Tertunduk malu sembari tahan air mata agar tidak jatuh....
~Berkedok Berbagi , Akan Tetapi justru Menyakiti~
Pada konteks pembahasan kali ini adalah melihat kebahagiaan didepan mata, sedangkan kita tidak memiliki dan merasakannya. Hanya jadi penonton kebahagiaan orang lain.
Orang tua pasti menginginkan hal yang terbaik untuk anak-anaknya. Apalagi jika sang anak meminta sesuatu, pasti orang tuanya berupa mewujudkan keinginan nya.
Contoh sederhana nya seperti ulang tahun yang meriah dikelilingi sahabat, kerabat hingga orang tua lengkap dan tercipta penuh kerukunan dan keharmonisan.
***
Saya tanya, siapa yang menginginkan hal semacam itu? Pasti semua orang juga pengen.
Namun apabila situasi kondisi sedang tidak mendukung bagaimana. Seperti mendapat takdir yang tidak kita inginkan.
Misal, serba kekurangan? rumah yang masih belum layak untuk dihuni hingga orang tua yang tidak lengkap. Memang rasanya tidak mengenakan.
Namun masih tidak sedikit orang tua yang tidak peduli dengan keadaan sesama manusia lain. Seperti memenuhi permintaan anaknya dengan perayaan ulang tahun.
***
Inisiatif orang tua memang baik dengan mengundang anak yatim untuk ikut serta dalam perayaan ulang tahun anaknya.
Untuk melihat secara langsung kebahagiaan anaknya yang sedang ulang tahun. Kerukunan keluarga hingga suka cita tertanam.
Namun apa jadinya jika dijadikan penonton bayaran saja. Hanya untuk menyaksikan kebahagiaan itu.
Pasti terselip hati sang anak menjadi sedih dan meratapi kehidupan yang seolah menurutnya tidak adil.
***
Kejadian ini sempat terjadi pada seorang anak yang diundang dalam acara ulang tahun anak dari keluarga lengkap dan berada.
Anak tersebut rupanya anak yatim merupakan seseorang yang tinggal dipanti asuhan bersama temannya yang lain.
Saat itu dirinya diundang bersama teman-teman pantinya.
Bukan dengan tujuan membahagiakan dan mengutamakan anak yatim tersebut, justru hanya dijadikan penonton bayaran untuk menyaksikan acara ulang tahun dan kemegahan anaknya itu.
***
Selang beberapa lama acara ultah itu selesai, dia lebih memilih menepi dan menyendiri. Tanpa terasa dia menangis tersedu-sedu.. .
Lalu ketika ada seseorang mendekat dan bertanya kepadanya,...
Mengapa kamu menangis?. Iya menjawab " Aku rindu ayah dan ibuku yang sudah tiada ".
Seseorang yang mendengar ucapan lugas bernada lirih tersebut sontak tertegun dan mungkin hatinya juga terpukul.
***
Contoh lain, ketika sebuah santunan anak yatim yang mengharuskan mereka disuruh berdiri dan berada ditengah tengah orang yang sedang menyaksikan anak yatim itu.
Seolah-olah anak yatim itu sedang dipromosikan, bahwa ini lho wajah anak yatim ini? Ini harus dikasihani? Ini harus dikasih iba.
Padahal disisi lain, anak yatim tersebut pasti merasa malu, mengapa harus ada acara ini dengan dipertontonkan kepada orang orang tentang dirinya yang harus dikasihani.
Risih? Malu? Sedih? Hancur? Kecewa? Pilu.. Campur aduk terjadi.
Tapi tak bisa berbuat apa-apa saat itu.. Selain pasrah.
Alangkah baiknya santunan anak yatim dilakukan secara pribadi atau individu justru lebih baik.
Menjelang bulan Suci ramadhan ini, berbagi kebahagiaan itu penting. Tapi melihat situasi kondisi orang-orang disekitar kita akan perasaannya jauh lebih penting.
Kisah lainnya hampir mirip seperti ini ( Disini)
---
Demikian dan Salam Pendidikan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H