidakpercayaan terhadap eksistensi Tuhan lenyap dalam ruang kebebasan memilih. Kebebasan itu akhirnya hanyalah ilusi (Nietzschean).
Cobalah apa sesungguhnya yang Anda inginkan! Lingkaran ilusi yang datang dari kesadaran dan kebebasan individu dalam sisi kehidupan ateis.Â
Kemunculan penanda ateis berarti ‘akhir dari permainan Tuhan’ di bumi.
Subyek sebagai agen otonom yang tidak hanya memperdulikan pertimbangan rasional dari titik kebenaran matematika.Â