Mohon tunggu...
Eril Sadewa
Eril Sadewa Mohon Tunggu... Mahasiswa - Analis Sejarah

Selamat datang, tulisan-tulisan disini adalah hasil pembacaan saya atas Sejarah Nusantara yang begitu kaya, semoga bisa menjadi jembatan untuk menyelami kekayaan sejarah negeri kita yang indah ini.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kajian Opini Sejarah: Benarkah Kubilai Khan Tewas di Jawa?

25 Mei 2024   22:50 Diperbarui: 25 Mei 2024   22:50 333
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Radar Tegal.

Sebuah novel sejarah berjudul Ranggalawe Sang Penakluk Mongol karya Makinudin Samin mengisahkan ekspedisi Mongol ke Jawa pada abad ke-13 M jelang berdirinya Kemaharajaan Majapahit. Makinuddin Samin menceritakan bahwa Kaisar Mongol, Kubilai Khan, akhirnya tewas di Jawa saat berhadapan dengan Pasukan Majapahit. Benarkah kejadiannya seperti ini, ayo kita membedah kevalidan sumber yang mendukung  teori Makinudin Samin.

Naskah Kidung Harsawijaya

Ternyata naskah yang menceritakan bahwa Kubilai Khan mati terbunuh di Jawa, sumbernya adalah Naskah Kidung Harsawijaya.Kidung Harsawijaya menceritakan perjuangan seorang putra Narasingha, yang bernama Harsawijaya ( Raden Wijaya) dalam mendirikan Kerajaan Majapahit dan menggagalkan Invasi Mongol ke Tanah Jawa.  Kisah nya antara lain Raja Mongol / Tatar datang ke Jawa bersama pasukannya untuk merebut istri Harsawijaya, Pusparasmi, namun Harsawijaya bertempur mempertahankan istrinya tersebut dan Pasukan Mongol mengalami kekalahan. Raja Mongol terbunuh dan Harsawijaya menjadi Raja Majapahit dan menguasai  hampir seluruh Nusantara. Menurut Filolog Heri Purwanto, Kidung Harsawijaya sangat diragukan sebagai sumber historis, dikarenakan kidung ini ditulis berabad-abad setelah Raden Wijaya wafat, sehingga isinya lebih banyak berisi mitos.

Penyaringan Sumber Sejarah dari Mitos.

Penggunaan naskah lokal sebagai sumber sejarah, haruslah disaring terlebih dahulu dari mitos-mitos yang menyelimutinya.  Hal ini sebagaimana metodologi Ibnu Khaldun, yang membedakan sejarah dari mitos-mitos, Ibnu Khaldun mengkritik metodologi para sejarawan pendahulunya, seperti Al-Mas udi misalnya, yang mencampur adukkan antara mitos dan sejarah, kritik tersebut diberikan karena Al-Masudi telah memasukkan mitos-mitos ke dalam tulisan sejarahnya, antara lain kebesaran Kerajaan Yaman pada masa lampau, yang mana dikisahkan Kerajaan Yaman masa lampau mampu menguasai  Cina, Samarkand, hingga ke Konstantinopel. Kisah ini diragukan karena tidak didukung riwayat-riwayat yang lebih kuat, demikianlah menurut Ibnu Khaldun.

Maka, sama seperti mitologi tentang raja-raja Yaman diatas, kisah tentang tewasnya Raja Mongol di Jawa, harus diuji dengan sumber-sumber lain yang lebih tua. Berikut, kami akan membedah sumber-sumber yang lebih tua mengenai kejadian berikut.

Kakawin Negarakretagama dan Naskah Pararaton.

Karya sastra berbahasa Jawa Kuna yang ditulis Mpu Prapanca pada abad ke-14 M ini, berkisah tentang sejarah Kerajaan Majapahit dan kerajaan-kerajaan pendahulunya, hingga masa  Rajasanagara/ Hayam Wuruk, raja terbesar Majapahit. Kakawin Negarakretagama justru menyebut bahwa Wijaya menyerang Jayakatwang dengan bantuan Mongol. Anehnya, naskah berbahasa Jawa Kuna ini tidak memaparkan lebih lanjut tentang Bangsa Mongol.

Uraian tentang Raden Wijaya dan kedatangan Bangsa Mongol ini, kiranya dapat dilacak pada Naskah Pararaton yang, menurut Filolog Heri Purwanto, ditulis pada 1481 M,

Naskah Pararaton mengisahkan bahwa Wijaya meminta bantuan Pasukan Mongol yang datang ke Jawa untuk membantunya menggulingkan rival politiknya, Jaya Katong, yang berkuasa di Kediri. Pasukan Mongol dengan dibantu pula oleh Pasukan Wijaya yang terdiri dari orang-orang Majapahit dan Madura, menyerbu Istana Jaya Katong dan Jaya Katong ditangkap Orang-orang Mongol.

Utusan Mongol datang menagih upeti  berupa dua putri Kertanegara, Raja Singhasari yang telah wafat,  yang telah dinikahi Wijaya. Namun, Wijaya dengan kelicikannya, bersekongkol dengan Penguasa Madura Arya Wiraraja dan putranya, Ranggalawe serta sejumlah pengikutnya untuk menghabisi orang-orang Mongol. Orang-orang Mongol dijebak datang ke Majapahit, lalu diserang oleh Ranggalawe hingga lari ke Pelabuhan Canggu.

Kedua naskah diatas sama-sama tidak menyebutkan nama Raja Mongol, yang tertulis dalam Kidung Harsawijaya datang ke Jawa untuk merebut Istri Wijaya.

Naskah Yuanshi.

