Saya memang tak habis pikir. Mungkin juga karena kebodohan saya yang orang ndeso. Kok bisa ya, negara dalam hal ini BPS, menetapkan standar kemiskinan itu bagi orang yang berpenghasilan di bawah Rp14 ribu sehari.Â
Kalau sudah di atas Rp14 ribu sudah dianggap tidak miskin lagi (tentu kaya dong) dan tidak perlu negara membantunya lagi. Rp.14 ribu..? Oh... no..!
Kalau Rp14 ribu hanya cukup untuk sarapan pagi dan makan siang alakadarnya, lalu untuk biaya transportasi, kesehatan, sekolah anak, ngasih anak makan, ngasih bini makan, beli baju, beli sepatu, beli rumah, beli ini, beli itu..? Ah...sudahlah...makin pening saya.
Pikiran saya pun melayang ke negera-negara yang sudah maju. Kabarnya, di negara-negara itu, sebut saja seperti Australia, orang-orang terlantar dan tidak punya pekerjaan justru ditanggung biaya hidupnya oleh negara.Â
Seorang teman yang lama hidup di Negeri Kanguru itu cerita, satu orang ditanggung biaya hidupnya oleh negara kalau dirupiahkan lebih-kurang Rp50 juta per bulan.Â
Oh no...Penghasilan orang terlantar itu jauh di atas penghasilan pejabat terhormat di negeri kita.
Tapi sudahlah, dalam Pasal 34 ayat 1 UUD 1945, Negara kita tetap menjamin kehidupan fakir miskin dan orang-orang terlantar.Â
Walau mungkin realisasi dari pasal tersebut belum sepenuhnya dapat terlaksana. Hayya...ontalah... Â Â Â Â Â Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H