Ada salah satu pengalaman unik saya pada tahun 2016. Ketika lulus SMA, saya mencoba peruntungan dengan mengikuti seleksi di salah satu sekolah kedinasan. Tentunya untuk bisa berhasil dalam seleksi penulis berusaha belajar dan melatih fisik. Selain itu, saya bersama orang tua meminta doa dari salah seorang kyai di dekat tempat tinggal penulis.
Pada waktu itu, kyai yang kami temui kebetulan mengasuh sebuah panti asuhan bagi yatim piatu sekaligus sebagai pondok pesantren. Sebagai amalan sehari-hari supaya hajat terkabul, saya disuruh mengamalkan membaca Surat al-Waqiah, Surat ar-Rahman, dan Surat al-Mulk selesai sholat fardhu.
Saya yang waktu itu masih awam terhadap agama hanya mengiyakan saja. Bahkan saya tidak mengerti apa faedah membaca surat dalam al-Quran dengan mengkhususkan pada surat tertentu. Padahal sepengetahuan saya, membaca al-Quran memiliki pahala yang banyak namun yang jadi pertanyaan mengapa harus surat tertentu.
Akhirnya saya amalkan setiap selesai sholat walaupun dalam hati, saya masih bertanya-tanya apa manfaatnya dan apa isi kandungan surat ini. Karena saat itu, saya tidak pernah mengikuti berbagai majelis ilmu seperti sekarang walaupun secara online sekalipun.
Setelah mengikuti seleksi, saya gagal dalam seleksi. Apa yang terjadi setelah itu adalah, saya meninggalkan amalan yang disuruh oleh kyai tersebut. Sebab ketiadaan ilmu agama menjadikan beramal menjadi seperti ngambang dan seakan-akan tidak tahu apa maknanya.
Setelah berjalannya waktu, saya baru mengetahui ilmu agama setelah mempelajari berbagai disiplin ilmu agama seperti ilmu tafsir, ilmu hadits, fiqh, tauhid dan bahasa Arab di salah satu universitas Islam di Semarang. Karena setelah itu saya mengikuti seleksi CPNS hingga dilantik menjadi PNS, minat untuk mempelajari ilmu agama tidak ada.
Hingga akhirnya minat itu tumbuh kembali tatkala saya ditugaskan di Brebes. Berawal dari sebuah pertanyaan di otak saya tentang apa makna sholat, esensinya hingga pertanyaan lain membuat saya mencari kajian di youtube. Apalagi saya tinggal di kos yang memiliki wifi. Jadi lebih nyaman berselancar di internet.
Saya menemukan kumpulan video berjudul Fiqh Sholat yang mana materinya dibawakan oleh Ustadz Adi Hidayat. Semoga Allah swt merahmati beliau. Beliau menjelaskan cukup detil persoalan shalat dari awal hingga salam hingga membuat saya sadar bahwa shalat yang saya lakukan selama ini hanya sia-sia jika hanya sebatas ritual semata.
Tentunya agar shalat semakin berkualitas harus mengetahui makna masing-masing bacaan dalam shalat. Karena shalat bacaannya dalam Bahasa Arab, maka penulis saya harus belajar Bahasa Arab. Dari situlah kemudian, saya tertarik untuk mengulangi kembali materi ilmu agama yang pernah diajarkan di kampus dulu.
Untuk mendalami ilmu agama tentu tidak hanya sebatas mengikuti kajian tematik, namun perlu mempelajari Bahasa Arab beserta Nahwu Shorof sebagai dasarnya secara intensif. Sebab tanpa itu, kita tidak akan pernah mengalami nikmatnya belajar berbagai disiplin ilmu dalam Islam.
Oleh karena itulah, lalu saya berusaha menguasai Bahasa Arab beserta Nahwu Shorofnya hingga saat ini. Selain itu, saya juga mengikuti kajian online lain seperti Ilmu Tauhid, Ilmu Fiqh, dan Ilmu Tafsir. Walaupun pernah diajarkan di kampus, karena minat yang tinggi saya ingin memperdalam lebih lagi.
Belakangan, saya menemukan kajian khusus membahas ilmu hadits dimulai dari dasar yang diisi oleh Ustadz Yuana Ryan Tresna. Kitab yang dibahas awalnya adalah kitab asy-Syakhsiyah al-Islamiyyah. Kajian yang membuat saya ingin memperdalam ilmu hadits hingga sekarang. Semoga Allah swt merahmati beliau.
Ternyata apa yang disuruh oleh kyai tersebut juga pernah dijelaskan oleh ustadz lain yang pernah saya dengar bahwa membaca Surat al-Waqiah menjadikan kita terhindar dari kemiskinan. Karena surat tersebut mendatangkan rezeki.
Setelah cukup lama saya belajar Ilmu Hadits, saya baru mengetahui bahwa ada hadits yang boleh diamalkan dan tidak boleh diamalkan. Tentunya hadits yang tidak boleh diamalkan tersebut apabila sudah termasuk kategori dhoif yang berat yakni hadits munkar, matruk, dan maudhu' (palsu).
Hadits keutamaan membaca Surat al-Waqiah lafadznya sebagai berikut:
مَنْ قَرَأَ سُوْرَةَ (الْوَاقِعَةِ) كُلَّ لَيْلَةٍ, لَمْ تُصِبْهُ فَاقَةٌ أبْدًا, وَمَنْ قَرَأ كُلَّ لَيْلَةٍ : (لاَ أُقْسِمُ بِيَوْمِ الْقِيَامَةِ) لَقِيَ اللهَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَوَجْهَهُ فِيْ صُوْرَةِ الْقَمَرِ لَيْلَةَ الْبَدْرِ
Artinya: Siapa yang membaca surat al-Waqiah setiap malam, maka ia tidak akan ditimpa kemiskinan selamanya, dan siapa yang membaca surat al-Qiyamah setiap malam, ia akan bertemu dengan Allah swt pada hari kiamat dan wajahnya seperti bulan yang bersinar pada malam bulan purnama.[1]
Bila kita lihat jalur sanad hadits di atas, maka jalurnya ialah: Abdus -- Ibnu Lali -- Abdullah bin Muhammad bin Sa'dawaih -- Muhammad bin Abdul Ghofur az-Zarqoni -- Ahmad bin Umar al-Yamami -- Muhammad bin al-Hasan ash-Shan'ani -- Mundzir bin Abdurrahman al-Afthas -- Wahb bin Munabbah -- Ibnu Abbas r.a. secara marfu'.
Menurut penilaian Syekh Nashiruddin Albani, hadits ini termasuk hadits palsu. Hal ini lantaran dalam jalur sanad hadits di atas, ada seorang perawi yang bernama Ahmad bin Umar al-Yamami. Ahmad bin Umar al-Yamami termasuk perawi pendusta.[2]
Namun bukan berarti bahwa membaca surat al-Waqiah adalah sesuatu terlarang. Sebab Allah swt memberikan pahala bagi orang yang membaca al-Quran satu hurufnya sepuluh kebaikan. Hadits tentang hal ini kita temukan dalam kitab Mu'jam at-Tirmidzi No. 2910 sebagai berikut:
حَدَّثَنَا مُحَمَّدٌ بْنُ بَشَارٍ: حَدَّثَنَا أبُوْ بَكْرٍ الْحَنَفِيُّ: حَدَّثَنَا الضَّحَّاكُ بْنُ عُثْمَانَ عَنْ أَيُّبَ بْنِ مَوْسَى, سَمِعْتُ عَبْدَ اللهِ بْنُ مَسْعُوْدٍ يَقُوْلُ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : مَنْ قَرَأ حَرْفًا مِنْ كِتَابِ اللهِ فَلَه بِهِ حَسَنَةٌ وَالْحَسَنَةُ بِعَشْرٍ أمْثَالِهَا لاَ أقُوْلُ الم حَرْفٌ, وَلَكِنْ أَلِفٌ حَرْفٌ وَلاَمٌ حَرْفٌ وَمِيْمٌ حَرْفٌ.
Artinya: Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Basyar, telah menceritakan kepada kami Abu Bakar al-Hanafi, telah menceritakan kepada kami adh-Dhohhak bin Utsman dari Ayyub bin Musa, ia berkata, "Aku mendengar Abdullah bin Mas'ud berkata, 'Rasulullah s.a.w. bersabda, 'Siapa yang membaca satu huruf dari (Al-Quran) maka ia mendapat satu kebaikan. Satu kebaikan pahalanya 10 kali lipat. Aku tidak mengatakan Alif Lam Mim satu huruf, tetapi alif satu huruf, lam satu huruf, dan mim satu huruf.'"[3]
Imam at-Tirmidzi menilai hadits ini dengan sebutan hasan shohih ghorib. Bisa dikatakan penilaian Imam at-Tirmidzi ini tergolong unik. Sebab para ulama hadits lain, biasanya menilai hadits dengan satu penilaian, misal shohih, hasan, dhoif bahkan palsu. Bahkan ada juga yang menilainya dengan dhoif dirinci lagi misal mursal, munqathi' atau mu'dhol.
Ulama kemudian memaknai penilaian hadits hasan shohih dengan memiliki beberapa kemungkinan:
- Apabila hadits tersebut menurut penilaian satu ulama dengan sebutan hasan, namun menurut penilaian ulama lain, hadits tersebut shohih.
- Apabila hadits di jalur sanad tersebut haditsnya hasan, namun di jalur sanad lain dengan isi hadits yang sama, haditsnya shohih
Bagaimana dengan sebutan ghorib?
Kita tahu bahwa hadits ghorib termasuk dalam hadits ahad. Hadits ahad adalah hadits yang tidak memenuhi syarat mutawatir. Kalau kita pakai syarat dari Imam Jalaludin as-Suyuthi, hadits dikatakan mutawatir bila perawi di setiap tingkatan dari jalur sanad tersebut berjumlah lebih dari sepuluh perawi.
Sebuah hadits dikatakan ghorib bila perawi dari setiap tingkatan jalur sanad tersebut hanya satu hingga dua orang saja. Artinya hadits di atas menurut penilaian Imam at-Tirmidzi setelah dikumpulkan berbagai jalur periwayatannya, ternyata dari sahabat hingga tabi'ut tabiin hanya satu atau mungkin dua orang perawi sehingga dikatakan ghorib.
Kalau kita pakai dua kemungkinan di atas, walaupun perawi di setiap tingkatan dari masing-masing jalur sanad menyendiri atau hanya mungkin dua orang saja, barangkali ada ulama lain yang menilainya hasan, sedangkan Imam at-Tirmidzi menilainya shohih. Atau bisa saja hadits di salah satu jalur shohih sedangkan di jalur lain hasan menurut penilaian Imam at-Tirmidzi. Jadilah penilaian hadits hasan shohih ghorib.
Jadi, dari penilaian ulama di atas terhadap hadits keutamaan membaca surat al-Waqiah, maka jelas hadits tersebut termasuk palsu. Namun bila kita ingin membaca al-Waqiah karena keutamaan membaca Al-Quran dengan dasar dalil hadits kedua di atas, maka hal inilah yang dianjurkan. Sebab besarnya pahala bagi yang membacanya. Tentunya hal ini harus karena mengharap ridho Allah swt. Wallahu a'lam
Sumber
- Jalaluddin as-Suyuthi, Ziyadat ala al-Maudhu'at, cet. ke-1, (Riyadh: Maktabah al-Maarif, 2010), hal. 130.
- Muhammad Nashiruddin al-Albani, Silsilah al-Ahadits al-Dhoifah al-Maudhuah, jilid 1, cet. ke-1, (Riyadh: Maktabah al-Ma'arif, 2002), hlm. 458-459.
- Abu Isa Muhammad bin Isa at-Tirmidzi, Jami' at-Tirmidzi, (Riyadh: Darussalam, 2000), hal. 654.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H