Memang dalam berbagai postingan yang kami temukan, ada doa lain untuk berbuka puasa. Hadits ini dinilai hasan oleh ulama hadits sehingga boleh diamalkan haditsnya karena riwayatnya diterima (maqbul).
Redaksi doanya berasal dari hadits yang tercantum dalam kitab Sunan Abu Dawud sebagai berikut:
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللهِ بْنُ مُحَمَّدٍ بْنُ يَحْيَى, نَا عَلِيْ بْنُ الْحَسَنِ بْنُ وَاقِدٍ, نَا مَرْوَانِ – يَعْنِيْ ابْنُ سَالِمٍ الْمُقَفَّعِ – قَالَ رَأيْتُ ابْنُ عُمْرٍ يَقْبِضُ لِحَيَتِهِ فَيَقْطَعُ مَا زَادَتْ عَلَى الْكَفِّ, وَ قَالَ : كَانَ النَّبِيُّ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إذَا أفْطَرَ قَالَ : "ذَهَبَ الظَّمَأُ وَ أبْتَلَّتِ الْعُرُوْقُ, وَ ثَبَتَ الأجْرُ إنْشَاء اللهَ.
Artinya: Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Muhammad bin Yahya, telah menceritakan kepada kami Ali bin al-Hasan bin Waqid, telah menceritakan kepada kami Marwan (yakni Ibnu Salim Al-Muqaffa'), ia berkata, "Aku melihat Ibnu Umar memegang jenggotnya lalu memotong yang bertambah di atas telapak tangan, kemudian ia berkata, 'Rasulullah s.a.w. ketika berbuka, beliau membaca doa, 'Dzahaba adz-dzama'u wabtallatil 'uruq wa tsabata al-ajru insya Allah''' (Telah hilang dahaga, urat-urat telah basah, dan telah diraih pahala, insya Allah).'"[9]
Dari penjelasan di atas maka jelaslah bagi kita untuk tidak mempermasalahkan status doa di atas. Walaupun memang hadits berbuka dengan membaca "Allahumma laka shumtu ..." dinilai dhoif, namun karena ulama lain dari ketiga madzhab menganjurkan untuk membacanya, maka hadits tersebut dinilai shohih sebagaimana sesuai kaidah yang dituliskan oleh Imam Jalaludin As-Suyuthi. Tidak dipersoalkan pula jika kita ingin mengamalkan doa "Dzahaba adz-dzama'u ..." karena riwayat hadits tersebut shahih.
Wallahu a'lam
Sumber
[1] Abu Dawud Sulaiman bin al-Asy'ats as-Sijistani, Sunan Abu Dawud, (Riyadh: Maktabah al-Ma'arif, 1424 H), hlm. 414.
[2] Jamaluddin Abu al-Hajjaj Yusuf al-Mizzi, Tahdzibul Kamal fi Asma'i Rijal, juz 28, (Beirut: Muasassah ar-Risalah, 1992), hlm. 122-123.
[3] Abu Qosim Sulaiman bin Muhammad Ath-Thabarani, Mu'jam al-Ausath, juz 7, (Kairo: Dar Al-Haramain, 1995), hlm. 298.
[4] Op. Cit., juz 8, hlm. 395.
[5] Ahmad bin Ali bin Hajar al-Asqolani, Lisanul Mizan, juz 2, (Beirut: Maktabah Mathbuah al-Islamiyyah), hlm. 155-156.