1. Pemisahan layanan
Salah satu yang bisa menentukan keberhasilan RS yang menargetkan pada pasien kelas atas adalah mengelola RS tanpa dibebani dengan prosentase tempat tidur bagi layanan cece.
Yang datang ke RS tersebut adalah orang yang mampu membayar. Dan menurut Dokter pelayanannya tidak bisa dicampur. Tenaga dokter dan perawat adalah orang yang memiliki keterbatasan kemampuan. Dalam melayani tidak mudah bisa dengan cepat men-switch, oh ini pasien cece dan yang ini bukan.
Contohnya salah seorang Tiktokersnya, Pak Kemal, bercerita mengenai perbedaan pelayanan yang dialaminya dari dokter Indonesia dengan  dokter di Malaysia.
Menurutnya, dokter Malaysia (tentu yang dikunjungi RS Internasional) sangat teliti, lab diperiksa lengkap berbeda dengan dokter di Indonesia.
Menurut Dokter, kenapa hal ini bisa terjadi, karena ybs mengunjungi 2 RS yang sifat layanan atau segmen pasar berbeda. Â Dokter-dokter di Indonesia karena keadaan harus melayani pasien secara efektif dan efisien. Masing-masing cara tentu ada keuntungan dan kekurangannya. Ada pasien yang senang diperiksa lebih teliti di pihak lain ada dokter yang mengeluh tidak bisa bebas dan harus bekerja dengan keterbatasan karena dihimbau management maupun karena jumlah pasien yang banyak.
Karena itu sejak awal (sdh 20an th yl.), Dokter berprinsip kalau mau membuka RS dengan layanan VVIP (yang sama dengan RS di Singapura dan Malaysia), Â RS di Indonesia tersebut harus dibebaskan dari keharusan melayani pasien cece. Termasuk dokter-dokternya tidak berpraktik di RS yang melayani target market pasien yang layanan kesehatannya efisien dan efektif.
Kontribusi investor bisa dalam bentuk lain, bukan plek dengan prosentase jumlah tempat tidur. Sayangnya sampai saat ini, sepengetahuan Dokter belum ada RS yang bisa bebas dari kewajiban ini. Mau lokal, nasional bahkan Internasional sekali pun di Indonesia. Aturannya begitu.
2. Jalankan dulu di pemerintah
Salah satu hal yang cukup unik yang Dokter lihat di RS Pemerintah di Malaysia. Kalau memiliki program yang menurut mereka bagus, umumnya mereka mengaplikasikan dulu di RS Pemerintah. Jika hasilnya baik, baru diajak RS Swasta untuk mengikutinya dengan memperlihatkan keuntungan-keuntungannya.
Pertanyaannya, siapakah pemilik BIH? Pemerintah atau Swasta. Kalau swasta kenapa ybs memperoleh keistimewaan tersebut? Bagaimana jika ada investor lain yang ingin melakukan hal yang sama?