Mohon tunggu...
Erlangga Danny
Erlangga Danny Mohon Tunggu... Lainnya - Seorang yang bermimpi jadi penulis

Wat hebben we meestal doen, bepalen onze toekomst. Daardoor geschiedenis is een spiegel voor toekomst. Leben is een vechten. Wie vecht niet, hij zalt in het gedrang van mensen verpletteren.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Dukhan Pada Bulan Ramadhan

19 November 2022   20:11 Diperbarui: 19 November 2022   20:24 591
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Soal dukhan ini sempat heboh di media sosial. Pasalnya, ada seorang ustadz yang memberikan ceramah di youtube lalu viral di berbagai media sosial tentang bencana yang akan terjadi pada 15 Ramadhan. Ini terjadi pada tahun 2020 lalu.

Banyak orang yang terlanjur percaya hanya karena yang menyampaikan adalah seorang bergelar ustadz. Fakta yang ada menunjukkan bahwa tidak semua ustadz memahami ilmu hadits secara komprehensif. Banyak orang awam mengira bahwa seorang ustadz mesti memahami semua fan ilmu agama Islam. Padahal tidak selalu juga.

Ada seorang ustadz yang hanya menguasai ilmu bahasa Arab saja. Ada lagi ustadz yang paham masalah fiqh dan ushul fiqh saja. Bahkan ada seorang ustadz yang hanya menguasai ilmu hadits saja.

Hanya saja, ilmu seorang ustadz belum tentu dikatakan pakar. Karena seorang ustadz adalah seorang guru, belum tentu ia ulama. Sedangkan ulama adalah orang yang pakar dalam suatu ilmu tertentu. Maka seorang ulama pasti seorang ustadz.

Lucunya masyarakat kita, ketika bertanya kepada seorang ustadz sering menanyakan "Apa hukum dari ...". Padahal kalau kita bertanya masalah hukum suatu persoalan, maka muaranya ingin jawaban masalah fiqh. Masyarakat kita terkadang menanyakan kepada semua ustadz yang belum tentu paham ilmu fiqh.

Di Indonesia ada seorang ustadz yang begitu kondang ceramahnya, namun secara keilmuan belum dikatakan ulama. Bahkan ada juga sebenarnya ia ulama, tetapi karena ia tidak begitu dikenal, banyak orang yang tidak mengambil faidah ilmunya.

Seorang ustadz bisa dikatakan sebagai ulama tentunya bila ia betul-betul diakui keilmuannya oleh ulama. Tentunya bila mempunyai karya tulis ilmiah yang membuktikan kepakarannya dalam ilmu itu baik itu berupa buku, jurnal, maupun karya tulis ilmiah lainnya.

Kembali lagi ke persoalan dukhon tadi. Hadits tentang adanya dukhon ini saking viralnya, banyak akhirnya membuat orang takut dan bersiap-siap sebelum adanya dukhan di bulan Ramadhan. Ada yang sampai menimbun kurma  karena dalam ceramah ustadz tersebut dibumbui bahaya kekeringan selama tiga tahun.

Hadits tentang dukhan tersebut kita temukan dalam kitab karya Numan bin Hammad berjudul al-Fitan dengan redaksi berikut:

قَالَ نُعَيْمٌ بْنُ حَمَّادٍ : حَدَّثَنَا أَبُو عُمَرَ عَنِ ابْنِ لَهِيعَةَ قَالَ : حَدَّثَنِي عَبْدُ الْوَهَّابِ بْنُ حُسَيْنٍ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ ثَابِتٍ الْبُنَانِيِّ عَنْ أَبِيهِ عَنِ الْحَارِثِ الْهَمْدَانِيِّ عَنِ ابْنِ مَسْعُودٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : “إذَا كَانَتْ صَيْحَةٌ فِيْ رَمَضَانَ فَإنَّهُ تَكُوْنُ مَعْمَعَةٌ فِيْ شَوَّالٍ، وَتَمَيَّزَ القَبَائِلُ فِيْ ذِيْ الْقَعِدَةِ، وَتُسْفَكُ الدِّمَاءُ فِيْ ذِيْ الْحِجَّةِ وَالْمُحَرَّمِ. قَالَ: قُلْنَا: وَمَا الصَّيْحَةُ يَا رَسُوْلُ اللهِ؟ قَالَ: هَذِهِ فِيْ النِّصْفِ مِنْ رَمَضَانَ لَيْلَةِ الْجُمْعَةِ فَتَكُوْنُ هَدَّةً تَوَقَّظَ النَّائِمَ وَتَقَعَّدَ الْقَائِمَ وَتَخَرَّجَ الْعِوَاتَقُ مِنْ خُدُوْرٍهُنَّ فِيْ لَيْلَةِ جُمْعَةٍ فِيْ سَنَةِ كَثِيْرَةِ الزَّلَازِلِ ، فَإذَا صَلَّيْتُمْ الفَجْرَ مِنْ يَوْمِ الْجُمْعَةِ فَادْخُلُوْا بُيُوْتَكُمْ، وأغْلَقُوْا أَبْوَابَكُمْ، وَسُدُّوْا كَوَاكُـمْ، ودَثِّرُوْا أَنْفُسَكُمْ، وَسُـدُّوْا آذَانَكُمْ إذَا أَحْسَسْتُمْ بِالصَّيْحَةِ فَخَرُّوْا للهِ سَجَدًا، وَقُوْلُوْا سُبْحَانَ اللهِ اْلقُدُّوْسِ، سُبْحَانَ اللهِ اْلقُدُّوْسِ ، رَبَّنَا الْقُدُوْسِ فَمَنْ يَفْعَلُ ذَلك نَجَا، وَمَنْ لَمْ يَفْعَلْ ذَلِكَ هَلَكَ

Artinya: Nu'aim bin Hammad berkata, "Telah menceritakan kepada kami Abu Umar, dari Ibnu Lahi'ah ia berkata, 'Telah menceritakan kepadaku Abdul Wahab bin Husain dari Muhammad bin Tsabit al-Bunani dari ayahnya, dari al-Harits al-Hamdani, dari Ibnu Mas'ud radhiyallahu anhu, dari Nabi shalallahu alaihi wasallam bersabda, "Jika datang suara pada bulan Ramadhan, maka akan terjadi huru-hara di bulan Syawal, kabilah-kabilah saling bermusuhan pada bulan Dzulqoidah, dan terjadi pertumpahan darah di bulan Dzulhijjah dan Muharram.." Kami bertanya, "Suara apa Ya Rasulullah?", Beliau bersabda, "Ini (suara keras) bulan pertengahan Ramadhan pada malam Jumat yang akan membangunkan orang tertidur, menjadikan orang yang berdiri jatuh, para gadis keluar dari pingitannya pada malam Jumat pada tahun yang banyak keguncangan (gempa). Maka ketika kalian sholat subuh pada hari Jumat, masuklah ke rumah-rumah kalian, dan tutuplah pintu-pintu rumah kalian, sumbatlah lubang-lubangnya, selimutilah diri kalian, dan sumbatlah telinga kalian. Jika kalian merasakan adanya suara itu, maka bersujudlah kepada Allah swt dan ucapkan 'Maha Suci Allah Yang Maha Suci, Maha Suci Allah Yang Maha Suci, Rabb kami Maha Suci'. Maka siapa yang melakukannya, ia akan selamat dan siapa yang tidak melakukannya, ia akan binasa.[1]

Disini, kami akan jelaskan satu per satu rawi yang bermasalah tersebut. Siapa sajakah mereka itu?

  • Nu'aim bin Hammad

 Nu'aim bin Hammad memiliki nama asli Nu'aim bin Hammad bin Muawiyah bin al-Harits bin Hammam bin Salamah bin Malik al-Khuza'i. Ia memiliki nama kunyah Abu Abdullah al-Marwazi al-Faridh al-A'war. Ia tinggal di Mesir.[2]

Nu'aim bin Hammad meriwayatkan hadits dari Walid bin Muslim, Abdullah bin al-Mubarak, Abdullah bin Wahb, Fudhoil bin Iyadh, Abu Dawud ath-Thoyalisi, Sedangkan orang yang meriwayatkan hadits darinya antara lain Abdullah bin Abdurrahman ad-Darimi, Abu Zur'ah Abdurrahman bin Amr bin ad-Dimasyqi, dan Yahya bin Ma'in.

Abdurrahman bin Abi Hatim dari ayahnya mengatakan bahwa ia merupakan tempatnya kejujuran. Menurut Imam an-Nasa'i, ia merupakan perawi dhoif dan tidak tsiqoh. Abu Ubaid al-Ajurri dari Abu Dawud berkata bahwa Nu'aim bin Hammad memiliki dua puluh hadits nabi. Namun haditsnya tidak memiliki asal yang jelas. Hal ini sebagaimana dikutip oleh penulis kitab mengenai contoh hadits yang ia riwayatkan bermasalah. [3] Ia wafat pada tahun 282 H. 

  • Abdullah bin Lahiah

 Namanya Abdullah bin Lahiah bin Uqbah bin Fur'an bin Rabi'ah bin Tsauban al-Hadhromi al-U'duli dengan nama kunyah Abu Abdurrahman. Ada yang menyebut ia lahir pada tahun 76 H, ada yang menyebut ia lahir pada 77 H. Ia wafat pada 174 H.[4] Beliau sempat tinggal di Mesir. Namun pada tahun 170 H rumahnya di Mesir terbakar sebagaimana yang dikatakan oleh Imam Bukhori dari Yahya bin Bukair.[5] Banyak ulama yang mengakui kedhobitannya dalam hadits, namun setelah rumahnya terbakar beserta kitab-kitabnya, hafalannya mengalami kekacauan. Sehingga riwayatnya menjadi lemah.

  • Muhammad bin Tsabit al-Bunani

 Nama aslinya Muhammad bin Tsabit bin Aslam al-Bunani al-Bashri. Ia meriwayatkan hadits dari ayahnya yakni Tsabit al-Bunani, Amr bin Dinar, Ubaidillah bin Abdullah bin al-Harits bin Naufal. Artinya ada jelas ada pertemuan antara ia dan ayahnya.

Abu Hatim mengatakan bahwa hadits yang ia riwayatkan munkar dan tidak boleh berhujjah dengan hadits yang ia riwayatkan. Imam an-Nasa'i dan Imam Abu Dawud menyatakan ia perawi yang lemah (dhoif).[6] 

  • Al-Harits al-Hamdani

Memiliki nama dengan nasabnya Al-Harits bin Abdullah al-A'wari al-Hamdani al-Khorifi. Ia memiliki kunyah Abu Zuhair al-Kuffi. Artinya ia berasal dari Kufah, Irak. Ia meriwayatkan hadits dari Abdullah bin Mas'ud dan Ali bin Abi Thalib.

Abu Hatim menyatakan bahwa riwayatnya tidak kuat sebagaimana juga dikatakan oleh Imam an-Nasa'i.[7] Dalam Taqrib at-Tahdzib, disebutkan bahwa Imam asy-Sya'bi mendustakan pendapat akalnya. Bahkan Al-Harits disangkakan pengikut Rafidhah. Haditsnya pun lemah (dhoif).[8] 

Penilaian Para Ulama tentang Hadits ini

Disini, saya akan mengutip penjelasan dari ulama hadits tentang status hadits ini. Syekh Albani, mengatakan hadits ini palsu (maudhu').[9] Penilaian ini didasarkan karena ada rawi dalam hadits tersebut bermasalah yang bernama Maslamah. Ia termasuk matruk. Dan ia tidak bertemu dengan Qatadah, sehingga ada keterputusan sanad dalam hadits ini. 

Namun setelah kami telusuri status perawi dari jalur sanad lain, ternyata rawi di atas setelah kita jelaskan banyak sekali ulama yang men-jarh atau dengan kata lain memberikan penilaian negatif.

Sebagaimana kami temukan juga dalam kitab karya al-Uqoili, beliau menuliskan hadits ini dari jalur lain yakni Ali bin Said bin Dawud - Ali bin al-Hasan al-Maushili - Abisah bin Abu Shoghirah al-Hamdani - al-Auza'i - Abdul Wahid bin Qais - Abu Hurairah - Rasulullah.

Beliau mengutip pernyataan adz-Dzahabi, riwayat hadits ini termasuk dusta dengan menyandarkan pada perkataan Imam al-Auza'i. Yang mana kita tahu sendiri bahwa Imam al-Auza'i termasuk salah satu ulama madzhab juga. Bahkan al-Uqoili menyatakan dalam kitabnya bahwa hadits ini tidak memiliki dasar yang bisa dipercaya maupun jalan yang kuat (tsabit).[10] 

Setelah kita membaca pernyataan ulama di atas, maka jelas hadits ini termasuk palsu yang tidak memiliki asal yang jelas. Maka bagi kita maupun penceramah tidak boleh menyebarkan hadits ini dengan menyandarkan kepada Rasulullah. Kalaupun disebarkan maka harus dengan dijelaskan sebab kepalsuan hadits ini.

Wallahu a'lam

 

Catatan Akhir

1. Abu Abdullah Nu'aim bin Hammad al-Marwazi, Kitab al-Fitan, jilid 1, (Kairo: Maktabah at-Tauhid), hlm. 228.

2. Jamaluddin Abi Al-Hajjaj Yusuf Al-Mizzi, Tahdzib al-Kamal, juz ke-29, cet. ke-1, (Beirut: Muassasah Ar-Risalah), hlm. 466-467.

3. Tahdzib al-Kamal, juz 15, hlm. 500

4. Idem, hlm. 496.

5. Idem, juz 24, hlm. 547-548.

6. Idem, juz 5, hlm. 251.

7. Ahmad bin Ali bin Hajar al-Asqolani, Taqrib at-Tahdzib, Dar al-Ashimah, hlm. 211.

8. Muhammad Nashiruddin al-Albani, Silsilah al-Ahadits al-Dhoifah al-Maudhuah, jilid 13, cet. ke-1, (Riyadh: Maktabah al-Ma'arif, 2002), hlm. 393.

9. Abu Ja'far Muhammad bin Amr bin Musa bin Hammad al-Uqoili al-Makki, Adh-Dhuafa' al-Kabir, juz 3, (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1914), hlm. 52-53.  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun