PROSES MERGER PT GARUDA INDONESIA TBK, CITILINK INDONESIA DAN PELITA AIR SERVICE DAN TANGGUNGJAWABNYA TERHADAP KREDITOR DALAM PEMENUHAN PEMBAYARAN HUTANG
Pada 22 Agustus 2023 Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Tohir menyampaikan rencana menggabungkan tiga maskapai pernerbangan terdiri atas PT Garuda Indonesia Tbk, Citilink Indonesia dan Pelita Air Service. Penggabungan ini akan menyatukan kelebihan dari ketiga maskapai penerbangan yang didasari pada prinsip tolong menolong, juga dilakukan dengan berbagai alasan, salah satunya adalah penguatan pasar. Dalam proses merger ini, PT Garuda akan menjadi entitas yang menerima penggabungan (surviving entity). Sebelumnya pada 1 Oktober 2021, aksi serupa  dilakukan di sektor Pelabuhan dan logistic dengan menggabungkan empat perusahaan PT Pelindo I (Persero), PT Pelindo II (Persero), PT Pelindo III (Persero) dan PT Pelindo IV (Persero) menjadi PT Pelindo. PT Pelindo menjadi Perusahaan yang terintegrasi karena inisiatif strategis pemerintah menjadi pemegang saham untuk mewujudkan konektivitas nasional serta jaringan ekosistem logistic yang lebih kuat. Strategi merger yang dilakukan meningkatkan akses ke pasar dan teknologi global, ada dampak yang dirasakan seperti peningkatan efisiensi serta produktivitas dalam kinerja operasional pelabuhan.
Â
Sebelumnya diketahui PT Garuda Indonesia Tbk terikat dalam pelaksanaan Perjanjian Perdamaian  yang disahkan melalui Putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 425/Pdt.Sus-PKPU/2021/PN.Niaga.Jkt.Pst Tanggal 27 Juni 2022 sebagaimana dikuatkan dengan Putusan Kasasi Mahkamah Agung Nomor 1454K/Pdt.Sus-Pailit/2022 tanggal 26 September 2022. Perdamaian dalam Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) merupakan langkah yang ditunggu oleh PT Garuda Indonesia Tbk karena dengan adanya upaya perdamaian dalam PKPU tersebut PT Garuda Indonesia Tbk sebagai debitor dapat menyelamatkan status perusahaan atau perseroan dari putusan pailit dan memberikan kesempatan PT Garuda Indonesia Tbk untuk menyelesaikan permasalahan dalam pelunasan pembayaran utang dengan perdamaian tanpa putusan pailit sebagaimana dalam pasal 265 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (selanjutnya disebut UUK-PKPU) yang menyatakan bahwa "Debitor pailit berhak untuk menawarkan suatu perdamaian kepada semua kreditornya". Perdamaian dalam PKPU yang telah diajukan kepada debitor dan telah disetujui selanjutnya disahkan di pengadilan (homologasi).Â
Â
Berdasarkan penjelasan mengenai pengesahan perdamaian (homologasi) dan strategi merger, maka penulis melakukan analisa mengenai proses merger dan dampaknya terhadap kreditor sebelum merger dan sesudah merger yang bertujuan sebagai pengetahuan terkait dengan akibat hukum pengesahan perdamaian (homologasi) terhadap tanggungjawab debitor saat terjadi merger.
Â
Proses Merger PT Garuda Indonesia Tbk, Citilink Indonesia dan Pelita Air Service.
Â
Dalam penggabungan usaha menurut kejadian hukumnya, penggabungan usaha dapat dijadikan salah satu strategi terbaik untuk memperkuat pondasi suatu Perusahaan. Menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, pasal 1 menyatakan bahwa penggabungan merupakan pembentukan hukum yang dibuat dengan maksud untuk menggabungkan lebih dari satu Perusahaan dengan Perusahaan lain yang sudah ada, kemudian berdampak beralihnya aset serta kewajiban menjadi Perusahaan hasil penggabungan, setelah itu Perusahaan hasil penggabungan berhenti menjadi badan hukum karena hukum. Dalam Pasal 65 ayat (2) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara tindakan untuk melakukan penggabungan BUMN akan berakibat langsung kepada kepentingan BUMN, pemegang saham, pihak ketiga dan karyawan BUMN. Kepentingan pemegang saham tidak bisa dirugikan, demikian juga halnya pihak ketiga, perlu diberitahukan sebelumnya sehingga hak-hak mereka dapat diselesaikan secara memadai. Adapun mengenai karyawan yang merupakan aset BUMN itu sendiri diupayakan agar mereka tidak akan dikenakan pemutusan hubungan kerja (PHK) atau apabila harus menjadi PHK. PHK pilihan yang terakhir dan harus diselesaikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Oleh karena itu, sebelum tindakan-tindakan tersebut diatas dilakukan, Direksi BUMN yang akan melakukan penggabungan perlu mensosialisasikannya terlebih dahulu kepadakaryawan.
Â
Dalam Bab II PP Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2005 tentang penggabungan, peleburan, pengabilalihan dan perubahan bentuk badan hukum Badan Usaha Milik Negara Penggabungan dapat dilakukan dengan syarat persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) untuk Persero dan Persetujuan Menteri untuk Perum. Selain itu syarat lainnya tercantum jelas dalam pasal 7 PP 43/2005 yang pada intinya patut menjadi perhatian yakni setiap kepentingan pemegang saham, karyawan, dan kepentingan kreditor dengan dilandasi asas persaingan usaha yang sehat dan asas kepentingan Masyarakat. Kepentingan kreditor yang dimaksudkan dalam pasal 7 ayat 2 PP 43/2005  termasuk masalah yang timbul selama tahun buku yang sedang berjalan, Mengingat PT Garuda Indonesia Tbk yang akan melakukan merger dalam masa  perjanjian perdamaian  maka  debitor  wajib  menjalankan kewajibannya untuk melakukan pelunasan pembayaran utang kepada kreditor selama masa waktu atau jadwal yang telah ditentukan pada isi perdamaian.Â
Â
Tanggungjawab PT Garuda Indonesia Tbk saat terjadi merger terhadap kreditor
Â
Merger mengakibatkan perubahan baik harta, modal maupun kewajiban. Dalam hal ini PT Garuda Indonesia Tbk perlu meyakinkan kreditor terhadap kondisi yang dapat memberikan kepastian bagi kreditor saat sebelum terjadi merger, baik mengenai kewajiban pembayaran utang kepada kreditor maupun mitra usaha lainnya. Adapun kewajiban yang tertera dalam perjanjian damai antara PT Garuda Indonesia Tbk dengan para kreditor dapat dilakukan pembayaran sebagian atau seluruh utang kepada kreditor sesuai dengan konsep perdamaian bersifat langsung maupun tidak langsung. Bersifat langsung, jika debitor didalam rencana perdamaiannya menyatakan restrukturisasi utangnya. Bersifat tidak langsung, jika debitor dalam rencana perdamaiannya memanfaatkan bisnis perusahaannya secara optimal dan selanjutnya dapat melakukan pembayaran kepada kreditornya.
Â
Adapun dalam pasal 222 UUK-PKPU mencantumkan asas kelangsungan usaha (going concern) menjadi cermin dan panduan penegak hukum untuk memahami persoalan PT Garuda Indonesia Tbk, disisi lain perjanjian damai telah mengikat antara kreditor dengan PT Garuda Indonesia Tbk  sebagai debitor sehingga kewajiban pembayaran utang yang sebelumnya telah disepakati dalam perjanjian perdamaian wajib dilaksanakan pelunasan pembayaran utang kepada kreditor selama masa waktu atau jadwal yang telah ditentukan. Adapun dalam proses merger ini PT Garuda Indonesia Tbk akan menjadi entitas yang menerima penggabungan (surviving entity) artinya secara hukum PT Garuda Indonesia Tbk tetap pada kedudukannya sebagai debitor yang wajib melaksanakan pelunasan hutang, apabila dalam perjalanannya merger PT Garuda Indonesia Tbk sebagai entitas yang menggabungkan diri dan dibubarkan maka sebelum dibubarkan debitor harus membuat perjanjian baru dan harus mendapatkan persetujuan dari seluruh kreditor untuk mengubah perjanjian perdamaian karena pada prinsipnya, jika ada satu saja kreditur tidak bersedia membuat perjanjian baru maka kreditor dapat mengajukan pembatalan homologasi. Apabila debitor mendapatkan persetujuan dari seluruh kreditor untuk melakukan addendum terhadap homologasi, maka perjanjian baru selama tidak bertentangan dengan perjanjian perdamian sebelumnya dan memiliki kekuatan hukum mengikat sebagaimana diatur dalam pasal 1320 jo pasal 1338 KUHPerdata, walaupun sudah tidak disahkan kembali oleh Pengadilan Niaga karena pada prinsipnya PKPU sudah berakhir.Â
Â
Namun demikian, terdapat yurisprudensi putusan MA No. 718/K/Pdt.Sus-Pailit/2019 yang membatalkan putusan  pengadilan Niaga Jakarta Pusat No. 04/pdt.sus-pembatalan perdamaia/2019/PN Niaga Jkt Pst jo No.23/pdt/sus-PKPU/2011/PN.Niaga Jkt Pst dimana dua putusan Pengadilan Niaga Jakarta pusat tersebut pada pokoknya termohon selaku kreditor mendalilkan adanya klausula yang memperbolehkan debitor untuk melakukan perubahan perjanjian perdamaian dengan persetujuan kreditor mayoritas maka dapat dibenarkan selama tidak bertentangan dengan perjanjian perdamaian  yang disahkan oleh pengadilan. Jika  pada akhirnya debitor  lalai  dalam  melaksanakan  kewajibanaya  sesuai  dengan  isi  perdamaian,  maka  debitor  secara  mutatis  mutandis  dinyatakan  pailit  oleh  Pengadilan  Niaga  sebagaimana yang telah diatur dalam Pasal 177 UUK-PKPU.
Â
Kesimpulan
Â
Penggabungan usaha PT Garuda Indonesia Tbk, Citilink Indonesia dan Pelita Air Service dapat dilakukan dengan alasan masalah Kesehatan, masalah pemodalan, manajemen, teknologi administrasi dan penguasaan pasar sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2005 tentang penggabungan, peleburan, pengabilalihan dan perubahan bentuk badan hukum Badan Usaha Milik Negara dan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan terbatas. Penggabungan mengakibatkan perseroan yang menggabungkan atau meleburkan diri berakhir, Direksi perseroan yang akan menggabungkan diri dan menerima penggabungan kemudian menyusun rancangan penggabungan dengan tetap memperhatikan masalah yang timbul sebelum terjadinya penggabungan termasuk perjanjian perdamaian (homologasi) yang telah disepakati PT Garuda Indonesia Tbk dengan para kreditornya. Dalam proses merger ini, PT Garuda akan menjadi entitas yang menerima penggabungan (surviving entity) sehingga kewajiban pembayaran utang wajib dilakukan pelunasan kepada kreditor selama masa waktu dan jadwal yang ditentukan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H