Masih teringat jelas dibenak... bagaimana si sulung yang ceking kurus, sulit sekali mengkonsumsi makanan yang mampu kami sediakan di masa kanak-kanaknya.Membutuhkan waktu berjam-jam demi asupan gizi yang cukup bagi pertumbuhannya.
Teringat betapa segala sesuatu sangat terbatas untuk mensupport pertumbuhan dirinya. Dana terbatas, prasarana terbatas, bekal mendidik anak terbatas, waktu yang dimiliki juga terbatas. Hanya kasih dan kesabaran yang selalu tersedia dan tak kunjung habis untuk kami berikan.Â
Walau di sana sini ditemukan carut marut kekeliruan kami dalam mendidiknya, namun kelapangan hati kami untuk mengakui kekurangan dan permintaan maaf atas kebodohan kami dalam mendidik rupanya memberi dampak yang berbeda bagi si sulung.
Baginya, kami menjadi orangtua yang tampil apa adanya. Selalu menyadari dan mengakui bahwa diri kami belum sempurna, banyak kekurangan di sana sini. Kami menunjukkan bagaimana kami berprogress untuk menjadi orangtua yang makin baik, orangtua yang tertatih-tatih terus belajar menjadi orangtua yang lebih baik di setiap harinya. Dengan demikian kami juga selalu memberi ruang bagi kesalahan dan keterbatasan anak kami.
Semua nilai-nilai kehidupan dan keteladanan sebaik mungkin yang dapat kami taburkan...kami tabur walau kadang mencucurkan air mata, dan benih-benih itu makin nyata bertumbuh dalam pribadinya.Â
Tak terasa satu tahun sudah kami melepas si sulung ke masa depan. Â Kami merayakan bersama momen bahagia itu. Terharu melihat kebahagiaannya menjalani pernikahan bersama pasangan hidupnya, keuletan dalam perjuangan mencari nafkah dan kebutuhan hidup, kecintaannya kepada keluarga, kepeduliannya terhadap sesama, perubahan positif yang makin terlihat dalam dirinya.Â
Semua berakumulasi menjadikan kami makin bersyukur atas anugerah Ilahi yang dicurahkan bagi kami sekeluarga, khususnya anak sulung kami dan keluarga yang baru dibentuknya.
"Pap, karyawanku yang ini kasihan...dia hanya lulus SMA, padahal dia rajin dan bisa dipercaya. Jadi aku berencana dari hasil keringatku mau kuliahkan dia. Biar ikut Universitas terbuka sehingga memiliki masa depan yang lebih baik."Â
"Apa mami memiliki referensi untuk perkuliahan tersebut ?"
Itu salah satu dari sekian benih yang tertabur dan tumbuh terkait apa yang sering dilihatnya melalui dan dalam hidup kami. Teladan dalam membantu sesama di sekeliling kami yang dikenal dan diketahui memang butuh dibantu.
Berangsur sirna sudah sebersit keraguan dan pertanyaan kami : Seberapa kompeten-kah si sulung menjadi seorang pemimpin yang handal untuk keluarga baru yang dijalaninya ? Betapa syukurku melimpah, di zaman generasi muda yang makin tak peduli dan mementingkan diri sendiri ini, ternyata kutemukan kemurahan hati dan kepedulian dalam dirinya.
Sangat kami sadari bahwa andil sang istri tentu besar untuk perubahan-perubahan dirinya. Hal ini menambah syukur kami, beroleh menantu yang berbakti, baik dan mencintai dengan tulus si sulung. Terima kasih Tuhan atas karuniaMu.Â
Bagaimana pribadi si sulung yang dahulu begitu tertutup, penuh misteri, dalam gejolak pergumulan diri menghadapi masa depannya. Kini dapat dengan leluasa bercerita, rencana-rencana hidupnya, pintu-pintu nafkah dan kemudahan yang dibukakan Tuhan bagi diri dan keluarganya. Ini benar-benar menjadi anugerah special bak terang yang membahagiakan bagi kami menyongsong masa yang mulai senja ini. Selamat menempuh hidup yang terus dibaharui, sulungku...
Doa kami bagimu selalu, sama seperti doa kami bagi adik-adikmu. Kiranya berkat, kasih, dan kemurahan serta kebaikan Tuhan selalu menyertai langkah-langkahmu.
Sungguh tak pernah menjadi sia-sia bekal moral, nilai-nilai kehidupan termasuk rambu--rambu dalam memilih pasangan hidup, keteladanan hidup beribadah yang kita taburkan dalam ketekunan dan doa. Semua berakumulasi menjadi modal perjalanan anak-anak kita meluncur ke masa depan mereka.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H