Naskah Yuanshi, yang ditulis pada abad ke 13 M, dan ditulis oleh komandan-komandan Mongol yang ikut dalam ekspedisi ke Jawa tersebut, mengabarkan pada 1292 M, Kaisar Mongol  dari Dinasti Yuan yang berkuasa di Cina, yaitu Kubilai Khan/Shizu mengirim angkatan perang ke Jawa untuk menghukum Hazhi Gedanagala ( ejaan Tiongkok untuk Kertanegara ) yang telah melukai wajah utusan Mongol yang bernama Meng Qi.  Pasukan Mongol dipimpin 3 orang komandan yaitu seorang Mongol bernama Shi Bi, seorang Uighur bernama Yikemose, dan seorang Tionghoa bernama Gao Xing.

Namun, Hazhi Gedanagala tewas oleh pemberontakan bawahannya bernama Hazhi Gedang  ( ejaan Tiongkok untuk Jayakatwang) . Bisheye ( ejaan Tiongkok untuk Wijaya) memerangi Hazhi Gedang, akan tetapi tidak mampu mengalahkannya, sehingga meminta bantuan Mongol.

Pada 1293 M, Pasukan Mongol tiba di Jawa, mereka menemukan Bisheye terdesak dan dikejar-kejar oleh Pasukan Hazhi Gedang. Pasukan Mongol dan Bisheye menjalin kesepakatan untuk menyerang Daha ( Kediri) yang menjadi pusat pemerintahan Hazhi Gedang.  Hazhi Gedang tak berdaya menghadapi gempuran Mongol, ia tertangkap bersama keluarganya. Pasukan Mongol dikhianati Bisheye yang meminta izin kembali ke Majapahit untuk mempersiapkan upeti untuk Mongol.Orang-orang Mongol setuju dan 200 Pasukan Mongol diperintahkan mengawal Bisheye ke ibukota.  Bisheye mengumpulkan pasukan dan menyerang Pasukan Mongol yang bertugas mengawalnya. Pasukan Induk Mongol mundur ke kapal mereka dan rencana menguasai Jawa gagal.

Analisis.

Berita dari Pararaton memiliki kesesuaian dengan Berita Yuanshi, tentang kedatangan orang-orang Mongol ke Jawa. Kedua naskah tersebut sama-sama memberitakan bahwa Raja Mongol tidak ikut pergi ke medan peperangan. Naskah Yuanshi, yang jelas merupakan sumber primer sejarah tentang peristiwa ini, jelas-jelas mengabarkan tujuan Raja Mongol yaitu membalas penghinaan utusannya oleh Kertanegara. Hal ini, tentu saja jauh lebih masuk akal daripada isi Kidung Harsawijaya, yang menceritakan Raja Mongol datang ke Jawa hanya untuk merebut istri Wijaya. Pertanyaannya, apakah Raja Mongol sebelumnya mengenal Wijaya? Untuk apa seorang raja besar seperti Kubilai Khan jauh-jauh datang ke Jawa hanya untuk mengambil istri orang lain?

Dramatisasi Kidung Harsawijaya.

Kidung Harsawijaya menyebutkan bahwa setelah mengalahkan Mongol, Harsawijaya/ Raden Wijaya mampu menguasai hampir seluruh Nusantara. Fakta ini bertentangan dengan Kakawin Negarakretagama yang menyebut bahwa penyatuan itu baru terjadi di masa Rajasanagara. Catatan Odorico , seorang Pendeta Italia yang mengunjungi Majapahit pada abad ke-14 M, melaporkan bahwa saat ia datang ke Jawa, tepatnya di masa Jayanagara, Kerajaan Majapahit masih berkali kali menghadapi serangan Pasukan Mongol yang dikirim para pengganti Kubilai Khan.

Arsip Dinasti Yuan mencatat, pada 1325 M, terjadi perdamaian antara Jawa ( Majapahit) dan Tiongkok ( Dinasti Yuan). Raja Jawa, Cha Ya Na Ko Nai ( Ejaan Tiongkok untuk Jayanagara) mengirim utusan ke Tiongkok untuk berdamai. Bisa disimpulkan, bahwa pada masa itu, Majapahit belumlah sepenuhnya stabil. Kidung Ranggalawe menceritakan, pada masa pemerintahan Wijaya, masih terjadi Pemberontakan Ranggalawe, hal itu menandakan pada masa itu, pemerintahan belumlah stabil sehingga mustahil melakukan ekspansi.

Kesimpulan.

Dengan demikian, kita mengetahui bahwa Kidung Harsawijaya adalah sebuah karya sastra yang terinspirasi dari sebuah sejarah. Bukan sebuah rekaman sejarah yang historis, untuk refrensi yang historis, kita bisa merujuk ke sumber-sumber yang lebih tua dan valid. Karya sastra sejarah sangat rawan mengalami dramatisasi, sehingga harus dibandingkan dengan sumber-sumber lain jika akan digunakan.

Bahan bacaan:

Purwanto, Heri: Pararaton: Biografi Para Raja Singhasari-Majapahit, Penerbit Javanica, 2024 M.

Khaldun, Ibnu: Mukaddimah: Sebuah Karya Mega Fenomenal Dari Cendekiawan Muslim Abad Pertengahan, Pustaka Al-Kautsar, 2023 M.

Zoetmulder, PJ: Kalangwan: Sastra Jawa Kuno Selayang Pandang, Penerbit Djambatan, 1983 M.

Prapanca, Mpu: Kitab Saduran Negarakertagama, Pustaka Gratis 78, tanpa tahun.

RANGGALAWE SANG PENAKLUK MONGOL (javanica.co.id), diakses 25 April 2024, Pukul 22: 32 WIB.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun