Mohon tunggu...
Eril Sadewa
Eril Sadewa Mohon Tunggu... Mahasiswa - Analis Sejarah

Selamat datang, tulisan-tulisan disini adalah hasil pembacaan saya atas Sejarah Nusantara yang begitu kaya, semoga bisa menjadi jembatan untuk menyelami kekayaan sejarah negeri kita yang indah ini.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Warbiyasak! Inilah Strategi Politik Sang Pendiri Kraton Yogyakarta yang Patut Dicontoh!

27 November 2023   10:39 Diperbarui: 27 November 2023   10:39 128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Indonesiya.com

Akhir-akhir ini, negeri kita seringkali dilanda isu politik dinasti dan korupsi. Hal ini tentu akan mengancam kesatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan memecah belah persatuan. Saya mengajak anda semua menengok ke belakang, melihat bagaimana strategi Pendiri Kraton Yogyakarta mengambil langkah yang kokoh dibawah gempuran Imperialisme VOC Belanda. Saya berharap, siapapun yang nantinya memimpin negeri ini bisa mengambil pelajaran dari sejarah. Karena sejarah bukan hanya hikayat untuk dihapalkan, tapi pelajaran untuk masa depan.

Pada 1726 M, Kesultanan Mataram  yang berpusat di Surakarta setelah runtuhnya Kraton Kartasura sudah dalam kondisi yang rapuh dan pemberontakan berkecamuk di pedalaman. Jabatan sultan kala itu dipegang Susuhunan Pakubuwana II yang memerintah antara 1726-1749 M. Tapi disaat yang sama, VOC Belanda juga semakin melemah dan berada dalam kesulitan keuangan.

Susuhunan Pakubuwana II adalah seorang pemimpin yang berkepribadian lemah dan plin plan. Belum lagi kebijakan Pakubuwana II yang menyewakan pesisir untuk Penjajah Belanda. Saat itulah muncul seorang pahlawan yang akan menyelamatkan Tanah Jawa dari kehancuran. Yah, dialah adik sang sultan sendiri yang masyhur dengan nama Pangeran Mangkubumi.

Kekecewaan Pangeran Mangkubumi membuatnya berazzam untuk keluar dari kraton yang semakin rapuh. Mangkubumi kemudian bergabung dengan seorang pemberontak bernama Raden Mas Said dan menikahkan putrinya yang bernama Ratu Bendara dengan Raden Mas Said. Pada 1747 M, Pangeran Mangkubumi dan Raden Mas Said melancarkan perlawanan sengit terhadap VOC Belanda dan membantai sebagian besar musuh dalam pertempuran di Grobogan.

Pasukan Mataram bergerak untuk menyerang para pemberontak, namun dengan cerdiknya Mangkubumi dan Mas Said berbelok ke Surakarta dan membakar beberapa rumah, serta mengancam kraton. Mangkubumi kini beriniasiatif untuk mendirikan sebuah pusat kekuasaan baru di sebelah barat daya Surakarta, tepatnya di Yogya. Dekat dengan kraton lama di Kotagede dan Plered.

Darisini, kita bisa membaca strateginya yang cerdik. Mangkubumi tidak hanya melakukan pemberontakan melawan sebuah kekuasaan yang kacau dan zalim, melainkan juga menyiapkan pusat kekuasaan baru yang nantinya akan membangkitkan kembali kejayaan Mataram, meskipun dengan nama yang berbeda.

Perwakilan Belanda yaitu Nicholas Hartingh meninggalkan Semarang pada 29 Januari 1755 M. Pada 21 Februari, Hartingh telah memasuki Wilayah Kesultanan Mataram yang telah terbagi dua. Hartingh kemudian melakukan pembagian kerajaan, dan perjanjian itu dikenal sebagai Perjanjian Giyanti dimana Mangkubumi dinobatkan sebagai sultan di istana barunya, Yogyakarta dengan gelar Sultan Hamengkubuwana I. Sedangkan Surakarta dipimpin oleh Pakubuwana III.

Baiklah, kita akan berupaya membahas dan menganalisis bagaimana Sultan Hamengkubuwana I mendirikan negara yang kuat di Jawa. Bagaiman jenius politik yang satu ini mendirikan sebuah kerajaan yang  kuat yang bertahan hingga saat ini.

1.Menggunakan kekuatan sastra untuk melawan kekuatan senjata.

Nah, ini dia salah satu strategi Sultan Hamengkubuwana I yang membangkitkan semangat rakyatnya untuk tetap merdeka dari Imperialisme Belanda. Di masanyalah ditulis sebuah novel fiksi yang menggambarkan tentang bagaimana keunggulan Jawa yang seharusnya mampu mengalahkan Belanda. Yah, tidak lain dan tidak bukan berjudul Serat Surya Raja. Novel ini adalah rencana masa depan Kraton Yogyakarta untuk menghadapi Belanda. Yogyakarta disimbolkan dengan Kraton Jawa dan Belanda disimbolkan dengan Tanah Sabrang. Dimana Kraton Jawa yang dipimpin Pangeran Pujaksuma berhasil mengalahkan Tanah Sabrang dan Penguasa Tanah Sabrang masuk Islam.

Menurut Ricklefs, penulisnya tak lain adalah putra mahkota Kesultanan Yogyakarta. Ricklefs mengatakan bahwa novel ini memang tidak ada hubungannya dengan sejarah yang asli, akan tetapi menggambarkan rencana pihak Kraton untuk melawan Kolonialis Belanda.

2.Menetralisir ancaman yang lebih besar.

Pada 1780 M, Inggris mulai memerangi Belanda dan Pasukan Gabungan Inggris dan India berhasil menaklukkan Manila pada tahun 1762 M. VOC Belanda ketar-ketir mendengarnya, Belanda memutuskan meminta bantuan pada Surakarta dan Yogyakarta. Sultan Hamengkubuwana I pun mengirimkan pasukannya ke Ibukota  VOC Belanda yang terancam serangan yaitu Batavia ( kini DKI Jakarta). Pada 1781 M, Pasukan Yogyakarta dan Surakarta mulai berangkat ke Batavia. Pasukan Yogyakarta yang dikirim bukan pasukan sembarangan melainkan pasukan yang kuat dan terlatih.

Hmm, apa ya penyebab Sultan Hamengkubuwana I mengirimkan pasukan untuk membantu VOC Belanda ke Batavia?, menurut saya ada dua alasan yang melatarbelakangi pengiriman pasukan tersebut.

Pertama, pastinya menetralisir ancaman yang lebih besar. Sultan Hamengkubuwana I sebagai politikus berwawasan luas pastinya mengetahui seberapa besar kekuatan Inggris dan seberapa berpotensi Inggris menguasai Jawa. Jika Batavia jatuh ke tangan Inggris, Inggris pasti dapat menguasai Jawa dengan mudah, hal itu sudah saya bahas di artikel saya berikut yang bisa anda cek di link ini:
Yogyakarta Tidak Pernah Dijajah? Serangan Inggris ke Kraton Yogyakarta 1812 M Halaman 1 - Kompasiana.com

Kedua, ada kemungkinan bahwa Sultan Hamengkubuwana I juga ingin menerukan upaya Sultan Agung untuk merebut kembali Batavia dari Penjajah Belanda. Dengan mempertahankan Batavia dari Penjajah Inggris, maka Sultan Hamengkubuwana I punya alasan untuk meminta wilayah itu dari Penjajah Belanda dan jika seandainya mereka menolak, maka Sultan Hamengkubuwana I bisa melancarkan perang lagi terhadap Belanda.


Namun ternyata, serangan tersebut malah tidak terjadi dan tidak ada perang di Batavia yang terjadi kala itu. Seandainya serangan itu terjadi, pasti akan terjadi hal yang mengubah sejarah kita selama-lamanya.

Itulah sepintas keberhasilan Pangeran Mangkubumi mendirikan sebuah negara yang kuat. Intinya, pemimpin yang cerdas adalah mereka yang mampu melindungi negaranya,baik masalah eksternal maupun internal.

Sumber:

Ricklefs, MC: Yogyakarta Dibawah Sultan Mangkubumi 1749-1792 . Sejarah Pembagian Jawa, Mata Bangsa,2002.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun