Mohon tunggu...
Ermansyah R. Hindi
Ermansyah R. Hindi Mohon Tunggu... Lainnya - Free Writer, ASN

Bacalah!

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kisah Tragis dan CPNS Mundur, Mengapa Tidak dari Awal?

17 Oktober 2022   09:05 Diperbarui: 17 Oktober 2022   19:30 272
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Peristiwa tragis ini adalah peristiwa nyata terjadi di paruh pertama 2020.Satu kisah yang berawal dari sosok pria berusia lebih lima puluhan menandai babakan drama kehidupan, titik di mana ujung babakan menyisakan duka lara.

Sebagai bagian dari kehidupan, sosok pria itu memiliki sebuah keluarga sederhana.

Dari sumber yang ada, tidak ada gambaran rinci dari latar belakang kehidupannya.

Di sini perlu diakui bahwa di antara status yang diincar oleh sebagian masyarakat Indonesia adalah pegawai negeri sipil/aparatur sipil negara (PNS/ASN).

Seseorang berstatus PNS dengan gaji jutaan rupiah per bulan bagi sebagian orang mungkin sudah cukup asyik untuk menopang kebutuhan hidup.

Apalagi bila ada pengumuman rencana kenaikan gaji tahun depan. Betapa mereka melonjak-lonjak karena gembira. Ditambah penghasilan di luar gaji seperti tunjangan ini dan itu.

Tetapi tidak bagi Agus Haidir, seorang PNS yang ditemukan tidak bernyawa secara mengenaskan di kebun sawit Bumi Ratu, Lampung Tengah.

Justru di sela-sela kesibukan sebagai PNS di UPTD Pendidikan Kecamatan Panjang, Bandar Lampung, dia juga ternyata menjalani profesi ganda, yaitu menekuni pekerjaan sebagai tukang ojek pangkalan. (tribunnews.com, 23/01/2020)

Oleh Yasir (20), anak korban terakhir kali bertemu ayahnya pada Rabu. Biasanya, dia pergi ke kantor sambil ojek yang mangkal di satu tempat.

Saat ditemui di rumah sakit, Yasir rupanya telah mengidentifikasi pakaian ayahnya di hari nahas itu.

“Pada hari itu, ayah pakai baju kemeja putih, celana hitam, dan sepatu olahraga,” tuturnya.

Menurut pengakuannya, sejak itu, dia tidak lagi mengetahui sang ayah di mana rimbanya.

Dia mulai curiga dengan ayahnya karena selama empat hari tidak bisa menghubunginya.

Jika selama itu tidak diketahui di mana keberadaan sang ayah. Ada kemungkinan besar sedang terjadi di luar kebiasaan atau gelagat yang asing.

Mungkin melalui firasatnya yang aneh dan tajam. Saat setelah mendengar kabar mengenai penemuan mayat di kebun sawit, dia bertambah yakin, bahwa dialah sang ayah yang tewas di suatu tempat yang tidak dirahasiakan, selain rahasia kematian itu sendiri.

Identifikasi pakaian sang ayah sebelumnya ditangkap oleh Yasir membantu pihak petugas kepolisian, sehingga mampu mengenali sang ayah.

Berkat pengenalan yang jeli melalui hasil identifikasi sang ayah sebelumnya, maka dia bisa memastikan korban diketahui dengan pakaian yang dikenakan.

Tidak ada motif dan warna lain dari pakaian sang ayah yang dikenakan saat itu. 

Semuanya terlihat jelas dalam ingatan. Suatu ingatan yang kejam di hari kematian ayahnya.

Tidak hanya sampai di situ kisahnya. Berlanjut pada serangkaian penyidikan oleh aparat yang berwewenang untuk menangani kasus mayat yang ditemukan di luar kawasan keramaian atau permukiman penduduk.

Didahului oleh penemuan mayat oleh salah satu warga setempat, tampak tangan korban terpisah dengan jarak sekitar 20 meter dari tubuhnya. 

Jenazah korban yang berstatus PNS setelah dikonfirmasi merupakan warga yang sama dengan anaknya.

Di hari itu yang tidak disangka akan kedatangan musibah kematian dari seorang pengendara bernama Agus Haidir. 

Proses evakuasi jenazah sosok PNS tersebut dilanjutkan pada tahapan pemeriksaan DNA, agar yang bersangkutan merupakan orang tua dari Yasir, anak korban.

Singkat cerita, aparat yang berwewenang apa motif dari kehadiran korban yang tewas.

Apakah korban mutilasi atau karena terkaman binatang buas? Masih bersifat spekulasi peristiwa tersebut masih diselimuti teka-teki. 

Sementara dalam tahapan olah tempat kejadian perkara yang dilakukan oleh aparat hukum.

Satu ungkapan, untung tidak dapat diraih, malang tidak dapat ditolak. 

Begitulah peristiwa tragis yang menimpa Agus Haidir, salah satu sosok PNS, pelayan masyarakat, yang rela nyambi sebagai tukang ojek demi mencari nafkah tambahan bagi keluarganya.

Ada juga kemungkinan besar terjadi kisah lain yang memilukan di luar sana.

Seperti kisah PNS yang mengundurkan diri karena berpuluh tahun mengabdi. Tetapi, kondisi hidupnya pas-pasan dengan beban tugas dan tanggungjawab yang besar.

Masih terjadi ketidakseimbangan antara penghasilan dan tuntutan hidup, beban pekerjaan dan beban hidup, yang tidak selamanya berjalan mulus dalam kehidupan PNS. 

Di situlah ujian dan tantangannya, selalu ada jalan keluarnya di balik permasalahan.

Setragis apa pun hidup ini, bagi sosok PNS dijalani sesuai apa yang telah digariskan dalam kehidupan.

Tetapi, semuanya diharapkan untuk menjaga keutuhan hidup dan dibebaskan dari peristiwa tragis yang tidak diketahui kapan dan dari mana kemunculannya.

Belajar dari peristiwa tragis, selayaknya pengambil kebijakan bisa menangkap keluhan dan aspirasi yang datang dari aparatur sipil hingga di golongan terendah. 

Dari sini, kita ingin melihat tingkat kepekaan negara atas aparat penyelenggaranya.

***

“Kesetiaan pada sang nyata (uang-gaji), suatu objek godaan yang terukur dan bersifat kuantitatif.” 

Sang nyata alias fulus-gaji inilah yang memicu dan menggoda dengan “ekonomi hasrat” tanpa telanjang, tanpa adegan ‘panas’, dan umbar tubuh yang memesona (Baudrillardian).

Pengunduran diri dari calon penyelenggara negara berarti tidak ada kisah atau tulisan.

Objek gaji kecil yang tidak memikat mereka adalah tanda-tanda kosong, yang memperlihatkan bentuk kepiluhan dan memarodikan pengabdian pada bangsa dan negara.

Jeritan ekonomis menandai ketampakan dan kelenyapan material. Tindakan menjauh jika gaji kecil.

Sebaliknya, menantang dan membujuk rayu jika jumlahnya besar.

Kebutuhan yang cukup banyak dari CPNS terbawa arus dalam dunia tanda PNS. Seperti ketidakhadiran rumah mewah, sepatu, tas, arloji atau pakaian bermerek papan atas.

Tidak ada keranjang buah-buahan dan lauk-pauk yang melimpah di dapur setiap hari. Persis mendekati akhir bulan, hasrat atas objek kembali buyar.

Atau mungkin saja terhadap hal-hal yang berkilau secara lahiriah yang ditemukan hanyalah bualan dalam hidup nyaman.

Keinginan dalam suasana hidup nyaman dan tenang adalah tingkat pencapaian yang disediakan oleh dompet atau kantong tebal.

Mulanya godaan mata. Wujud paling mendesak dan murni keterusterangan pilihan atas fulus yang melintasi kata-kata profesionalitas di belakang meja.

Ia terlihat sendiri menyatu dengan lingkaran fantasi untuk hidup lebih nyata.

Kenyataannya, ibarat baru memasuki halaman rumah aparatur sipil yang menggambarkan sebuah jalinan tidak diketahui.

CPNS mesti memiliki jawaban yang tertuntaskan sebelum menyatakan mundur. 

Lalu, mengapa ngebet menjadi CPNS, jika harapan tidak sesuai dengan kenyataan?

Daya pikat tunggal dari sebuah sang nyata yang tidak mampu disalurkan akibat mekanisme pengunduran diri sebagai calon aparatur sipil, yang bergeming dan hening seketika.

Pemerintah kadangkala melakukan moratorium atau penundaan rekruitmen calon pegawai negeri sipil/calon aparatur sipil negara (CPNS/CASN) lantaran begitu banyaknya minat untuk mengidam-idamkannya, di samping juga jumlah yang akan pensiun masih kurang.

Melalui gaji atau tunjangannya, mereka bisa memakai seragam yang rapih dan cukup necis, bukan baju butut.

Penampilan sosok CPNS dari 105 yang lolos seleksi 2021 tidak jauh beda dengan proses rekruitmen sebelumnya.

Wajahnya berseri-seri, bahagia bercampur haru tatkala keluar pengumuman kelulusannya. (tempo.co, 30/05/2022)

Sekilas, sistem penggajian itu menarik. Semestinya juga, CPNS perlu memikirkan secara matang dan jauh-jauh hari sudah tuntas jawabannya sebelum terlibat terlalu jauh dalam proses rekruitmen.

Karena objek gaji yang kecil tidak menggoda atau tidak memikat melalui mata dan selera, maka rahasia penampakan status di balik pesona menghilang dalam kekosongan makna, yang diukur secara material.  

Sebuah sistem penggajian sejurus sistem kepegawaian tidak berdaya di hadapan selera dan hasrat untuk meningkatkan kesejahteraan aparatur sipil lewat gaji.

Lagi pula, dalam upaya meminati dunia kepegawaian itu, yang pada era guncangan seperti sekarang menjadi CPNS masih dianggap sebagai tuntutan hidup.

Kekuatan godaan untuk tanda kesejahteraan hidup bertumpu pada gaji dengan variasi berdasarkan golongan. 

Artinya, terhadap tuntutan hidup dan objek yang menggoda bukan membuat ‘mata duitan’, melainkan wujud yang paling mendesak dan murni dari suara batin.

Menjadi abdi masyarakat tidak berarti abdi uang-gaji. Kapan mereka menjelma sebagai abdi uang-gaji, maka mereka terjatuh dalam kekosongan. 

Karena itu, jika bukan laksana fatamorgana, mereka tidak merasa puas dengan keadaan yang dihadapi.

Menantang begitu mirip dengan godaan. Sambil menggerutu, di kalangan aparatur sipil sering muncul ungkapan sebagai logika atau prinsip hidup, yaitu logika pengabdian.

Orang tidak yakin lagi untuk menantikan keadilan bagi aparatur sipil golongan rendahan yang memiliki keterampilan di bawah rata-rata atau akibat kerja berbasis kinerja. 

Yang dituntut berapa jumlah keluaran dan hasil kegiatan, yang dijadikan tolok ukur berdampak pada tunjangan kinerja dan tunjangan lain.

Kebutuhan setiap bulan terhanyut dalam arus kesenangan melalui pengeluaran keseharian. 

Sementara, esensi pegawai negeri bagaimana menunaikan tugas dan fungsinya demi keutuhan perwujudannya sebagai pelayan masyarakat.

Tidak penting apakah itu ritual otomatis (gajian per bulan, tunjangan) atau bukan. Yang ada hanyalah proses penampilan kerja profesional yang nyata. 

Hidup sebagai tujuan pragmatis bisa dikatakan telah dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan paling mendesak.

Hak untuk hidup layak sejalan dengan makan untuk hidup menentang hidup untuk makan. 

Atas perhatian kesejahteraan merupakan tanda kurva kehidupan dalam garis naik-turun, yang semuanya bisa diterima dan ditolak menurut pilihan ekonomi hasrat.

Karena itu, hak untuk hidup layak terletak di tanda kesejahteraan, ruang berkembang seluruh perwujudannya sebagai manusia. 

Pemenuhan hak untuk hidup sejahtera bukanlah jenis hasrat yang tidak terkontrol. Ia bukanlah sesuatu yang bisa dijebak oleh karier, dikejar oleh fantasi dan mimpi.

Ratusan CPNS mundur itu menandakan ada sesuatu yang hilang, yang tidak bisa dijelaskan secara regulatif dan etis. 

Ada ancaman utopis yang dibayangkan dalam proses lanjut sebelum hari pengunduran diri sebagai calon pegawai negeri, yang tertuju pada gaji.

Mungkin saja, meskipun dengan cara dan penilaian kinerja yang berbeda diikuti dengan beban kerja dan tanggungjawab pimpinan lebih besar dibandingkan bawahan. 

Aparatur sipil dibekali sepenuhnya dengan suatu “kepemerintahan-intelektual,” yang ditandai dengan tugas dan fungsi yang berbeda sesuai disiplin ilmu.

Akibat dari pengambilan gambar melalui daftar gaji per golongan, maka gambar anatomis yang diperbesar: zooming

Tetapi, wujud nyatanya menghilang dalam “bujuk rayu baru,” dimana penampilan instan tergerus oleh ketransparan tuntutan hidup.

Demi hak untuk hidup sejahtera, bentuk perjuangan tidak terkuras oleh bujuk rayu ekonomi, yang melampaui disiplin ilmu dan keterampilan teknis.

Sebab objek dipicu dan dibakar oleh bujuk rayu. Hasrat untuk kesejahteraan calon pegawai negeri termasuk berstatus pegawai negeri bukanlah lelucon konyol dan naif.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun