Bagi negara-negara berkembang, utang luar negeri menjadi salah satu instrument terpenting untuk membiayai pembangunan infrastruktur dan merangsang pertumbuhan ekonomi. Namun, jika ketergantungan yang berlebihan pada utang luar negeri yang berbunga sering kali menimbulkan konsekuensi serius, termasuk suku buka tinggi, tekanan anggaran dan risiko geopolitik. Dalam konteks ini, prinsip keuangan islam menawarkan alternatif yang dapat membantu sistem keuangan yang lebih adil dan berkelanjutan.
Salah satu permasalah utama di negara berkembang adalah tingginya suku bunga. Sebagian besar pinjaman luar negeri mempunyai tingkat bunga yang harus dibayar terlepas dari hasil proyek pembiayaan. Hal ini memberikan beban pada anggaran negara terutama ketika pendapatan negara tidak cukup untuk menutupi belanja negara. Selain itu, karena pinjaman luar negeri sering kali dalam mata uang asing, risiko fluktuasi nilai tukar juga merupakan tantangan yang signifikan. Perubahan nilai tukar mata uang yang dapat meningkatkan jumlah utang yang dibayarkan dalam mata uang lokal hingga memperburuk tekanan ekonomi.
Selain itu, ketergantungan ekonomi dan politik juga merupakan ancaman nyata terhadap utang luar negeri. Pinjaman luar negeri sering kali disertai dengan kondisi yang membatasi kedaulatan suatu negara dalam merumuskan kebijakan ekonomi. Kondisi tersebut misalnya reformasi ekonomi atau kebijakan fiskal yang sering kali gagal dalam memenuhi kebutuhan lokal. Dampak jangka panjang dari ketergantungan ini juga dapat menurunkan stabilitas perekonomian, menimbulkan defisit, anggaran jangka panjang dan jika tidak dikelola dengan baik dapat menyebabkan krisis utang.
Prinsip keuangan syariah didasarkan pada nilai-nilai keadilan, transparansi dan didasarkan pada aset riil. Prinsip ini dapat memberikan solusi yang lebih berkelanjutan dibandingkan sistem keuangan tradisional yang berbasis suku bunga. Larangan riba atau bunga merupakan salah satu elemen inti dalam keuangan islam. Sedangkan praktik rentenir yang berbunga dapat dinilai eksploitatif dan tidak adil karena tidak fokus pada hasil kegiatan ekonomi yang mendasar. Sebaliknya, pelaksanaan transaksi keuangan didasarkan pada pembagian keuntungan, sewa guna usaha atau penjualan aset fisik.
Keuangan islam juga selalu didasarkan pada aset riil atau kegiatan ekonomi produktif. Pendekatan ini dilakukan untuk memastikan bahwa transaksi keuangan mempunyai dampak langsung terhadap sektor riil dan mengurangi risiko spekulatif. Selain itu, prinsip pembagian risiko juga dapat mencegah kerugian yang ditanggung sepenuhnya oleh satu pihak, sehingga mendorong terjalinnya hubungan kerja sama yang lebih kuat antara pemerintah, investor dan masyarakat. Terlebih lagi dalam keuangan islam telah berkomitmen terhadap keadilan sosial, dan dana sosial. Seperti zakat dan wakaf yang memainkan peran penting dalam mendukung kelompok rentan.
Salah satu instrumen utama dalam keuangan syariah yang dapat mengurangi ketergantungan terhadap utang luar negeri adalah obligasi syariah atau islamic bond. Sukuk merupakan instrumen pembiayaan berbasis syariah yang digunakan untuk membiayai proyek infrastruktur seperti jalan, jembatan atau fasilitas umum lainnya. Berbeda dengan obligasi konvensional, sukuk didasarkan pada kepemilikan aset dan hasil proyek yang didanai. Hal ini dapat memberikan keuntungan berupa pembiayaan yang lebih stabil, tidak ada risiko suku bunga dan mendorong partisipasi investor lokal. Selain itu, sukuk dapat meningkatkan transparansi karena terkait langsung dengan aset atau proyek tertentu.
Instrumen lain yang penting adalah kolaborasi multilateral syariah melalui lembaga keuangan islam global, contohnya Islamic Development Bank (IDB). Organisasi-organisasi ini dapat menyediakan dana bagi negara-negara anggota dengan cara yang lebih adil, seperti musyarakah atau mudharabah. Pendanaan ini berlandaskan pada prinsip pembagian risiko, sehingga sesuai dengan kebutuhan pembangunan berkelanjutan. Selain itu, sumber dana sosial seperti zakat dan wakaf dapat dimanfaatkan untuk mendanai inisiatif sosial. Penggunaan dana ini tidak hanya meringankan beban anggaran negara tetapi juga menciptakan efek sosial yang berarti.
Pemerintah juga dapat melakukan kolaborasi dengan para sektor swasta atau masyarakat melalui metode pembiayaan berbasis bagi hasil seperti mudharabah. Metode ini memberikan kesempatan kepada semua pihak untuk membagi keuntungan serta risiko dari proyek yang dibiayai, sehingga menciptakan motivasi untuk keberhasilan proyek tersebut. Dengan penerapan prinsip-prinsip keuangan islam, diharapkan negara mampu membangun sistem pembiayaan yang lebih kuat, adil dan berkelanjutan. Dengan menggunakan prinsip keuangan islam yang dilakukan untuk mengurangi ketergantungan pada utang luar negeri serta memberikan berbagai keuntungan. Salah satu manfaatnya adalah mengurangi tekanan pada anggaran negara. Dengan menghindari unsur bunga, negara hanya memenuhi kewajiban berdasarkan hasil nyata dari proyek yang dibiayai. Hal ini memungkinkan pengelolaan anggaran negara menjadi lebih fleksibel. Selain itu pendekatan yang mendasarkan diri pada aset rill mengurangi fluktuasi pasar dan spekulasi yang pada gilirannya menciptakan stabilitas keuangan dalam jangka panjang. Stabilitas ini pada akhirnya akan menarik lebih banyak investasi baik dari sumber domestik maupun internasional.
Keuangan islam juga dapat mendorong suatu pencapaian kemandirian ekonomi dengan memanfaatkan sumber daya yang ada dalam negeri. prinsip dalam keuangan islam dapat mendorong partisipasi masyarakat dalam pembiayaan pembanguna. Selain itu, nilai etika dan keberlanjutan yang melekat pada keuangan islam membuatnya menjadi pendekatan yang sesuai dengan tujuan pembangunan berkelanjutan. Namun, penerapan prinsipnya menghadapi beberapa tantangan salah satunya yang menjadi masalah utama yakni rendahnya pemahaman di kalangan pemerintah, masyarakat dan sektor swasta. Solusi yang dapat menajdi penyelesaian permasalahan tersebut yaitu memperbaiki pemahaman melalui pendidikan dan kampanye literasi keuangan. Selain itu, keterbatan infrastruktur keuangan syariah juga menajdi tantangan terutama pada wilayah pedesaan atau negara dengan populasi muslim yang rendah.
Hambatan yang signifikan yaitu aturan yang belum mendukung juga menjadi penghambat lainnya. Beberapa negara tidak memiliki struktur regulasi yang memungkinkan penerapan instrumen keuangan islam secara luas. Untuk membangun lingkungan yang mendorong dalam perkembangan keuangan islam memerlukan perluasan regulasi. Diperlukan kerja sama multilateral yang solid untuk memajukan keuangan islam melalui lembaga-lembaga serta meningkatkan kolaborasi dengan negara non-muslim yang memiliki ketertarikkan dengan keuangan islam.
Dalam menghadapi rintangan tersebut diperlukan tindakan yang strategis. Hal tersebut mencakup peningkatan pendidikan serta pemahaman mendasar hingga mendalam tentang keuangan islam, penguatan infrastruktur keuangan syariah, pengembangan regulasi yang mendukung, serta peningkatan kerja sama pada tingkat regional dan internasional. Diharapkan pemerintah dan lembaga keuangan dapat memberikan edukasi kepada masyarakat tentang prinsip dan keuntungan dari keuangan islam melalui kampanye, pelatihan dan intergrasi dalam kurikulum pendidikan. Selain itu, pemerintah dapat menggerakkan perkembangan lembaga keuangan syariah.
Prinsip dari keuangan islam adalah menyediakan alternatif yang adil, stabil serta berkelanjutan untuk mengurangi ketergantungan pada pinjaman luar negeri dengan bunga yang sangat tinggi. Meskipun ada beberapa tantangan, namun langkah-langkah yang strategis seperti pendidikan, penguatan, infrastruktur dan kolaborasi internasional diharapkan dapat berkontribusi untuk mencapai potensi besar terhadap keuangan islam. Dengan pendekatan ini, negara-negara berkembang dapat membangun sisitem keuangan yang lebih mandiri, etis dan mendukung kesejahteraan masyarakat secara luas.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H