Erina Yatmasari, No. 81
‘Wuuuuuuuuuzzzzzzzzzzz...!’
‘Ziiiiiiiiiiiiiiiiiiinnnnnnggggggggg...!!’
“Monitor dulu..., hmmm di mana posisi kita yaaach???” Otan bangkit dari duduknya dan langsung menekan-nekan tombol yang ada di depannya.
“Astagaaa! Otan, wah kita memasuki wilayah Negeri Barbaros... !” Noanoa berteriak kencang tiba-tiba setelah turut melihat monitor yang baru saja selesai diprogram Otan, orang utan muda.
Alkisah... Negeri Barbaros diperintah oleh singa penguasa bergelar Barbaraja, permaisurinya disebut Barbaratu. Mereka memiliki putra bernama Pangeran Barbario dan putri bernama Putri Barbarita.
Selama ini tidak satu pun bangsa binatang dari negeri lain yang berani memasuki Negeri Barbaros, kecuali yang tersesat tidak sengaja, atau hasil buruan.
“Tenang Noa, sobatku. Ingat kita memang punya misi untuk masuk ke Negeri Barbaros, karena Profesor Owel, si burung hantu pintar sudah mendeteksi akan adanya wabah yang segera melanda Negeri barbaros,” Otan kembali duduk di kursi kemudi piring terbang buatan Profesor Owel, yang dikendarainya bersama Noanoa sahabatnya serta beberapa awak yang lain.
“Kenapa kita harus peduli dengan penguasa dan penduduk negeri Barbaros sih?” Noanoa bertanya dengan menunjukkan ketidak puasan, walau masih bisa selonjoran santai di samping Otan.
“Mereka itu jahat... mereka sering menculik dan menangkapi warga negeri lain untuk dimangsa. Sebelumnya teman-teman kita dari berbagai negeri lain dijadikan permainan dan tontonan permainan rodeo...,” ungkap Noanoa.
“Terutama teman-teman kita para anjing dan para kucing... penduduk Negeri Barbaros gemar sekali makan anjing dan kucing...,” tambah Noanoa.
Otan tersenyum penuh arti, “Beruntunglah mereka tidak menyukai dagingmu atau dagingku hehehe...”